Jumat, 19 Juni 2009

Mbak Is Guruku

Teman-teman akrabku waktu SMP hilang semua sewaktu aku masuk SMA. Karena hanya aku saja yang masuk di sekolah negri, teman yang lainnya masuk sekolah swasta. Bukannya sombong, aku termasuk orang yang punya otak lumayan juga. Di dalam komplotanku, aku termasuk anak yang sulit bergaul dengan lingkungan yang tidak sejalan dengan kemauan sendiri. Tapi jangan dikira aku anak yang nakal, justru kebalikannya, tidak suka berkelahi atau membuat keributan. Keras kepala memang, tapi tidak suka memaksakan kehendak.

Ini yang menyebabkan aku dan komplotanku yang sepaham memilih keluar dari kepengurusan organisasi sekolah, dan membuat kegiatan sendiri (mading). Kami menjadi apriori terhadap organisasi sampai sekarang, karena setiap kegiatan organisasi sering dijadikan acara pacaran pengurusnya dan tidak untuk menjalankan program kerja. Dan mading buatan kami selalu ditunggu-tunggu semua siswa, karena menurut mereka sangat menarik dibandingkan dengan yang lainnya. Inilah yang membuatku merasa sendiri di lingkungan yang baru, yang mana mengharuskanku memakai celana panjang (biasanya pakai celana pendek tanpa underwear). Sangat risih.

Tapi ada satu sisi yang harus kusadari, aku harus dapat unjuk diri. Toh anak-anak yang satu SMP dulu masuk sekolah ini juga kehilangan teman-temannya yang diandalkan untuk jadi tukang pukul.

Hari pertama masuk penataran (perlu diingat, saat ini masih masa orde baru) kami diperkenalkan kepada guru-guru PPL yang berjumlah sekitar 9 orang. Ada satu PPL wanita yang menarik, Is namanya. Body-nya biasa saja, tidak pendek tapi tidak dapat dibilang tinggi. Penampilannya anggun. Suaranya aku suka, jernih dan merdu kalau menyanyi. Yang tidak kusuka adalah penampilannya yang lainnya, yaitu terlalu menor.

Hari pertama itu aku langsung dihukum Bu Is (guru PPL), karena melanggar ketertiban sewaktu diskusi. Gila, disuruh berdiri di depan kelas, mana aku tidak pakai celana dalam lagi. Aku harus berdiri di sebelah kursinya, dan secara tidak langsung aku diharuskan melihat pahanya yang mulus itu dengan rok yang kalau dia duduk terangkat sampai sebatas lutut. Apalagi dengan posisiku yang disuruh berdiri, dengan tinggi badan 170 cm akan dapat melihat dengan jelas garis belahan dadanya dari atas sewaktu dia duduk. Ala maak.. serba salah rasanya.

Apalagi sewaktu dia mengambil bollpoin-nya yang jatuh, sehabis menunduk dan mau mengambil posisi tegak lagi, kibasan pakaian bagian dada yang memang agak rendah, memperlihatkan dengan jelas buah dadanya di balik BH dengan kain cup yang tipis dan tidak begitu luas. Sehingga banyak area payudaranya yang sempat kulihat. Kencang.. mulus.. dan transparansi daerah puncaknya yang warnanya terlihat lebih tua dibandingkan kulit dadanya. Adik kecilku menggeliat dan kucoba untuk menahan gejolak, agar tidak bergerak kemana-mana.

"Kamu tetep berdiri di situ. Dan yang lain.., jangan dicontoh teman kalian ini." kata Bu Is.
Teman-teman pada tertawa riuh mendengarnya. Wah.. seram juga orang ini. Tidak disangka deh kalau orang secantik dia bisa marah. Dengan mata yang memelototiku, aku merasa menjadi aneh. Tidak seperti biasanya kalau orang dimarahi ketakutkan, aku malah sedikit melamun seolah ingin mendekapnya dengan kencang dan menengadahkan wajahnya untuk melumat bibirnya yang merah dan menikmati matanya yang walaupun melotot karena marah menjadi sangat indah.

Walaupun aku belum pernah merasakan ciuman, tapi aku dapat merasakan nikmatnya seperti yang pernah kulihat di Video porno (Di desa anak-anak memutar BF ramai-ramai kalau salah satu dari mereka yang punya video kebetulan orangtuanya lagi tidak ada. Walaupun desa, yang namanya video waktu itu bukan barang mewah, karena kebanyakan orangtua mereka pernah menjadi TKI dan membeli videonya dari sana).

Mendadak tersadar setelah terasa ada sesuatu yang menyentuh adik kecilku. Aku jadi sangat gugup. Tapi ada perubahan sikap pada Bu Is, jadi lebih lembut dan menyapa dengan manja kepadaku seolah tak percaya.
"Kamu bisa mainin gitarya..? Sudah kamu main gitar sambil kita sama-sama nyanyi lagu daerah.." katanya sambil menyorongkan gitar di depanku dan menyenggol adik kecilku.
Teman-teman satu kelas pada tertawa riuh. Aku jadi sadar teman-teman tadi mentertawaiku karena batang kemaluanku menyembul dan bergerak liar di balik celana abu-abuku. Aduh.., wajahku terasa panas dan malu. Untung saja gitar itu langsung kusambar dan siap-siap mau memainkan, sekalian untuk menekan batang kemaluanku yang gerakannya semakin liar.

Tetapi pada posisi ini sangat tidak enak untuk main gitar, karena posisi gitar terlalu ke bawah, yang semestinya pada posisi perut untuk main gitar dengan berdiri. Aku ambil keputusan turun dari lantai depan papan tulis yang memang lebih tinggi 20 cm dari lantai bawah bangku. Aku duduk di atas bangku temanku terdepan. Tapi Bu Is lihat tidak yaa.. tadi. Ah semoga tidak melihat. Ahh.. EGP! Dan akhirnya kami pun bernyanyi bersama-sama, dan dari sini saya tahu kalau dia suaranya boleh juga.

Sejak peristiwa itu aku jadi sangat akrab dengan Bu Is yang kalau di luar sekolah biasa kupanggil Mbak Is. Aku sering main ke tempat kost-nya yang tidak begitu jauh dari tempatku, dan kebetulan dia kontrak satu rumah dengan teman-teman angkatannya. Tidak ada yang namanya ibu kos di tempatnya, sehingga tempatnya sering jadi tempat main teman-temanku, baik sore maupun malam hari. Dan aku sering ke sana untuk main gitar dengan mas-mas dan mbak-mbak PPL. Apalagi dia yang mau bisa main gitar (dengan alasan biar kalau ingin menyanyi bisa main gitar sendiri) tidak mau diajarikan siapa-siapa selain aku. Padahal aku tidak seberapa mahir.

Tapi aku suka. Dia manja, dan kalau memanggilku dengan panggilan 'sayang' kalau sedang di luar sekolahan. Aku tidak berpikir yang macam-macam, toh teman-teman satu kontrakannya juga tidak ada yang berpiikir macam-macam padaku. Dan aku tahu salah satu teman PPL-nya ada yang naksir sama dia, dan dia (temannya yang naksir itu) tidak akan pernah cemburu padaku, walaupun untuk anak SMA dengan tinggi badan 170, aku masih terlihat seperti anak kecil, apalagi aku kalau memanggil Bu Is dengan sebutan 'mbak'.

Keakraban kami tidak hanya di luar sekolah. Kebetulan dia pegang mata pelajaran Kimia. Salah satu pelajaran yang paling aku tidak suka. Sewaktu aku keluar kelas dan mau ke kamar kecil dan melewati ruang guru, aku dipanggil.
"Dy.. sini..!" katanya.
Wah.., dia pakai blus dengan potongan leher yang pendek lagi, (bajunya banyak yang model gitu kali) dan dibalut jas almamaternya dengan kancing yang terbuka semua, juga masih dengan model rok yang sama.

"Ada apa..?" jawabku.
Aku ditarik masuk ke ruang guru. Sepi tidak ada satu orang pun. Aku dibimbingnya berjalan menuju satu meja dan berdiri menempel ke bibir meja. Dia berdiri di belakangku dengan tangan kirinya menopang meja sebelah kiri merapat ke pahaku, dan tangan kanannya bergerak di kanan badanku mengambil lembaran kertas buram.

"Besok aku mau ngadain ulangan. Ini soalnya, kamu baca dan kamu pelajari..!" katanya.
Aku terdiam. Posisiku sangat tidak enak, aku ditekan dari belakang, badannya agak miring ke kanan dengan tangan yang terus corat-coret di kertas buram. Pantatku yang tidak seberapa besar menempel ketat di sekitar daerah pusarnya. Tetapi punggungku terasa ada sesuatu yang asing menempel hangat dan empuk (maklum, sebelumnya aku tidak pernah merasakannya).

Setiap dia menerangkan dengan mencorat-coret kertas, badannya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan tekanan-tekanan. Membuat punggungku terasa ada tekanan sensasi nikmat yang berputar-putar. Batang kemaluanku langsung bergerak. Edan..! Aku tidak memakai celana dalam. Dia terus menerangkan dengan antusias. Bau parfumnya halus sekali. Aku jadi kelimpungan, dia terus menekan-nekan punggungku dengan dadanya. Kadang-kadang aku juga merasakan pantatnya sering digeser-geser untuk menekan pangkal atas pahanya ke pantatku dengan sedikit menjinjingkan kaki, walau dia pakai sepatu hak tinggi. Hangat sekali rasanya.

Aku berkeringat dan tidak dapat berpikir jernih. Dia terus saja menerangkan. Setiap selesai menerangkan satu bahasan soal, dia memandangku sambil menekan lebih keras badannya ke punggungku, bahkan terasa dia merangkulku dengan satu tangan kirinya yang ditempel dan ditekan keras ke pahaku. Jari-jarinya sedikit menyentuh batang kemaluanku. Ah.., makin lain saja rasanya. Satu sisi aku takut kalau dia tahu ada yang tidak beres dan memalukan pada diriku, karena sangat-sangat jelas batang kemaluanku menyodok kain celanaku hingga membentuk gundukan yang tidak wajar pada pangkal paha.

Bergerak-gerak lagi. Wah aku rasa denyutannya semakin kencang sampai aku tidak dapat mengontrol perasaanku, badanku terasa tidak menginjak lantai. Apalagi bila dia menatapku dengan pertannyaan, "Sudah mengerti..?" dengan sedikit mendenguskan nafasnya ke arah dadaku.Terasa hangat. Dan tangan kiri yang yang menempel ketat di pahaku dengan jari-jari yang kadang seolah-olah mau mengelus tonjolan batangan kemaluanku di balik celana seragam. Ah.. aku rasa dia tahu dan mengerti perubahan keadaanku. Aduh aku tidak dapat mengontrol diri lagi, aku sudah tidak dapat merasakan denyutan batang kemaluanku, rasanya tegang sekali dan seolah-olah mau pecah.

Apalagiu ketika dengan sedikit disengaja (mungkin), posisi kuku jari tengahnya menempel tepat di tonjolan celana dan pada area kepala batang kemaluanku. Digaruknya pelan dan lembut. Saat itu aku langsung tegang dan seolah-olah ada suatu yang menjalar pada tubuhku, persendian terasa lepas dengan keringat dingin sedikit membasahi punggungku yang panas, juga pangkal pahanya dan pahaku yang semakin terjepit ke bibir meja. Mbak Is terasa mamaksa merangkulku dengan tangan kanan yang tadi memegang pen, dilepas dan mencengkeram tanganku. Dan tangan kirinya langsung saja ditekan dan digesek-gesekkan dengan cepat di tonjolan celanaku. Seolah-olah ada keraguan untuk meremas.

Aku diam dan sedikit mengeluh, dia pun begitu. Terasa ada yang hangat dan basah pada celanaku, perih juga rasanya lubang kepala batang kemaluanku. Mbak Is berjingkat sambil melihat telapak tangannya yang basah. Setengah sadar kutarik nafas dan bergerak menghindar dan berusaha keluar ruang guru dengan tubuh terasa melayang tanpa menoleh memperhatikannya lagi. Tidak tahu apa perasaanku waktu itu.

"Aku keluar dulu. Biar kupanggil Eko untuk lihat soal itu.." kataku.
"Dy.. kamu bawa saja..! Nanti malam kembalikan di tempatku..!" potongnya.

Aku tidak memperhatikannya, dan mengurungkan niat kembali ke kelas untuk memanggil Eko agar membaca soal itu juga. Aku tidak balik masuk ke dalam ruangan untuk mengambil kertas soal, tetapi langsung ke kamar kecil. Langsung kubuka celana dan menarik batang kemaluan yang masih keras dan berdenyut-denyut dengan berirama. Ada cairan putih kental membasahi kain dalam celanaku dan tembus keluar. Aku langsung berusaha konsentrasi buang air kecil. Rasanya sulit, perih dan panas sekali. Lama aku berusaha mengeluarkannya, dan akhirnya keluar juga.

Aduuhh.. periihh.., dan saluran airnya terasa panas sekali. Benar, terasa kebakar. Selesai keluar habis, panasnya tidak hilang. Aku berusaha tenang dengan merendam kepala batang kemaluanku ke dalam gayung berisi air penuh. Masih saja terasa panas, padahal airnya dingin. Kudiamkan saja, toh dengan situasi seperti ini aku tidak enak untuk masuk kelas. Apalagi batang kemaluan ini kalau lagi bangun keras sekali, pasti deh bikin tonjolan keluar. Sebenarnya ukuran punyaku lebih kecil dari punya teman-temanku di kampung, sekitar 14,5 cm dengan lingkar 12 cm saja, bengkok ke kanan lagi. Ini aku tahu karena seringnya aku main dan berenang bersama mereka. Aku pun menunggu sampai semua beres, walau sampai bel istirahat. Tidak apa-apa, sekalian bolos.

Tidak hanya dalam mata pelajaranya saja dia membantu. Pada saat ujian matematika pun, walau dia mengajar di kelas sebelah, selalu dia sempatkan menengokku dan membantu menyelesaikan tugas dengan memberikan jawaban pada selembar tissue. Dan tidak ada yang tahu selain teman sebangku aku. Teman sebangkuku ini sangat akrab denganku. Dengannya pula aku membangun komplotan (Kami sebut komplotan karena selalu oposisi pada organisasi sekolah) bersama seorang anak yang kami tuakan, Avin namanya. Dia tinggal kelas, sebenarnya tidak nakal (nakal menurutku = suka berkelahi). Komplotan kami sebenarnya tidak takut berkelahi, tetapi kalau ada yang 'jadi', kami juga tidak takut 'beli'. Nanti ada ceritanya. Mungkin kalau menurut bahasa anak sekarang 'cool'.

Dari dia juga, ada rencana mengajak kumpul malam minggu di pantai dengan Mbak Is dan teman-temannya yang lain. Sambil bakar jagung dan nyanyi-nyanyi, PPL semuanya pada ikut. Kami bikin acara api unggun, ngomong ngalor-ngidul, nyanyi-nyanyi dan main gitar. Dan dimana ada aku, di situ Mbak Is selalu ada. Walau disana ada temannya yang naksir dia, sikapnya biasa saja. Dan kami sering berangkulan bertiga dengan Mas Itok (PPL Bhs. Inggris). Mas Itok pun tidak pernah curiga denganku. Dia mengerti kalau Is itu manja, anak bungsu (tidak punya adik dong) dan dia menganggap aku ini adiknya. Tetapi kalau ada apa-apa, Mbak Is pasti merangkulku.

Aku jadi tidak enak juga lama-lama. Padahal tubuhku biasa saja, cenderung kurus. Jika dibandingkan dengan Mas Itok yang walaupun lebih pendek dariku, tetapi dia dapat dikatakan memiliki bentuk tubuh yang atletis. Kulitnya sedikit gelap dibandingkan dengan kulit Mbak Is yang kuning langsat 'cerah', kulit orang jawa yang bersih terawat dengan payudara yang walau dari luar kelihatan biasa saja tapi kalau dilihat benar-benar lumayan besar. Mungkin satu genggaman tangan lebih sedikit, kencang lagi. Toh aku pernah secara tidak sengaja juga pernah melihat dan merasakan gesekan-gesekan di punggungku, jadi aku dapat mengira-ngira berapa ukurannya.

Aku tambah tidak mengerti sewaktu Mbak Is tidak mau diajak pulang sama Mas Itok, karena alasan sudah dini hari. Akhirnya ditinggal pulang juga, karena disitu toh ada aku. Dan Mbak Is semakin tidak kumengerti. Dia semakin erat saja memelukku pada posisi berbantal di pahaku dengan wajah dibenamkan dekat selangkangan. Tangannya melingkar di punggungku. Aku takut batang kemaluanku akan bergerak-gerak lagi. Memang sudah dari tadi terasa sudah tegang sekali karena terangsang bergesakan badan terus dengannya. Apalagi sekarang wajahnya dibenamkan ke selangkanganku dengan hembusan nafasnya yang tidak teratur dan hangat.

Sudah tidak bisa dicegah lagi, batang kemaluanku terasa berontak dan langsung menonjol membetuk gundukan hebat di balik celana menekan wajahnya. Kepalang basah dan tidak dapat dicegah lagi. Sudah hilang rasa maluku, dan seopertinya dia yang sengaja demikian. Tapi aku tidak mengerti, aku harus bagaimana. Wajahnya malah seolah-olah digesek-gesekkan dan ditekan ke selangkanganku. Dan pelukannya ke punggung malah semakin kencang saja. Posisiku yang duduk dengan satu kaki bersila dan satunya lagi selonjoran di tanah menyulitkanku untuk bergerak bebas. Ditambah lagi ketidakberanianku untuk.. Ah ngaco.., Avin yang sedari tadi memperhatikanku mendekat mengendap-endap di hadapanku. Kasih kode yang tidak kumengerti.

Mbak Is semakin tidak karuan saja, sekarang dia malah seolah-olah mau menggigit batang kemaluanku yang menyembul menekan celana. Avin masih pada tempatnya dengan tangan dan mulut bergerak-gerak tapi tidak kumengerti maksudnya. Aku sekarang semakin terasa sakit karena Mbak Is telah benar-benar menggigit batang kemaluanku, dan tangannya yang melingkar di punggungku dilepaskan satu untuk memegang tonjolan itu. Aku meringis menahan nikmat, geli, sakit.. tidak karuan.

Sekarang tangan yang satunya malah dilepaskan dari pinggang dan kedua-duanya memegang batanganku, lalu berusaha membuka resletingku. Aku semakin gemetaran saja. Begitu celana terbuka batanganku terasa melompat keluar, dan dia langsung saja nyosor mengulumnya. Nafasnya semakin tidak beraturan. Aku merasa kegerahan. Dia langsung merubah posisi jongkok sambil membenamkan wajahnya mengulum habis batangan. Tanganku dibimbingnya menyentuh buah dadanya.

"Dy.. pegang ini sayang.. remaass.. sayaangg.. ngg.. sstt.. nikmat sayangg.. sstt.."
Tanganku gemetaran dan langsung kuremas keras-keras. Langsung kutarik ke bawah BH tipisnya, tapi tetap tidak bisa. Hanya sedikit yang menyembul keluar, aku kesulitan menjamahnya. Tangan Mbak Is langsung menyusup ke dadanya sendiri. Ternyata melepas kaitan BH-nya. Aku tidak ngerti kalau kaitan itu ada di depan, dan kalau toh tahu belum tentu aku dapat melepaskan kaitan itu.

Sekarang buah dadanya menggantung bebas dan aku jadi leluasa meremasnya. Rasanya aneh.. empuk, padat, hangat.. belum pernah aku merasakan sensasi seperti ini. Batang kemaluan disedot-sedot.. nikmat, dan aku meremas-remas buah dadanya yang kenyal dan asing rasanya. Seumur-umur belum pernah aku merasakan meremas buah dada wanita. Apalagi dengan batang kemaluanku dihisap-hisap. Avin merayap dan mendekat. Lewat kode-kodenya aku jadi mengerti kalau aku disuruhnya meletakkan tanganku pada pantat Mbak Is yang nungging itu. Kuelus-elus pantat yang tak begitu besar tapi padat itu. Sekonyong-konyong tangan Mbak Is membuka reitsletingnya sendiri.

"Sini sayangg.. masukkan sini sayaangg.."
Aku selusupkan tangan kananku masuk ke dalam celananya. Kuraba-raba sampai ke selangkangannya yang paling sempit. Aku tidak menemukan apa yang ingin kucari. Kecuali ada sedikit daging yang membukit dan hangat rasanya. Tangan kiriku yang dari tadi bebas tanpa aktifitas kini kualihkan untuk menarik celananya agar lebih turun ke bawah dan aku jadi lebih bebas bergerak meraba-raba selangkangannya.

Dia semakin liar saja menghisap batang kemaluanku sampai pada pangkal bawah dekat telur puyuh. Dijilatnya penuh nikmat. Dan celananya sudah turun sampai atas lututnya, dan dia berusaha mengangkangkan kakinya, tetapi tidak dapat karena tertahan lingkar pinggang celananya. Tetapi sedikit lumayan, aku dapat menemukan gundukan daging di selangkangan yang sudah basah. Coba kutekan-tekan sedikit, sepertinya bisa cekung ke bawah. Dia semakin mendesis-desis tidak karuan. Avin sudah dekat. Aku diam saja sewaktu tangan Avin mencoba menyusup ke balik celana dalam Mbak Is yang tipis dan berwarna pink itu. Avin mengulurkan telunjuknya dan menyusupkannya, lalu menekannya dan masuk setengah jari.

"Aduhh.. ssaayangg.. eehhmm.. terruuss.. sayaangg.. ngg.. aakkhh.. teerruuss.. ss.." erangannya menjadi-jadi.
Aku jadi mengerti kalau lubang itu mungkin yang disebut vagina, lubang kewanitaan yang bisa untuk hubungan seks. Langsung saja kumasukkan satu jariku mengikuti jari Avin yang sudah masuk ke dalam.
"Aaauugghh.. hh.." Mbak Is tersedak menghisap batangku sewaktu jariku dan jari Avin masuk bersamaan di lubangnya.
Jari-jari tangannya mencengkeram keras di batangku dengan kuku-kukunya yang panjang terawat menancap daerah sekitar kemaluanku.

"Aaauu.. sakiit..!" aku menjerit.
Mbak Is langsung mau bangun, tapi tanganku yang kiri langsung membenamkan kepalanya lagi untuk menghisap batang kemaluanku. Aku takut nanti Mbak Is tahu kalau Avin yang menusuk kemaluannya dengan jari.
"Ssudaahh.. Dy.. akuu.. nggaak.. kuaatthh.. llhheebb.. bbeebb.."
Aku semakin kasar saja bertindak dengan membenamkan wajahnya, dan dia tersedak lagi. Aku merasa batang kemaluanku sampai menyentuh pintu tenggorokannya. Dan dia batuk-batuk, tapi masih saja menghisap batang kemaluanku sambil menangis mengiba-iba nikmat dan tidak jelas apa yang diucapkannya.

Sekonyong-konyong Avin sudah memelorotkan celananya dengan setengah berdiri bertumpu pada lutut, siap mengeluarkan batang kemaluannya sendiri sambil merapatkan satu jari telunjuk pada bibirnya, menyuruh aku untuk diam saja. Kubantu Avin menurunkan CD Mbak Is yang basah membentuk lintangan panjang oleh lendir. Kini aku dapat melihat dengan jelas. Disitu ada bulu-bulu yang tidak begitu lebat bila dibandingkan punyaku dan Avin. Belahan pantatnya begitu sempurna. Padat, kenyal, bersih dan tidak ada perbedaan warna seperti punya teman-teman yang biasa kutahu.

Mbak Is mengerang sewaktu aku berusaha membantu Avin melepas celana panjang dan CD Mbak Is biar berada lepas dari lututnya, sehingga kakinya dapat lebih lebar mengangkang. Avin mencoba menggeser penisnya pelan-pelan ke mulut lubang Mbak Is. Terlihat mengkilat kepala penis Avin oleh lendir Mbak Is yang terkena terpaan cahaya bulan malam itu. Pelan-pelan disodoknya masuk ke dalam.
"Bblleebb ss.. sstt.. niikmaatt.. shaayyaangg.. aauughh.." erangnya tanpa tahu penis orang lain yang menusuk vaginanya.
"Aughh.. terruusshh.. sshh.. sshh.. saayyaangg.. teruss.. shh.. sshh.. sshaayyangg.. shh.."

Kepalanya digoyang-goyang keras ke kiri dan ke kanan tanpa mau melepas batang kemaluanku dengan cengkeraman kuku tangannya yang menghujam panas di selangkanganku.
"Aauu..!" jeritku tertahan.
Kutarik tangannya dari kemaluanku, tapi tanganku malah dipegangnya dan diarahkan ke dadanya. Kuremas habis payudaranya yang kenyal, kupelintir putingnya yang kecil dan lancip. Daging yang tadi menggelatung bebas kini kuremas dan kupelintir dengan kedua tanganku. Gelengan kepalanya ke kiri dan ke kanan semakin keras, kadang-kadang kepalanya dibentur-benturkan ke selangkanganku.

Nafasnya memburu dengan desisan yang tidak menentu. Punggungnya ditekan lebih ke bawah dan payudaranya hampir menyentuh rumput-rumput tanah. Tanganku jadi tidak hanya memelintir dan meremas payudaranya saja, tetapi juga menahan tubuhnya. Kepalanya sedikit mendongak ke atas dengan rambut yang semakin awut-awutan menutupi wajahnya dan mulutnya menganga lebar merasa kenikmatan yang tidak kumengerti seberapa dahsyat yang Mbak Is dapat dari sodokan penis Avin dengan ukuran yang lebih pendek dari punyaku itu.

Posisi dia ini menyebabkan pantat Mbak Is semakin menungging terangkat ke atas. Bertambah indah, aku kagum melihat bentuknya, walaupun tidak begitu besar tapi didukung perutnya yang kecil, apik, jadi terkesan berbody gitar. Suara-suara cepakan pantat yang beradu dengan pangkal paha seolah tidak dihiraukan oleh Mbak Is. Dia mengerang dan goyangan pinggulnya semakin hebat. Desisan nafasnya semakin cepat dan dia semakin kuat mencengkeram kemaluanku.

Pada tahap berikutnya seolah dia tegang luar biasa, menjerit kecil.
"Aacckhh.. aahh.. cceeptt.. shhaayyaang..!" badannya sedikit mengejang dan tiba-tiba dikulum dan dihisapnya lagi batangku yang tadi hanya dicengkeram saja.
Aku semakin terhanyut iramanya, kuremas-remas payudaranya dengan kuat. Sekonyong-konyong ada rasa yang menjalar kuat pada saluran batangku. Mbak Is tanpa kuduga menggigit dengan kuat batangku yang keras itu diikuti sentakan yang cepat dan kuat pada pantatnya yang beradu dengan perut Avin dengan vagina yang masih disodok-sodok penis.

"Aakkhh..!" aku menjerit panjang dan lirih, merasa sakit dan nikmat.
Ada rambatan aneh pada saluran kemaluanku. Rasanya tulang-tulangku copot dari persendian dan saraf-sarafku terasa kendor setelah ketegangan luar biasa dan lama yang kurasakan. Aku jatuh rebah telentang setelah sekian lama bertahan pada posisi duduk. Batang kemaluanku terasa memuntahkan muatannya yang dari tadi tertahan oleh ketidaktahuanku akan seks. Terasa hangat membanjiri rongga mulut Mbak Is dan langsung ditelannya. Karena saking banyaknya yang kukeluarkan dan dia sendiri habis mengalami sentakan hebat dan lemas, sampai dia terbatuk-batuk tersedak air maniku.

Mbak Is mencoba bangun, terkejut dan mau menjerit ketika dia sadar masih ada sesuatu yang menusuk-nusuk kemaluannya, sementara posisiku melintang dari tubuhnya. Avin cepat-cepat membekap mulutnya dari belakang, dan aku coba membantu Avin dengan memeluk tubuh Mbak Is. Mbak is manangis hebat, wajahnya dibenamkan ke pundakku. Aku merasa sodokan-sodokan hebat dari tubuh Mbak Is karena digenjot Avin dari belakang. Avin mengerang dengan tubuh yang sedikit gemeter.

"Aaakkhh.. Iiisshh.. Aaakkhh.. sshhuddaakhh.. hh.." dia mengerang dengan menancapkan habis-habis punyanya ke dalam vagina Mbak Is yang sudah basah itu.
Dia rangkul pundak Mbak Is dengan penis masih menancap disana. Setelah avin melepaskan penisnya dari vagina, Mbak Is jadi lebih bebas berubah posisi duduk di pangkuanku dan memelukku erat-erat sambil menangis sejadi-jadinya. Rupanya dia sadar kalau ada orang yang selain aku yang memberinya kenikmatan, tetapi dia tidak mengerti kalau itu Avin. Kawanku dan juga muridnya di sekolah..

TAMAT

Teman Suamiku, Teman Tidurku

Naskah di bawah ini merupakan saduran dari kisah sebenarnya seorang ibu rumah tangga, yang merupakan pengalaman dari para ibu rumah tangga yang saya kumpulkan sejak tahun 1980 dalam satu buku berjudul "Benang Merah".

"Percayakah kau bahwa dalam kehidupan seseorang disadari atau tidak dia pasti pernah mempunyai suatu fantasi mengenai kehidupan seksualnya", kata suamiku pada suatu saat ketika kami sedang bermesraan di tempat tidur.
"Aku tidak mengerti maksudmu?" jawabku.
"Begini.. apakah dia itu seorang pria atau seorang wanita, apakah dia dalam status sebagai seorang suami atau sebagai seorang istri, suatu ketika dia akan pernah mengkhayal atau setidak-tidaknya pernah mempunyai suatu ungkapan imajinasi mengenai keinginan seksualnya yang dia harapkan", kata suamiku selanjutnya.
"Ooo.. maksudmu suatu khayalan mengenai keinginan seksual?"
"Ya..!"
"Mungkin saja ada.."

"Kalau begitu apabila boleh aku tahu, apa yang menjadi fantasimu?"
"Ah, aku tidak pernah merasa mempunyai fantasi mengenai itu"
"Nah, itulah masalahnya.. kau bukan tidak mempunyai fantasi tetapi tidak menyadari adanya fantasi tersebut. Seperti yang aku katakan tadi fantasi tersebut sebenarnya terdapat pada semua orang, perbedaannya hanyalah disadari atau tidak adanya fantasi tersebut oleh seseorang itu"
"Tetapi aku memang tidak pernah merasa atau memikirkan hal itu, apalagi mengkhayalkannya!"
"Boleh saja seseorang mengatakan bahwa dia tidak mempunyai suatu fantasi seksual, akan tetapi hal ini bukan berarti dia tidak dapat berfantasi. Hanya saja ungkapan-ungkapan apa yang menjadi imajinasinya serta bagaimana dia mewujudkan fantasinya, antara satu orang dengan lainnya akan sangat berbeda. Hal ini tergantung dari pengaruh sifat pribadi, taraf tingkat hidupnya, serta latar belakang pengalaman dan pendidikannya serta lingkungan sosial di sekitarnya."
"Misalnya apa..?"
"Ya, misalnya contoh yang paling umum bagi setiap orang, dia selalu mempunyai idola mengenai type lawan jenisnya"

"Ah, itu kan biasa, apalagi untuk anak-anak muda. Kalau sekarang sih bukan waktunya lagi"
"Tapi hal itu tidak terbatas pada saat remaja saja. Bisa saja secara tidak disadari hal itu terjadi sampai seseorang itu sudah dalam kehidupan perkawinan. Misalnya.. mungkin saja suatu saat seseorang mempunyai pikiran atau bayangan bagaimana kiranya kalau melakukan hubungan seks dengan orang yang menjadi idola kita, mungkin dia seorang bintang film atau penyanyi pop yang menjadi pujaan kita. Atau secara umum bagi wanita senang apabila suaminya memakai kumis, atau celana jeans. Demikian juga bagi pria, misalnya senang apabila istrinya berambut panjang atau memakai gaun warna tertentu"

"Ah kau tambah membingungkan saja.. hal itu kan memang wajar-wajar saja apabila seseorang mempunyai anggapan seperti itu"
"Memang betul sekali.. karena fantasi seksual itu memang suatu yang wajar. Adanya suatu fantasi seksual dalam diri seseorang menurut Dr Andrew Stanway, seorang pakar seksualogi dalam bukunya, "The Joy Of Sexual Fantasy" adalah merupakan suatu hal yang normal. Fantasi seksual menurut dia adalah merupakan suatu bagian yang kompleks dari pengalaman seseorang, akan tetapi memang oleh kebanyakan ahli masih mempertanyakan apakah fantasi tersebut merupakan bagian dari suatu mimpi atau merupakan bagian dari suatu pengalaman nyata. Fantasi seksual secara umum berfungsi untuk menyalurkan keinginan alam bawah sadar seksual seseorang menjadi suatu kenyataan dalam suatu bentuk yang dapat diterima. Fantasi seksual secara tidak langsung sebenarnya juga merupakan salah satu mekanisme pembangkit gairah seksual seseorang, karena fantasi seksual menyalurkan sejumlah besar informasi yang tersembunyi di antara alam sadar dan alam bawah sadar seseorang yang berhubungan dengan kegairahan seksnya. Oleh karena itu kadangkala fantasi seks tersebut dapat secara tiba-tiba melanda diri seseorang. Apabila hal tersebut terjadi maka secara tidak disadari seseorang akan mencari penyaluran sampai kepada batas-batas alam kesadarannya. Oleh karena itu pula sangatlah penting bagi kita untuk menyadari dan memahami adanya fantasi tersebut sehingga dapat menyalurkannya sampai kepada batas-batas alam kesadaran kita secara lebih terarah.. kalau tidak mungkin saja seseorang itu akhirnya bertindak yang aneh-aneh"

"Eh tiba-tiba kok kau jadi seorang ahli psikologi, dalam masalah seksualogi lagi, kapan kau belajarnya?"
"Kapan aku belajarnya itu tidak penting.. yang penting sekarang mau tidak kau mengatakan atau mengingat-ingat kira-kira apa yang menjadi fantasimu?"
"Begini saja.. sekarang kau saja dahulu yang mengatakan apakah kau juga mempunyai fantasi tersebut, kau ingin berhubungan seks dengan siapa? Nah ayo katakan!"
"Eh, jangan marah dulu, ya tentunya ada fantasiku itu tapi bukan seperti apa yang kau katakan!"
"Jadi seperti apa?"
"Kalau aku katakan apakah kau tidak terus marah?"
"Mengapa harus marah!"

"Baiklah.. memang selama ini aku merasakan adanya suatu fantasi seks yang membayang dalam diriku, akan tetapi fantasi seks yang kurasakan merupakan sebuah fantasi yang ganjil dan luar biasa", kata suamiku. Kemudian dia diam sejenak.
"Ayo katakanlah.. aku akan mendengarkannya, apa yang kau maksud dengan ganjil dan luar biasa!" desakku agak penasaran.
"Yah karena fantasi yang kurasakan mungkin akan sangat sulit di pahami karena berkisar kepada masalah hubungan seks antara kau sebagai istriku dengan laki-laki lain sebagai pihak ketiga.."
"Aku tidak jelas akan maksudmu?"

"Begini secara jelasnya.. fantasi tersebut berupa suatu keinginan dalam diriku bahwa aku ingin sekali menyaksikan istriku melakukan hubungan badan dengan laki-laki lain!"
"Apa..! Aku harus melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain?!"
"Ya kira-kira begitu! Apakah hubungan itu dilakukan hanya oleh kau berduaan saja dengan laki-laki lain tersebut dan aku hanya ikut menyaksikannya, atau hubungan seks tersebut dilakukan bersama-sama secara bertiga, yaitu antara kamu dengan laki-laki lain itu dan aku sendiri secara bergantian, atau paling tidak aku ingin melakukan hubungan seks dengan kau sebagai istriku sambil disaksikan oleh laki-laki lain"
"Memang aneh kedengarannya.. dan siapakah laki-laki lain yang kau maksudkan itu?"
"Siapa saja.. asal sehat dan kau senang menerimanya"
"Ah, itu fantasi gila namanya!" jawabku agak terhenyak.
"Nah, katanya kau tidak akan marah tapi sekarang marah", kata suamiku.
"Bagaimana tidak akan marah.. hal itu kan tidak mungkin.. bayangkan saja apa kata orang kalau mereka tahu aku melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain!"

"Ya jangan sampai orang tahu.."
"Oke, taruhlah orang tidak tahu, tapi kita kan terlibat dalam suatu lembaga yang disebut lembaga perkawinan."
"Ya betul, memangnya kenapa?"
"Kau tahu tidak apa artinya itu? Yaitu dimana hubungan seks dengan orang lain di luar pasangan dalam perkawinan kita dianggap sebagai suatu penyelewengan, apalagi kalau itu dilakukan oleh seorang wanita yang berstatus sebagai istri, maka hal ini akan dianggap suatu kesalahan yang sangat besar sekali!"
"Justru itulah sekarang aku bertanya kepadamu, karena aku tahu hal itu sangat susah untuk diwujudkan kalau hanya aku saja yang berkeinginan, akan tetapi sebaliknya hal itu tentu juga sangat mudah dapat dilakukan apabila kita berdua sepakat. Nah, kalau kesepakatan ini ada, maka hal ini berarti juga tidak ada penyelewengan!"
"Tidak ada penyelewengan yang bagaimana maksudmu?!"
"Ya sebagaimana yang kau katakan tadi!"
"Aku tidak mengerti maksudmu?"

"Begini, kita harus lihat dahulu apa sih definisi dari suatu penyelewengan, yaitu suatu perbuatan yang menyimpang dari suatu tujuan atau maksud. Jadi penyelewengan dalam perkawinan artinya juga suatu perbuatan yang menyimpang dari suatu tujuan atau maksud dalam perkawinan. Karena dalam perkawinan itu terlibat kepentingan dari dua orang maka pengertian penyelewengan dalam perkawinan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan pengkhianatan, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pasangan hidupnya secara diam-diam tanpa diketahui apalagi disetujui oleh pasangan lainnya."
"Jadi apa hubungannya dengan yang kau maksudkan tidak ada penyelewengan di sini?"
"Ya seperti yang aku katakan tadi, bahwa untuk melaksanakan fantasiku itu, aku telah sepakat dan bahkan telah memberikan izin kepadamu sebagai suami untuk melakukan hubungan seks dengan orang lain, jadi sudah barang tentu unsur penyelewengan tadi tidak berlaku lagi karena kita sama-sama menyetujui, bahkan dengan restu suami!"
"Nah, sekarang kau juga telah jadi pokrol bambu! Bikin argumentasi seenaknya saja! Masalahnya kan bukan sampai disitu saja, tapi ada konsekwensi yang lain, terutama untuk aku!"
"Misalnya apa?"

"Taruhlah aku mau melakukan hal itu, maka ada suatu konsekwensi yang akan aku tanggung, yaitu apabila terjadi sesuatu hal terhadap perkawinan kita dan terjadi perpecahan, maka kau akan dapat saja berkata kepada orang lain bahwa hal itu disebabkan karena kesalahan dariku. Kau dapat saja mengatakan aku telah menyeleweng berkali-kali dengan laki-laki lain dan orang lain tidak akan percaya bahwa kesemuanya itu sebenarnya kau yang mengaturnya. Demikian juga seandainya laki-laki lain yang kau beri kesempatan untuk berhubungan seks denganku pada suatu saat menceritakan pengalamannya tersebut kepada orang lain, maka akan hancurlah diriku, karena walaupun bagaimana orang lain tidak akan percaya bahwa kesemuanya itu justru atas permintaanmu sebagai suami, semua orang akan menuduhku sebagai seorang istri yang serong"

"Akan tetapi sungguh mati selama ini tidak pernah terlintas dalam benakku untuk berbuat seperti itu. Aku meminta istriku untuk melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain bukan bertujuan karena ingin memojokkanmu suatu waktu guna kepentinganku sendiri akan tetapi malahan sebaliknya yaitu agar kehidupan perkawinan kami tetap bergairah dan langgeng, karena aku akan mendapat kepuasan lahir dan batin hanya dari istriku yang sekarang. Sehingga istriku yang sekarang ini benar-benar merupakan teman hidup bagiku karena dia merupakan ibu dari anak-anakku, temanku berdiskusi dan menumpahkan perasaan serta sekaligus merupakan teman berkencan dalam menyalurkan hasrat seks!" kata suamiku agak terkejut.

Setelah diam sejenak selanjutnya dia berkata, "Mengenai kemungkinan laki-laki itu akan bercerita kepada orang lain memang ada, akan tetapi apabila memang hal itu terjadi, maka akan sangat mudah sekali ditangkal karena justru orang lain tidak akan percaya kepada cerita dia. Apalagi bila aku memberikan kesaksian bahwa kesemuanya itu hanyalah karangan dia semata-mata sehingga hal itu benar-benar merupakan suatu fitnah saja"
"Baiklah kalau begitu, yang penting kini aku juga ingin tahu mengapa sih kau mempunyai fantasi seperti itu?"
"Entahlah, aku sendiri tidak tahu mengapa mempunyai fantasi seperti itu. Tapi yang jelas aku merasakan adanya suatu rangsangan gairah birahi yang hebat apabila aku melihat ada seseorang laki-laki yang tertarik dan memperhatikan bagian tubuhmu yang secara tidak sengaja terbuka."
"Misalnya.."

"Ya, misalnya ketika kita berlibur di pantai. Saat itu kau mengenakan pakaian renang. Dan aku tahu saat itu ada beberapa laki-laki memperhatikan bentuk tubuhmu. Mula-mula memang aku agak merasa cemburu, akan tetapi lama-kelamaan hal itu menimbulkan semacam suatu imajinasi dalam diriku. Apalagi apabila aku melihat kau bertelanjang bulat di kamar."
"Lha, memangnya kenapa? Aku kan bertelanjang bulat di kamar sendiri dan yang lihat hanya kamu sendiri saja?"
"Justru itu yang merangsang imajinasiku."
"Kalau begitu aku tidak akan berbuat itu lagi!" kataku.

"Eh, jangan salah sangka. Aku senang melihat itu semua. Malahan kalau kau mau, boleh saja kau berkeliaran dalam rumah dengan bertelanjang bulat seperti yang kau lakukan di kamar, karena terus terang hal itu membangkitkan rasa birahiku. Aku merasa nikmat memperhatikanmu berkeliaran di kamar dengan berpolos bugil. Dan dalam keadaan itu pula kadang-kadang aku berpikir apakah laki-laki lain juga akan bangkit birahinya apabila melihat keseluruhan bentuk tubuh istriku ini. Dan bagaimanakah seandainya tubuh istriku yang segar berisi itu dinikmati pula oleh laki-laki lain. Imajinasi itu akhirnya menimbulkan suatu kenikmatan seksual yang lain bagiku. Apalagi bila aku membayangkan bahwa ternyata laki-laki tersebut memang sangat terangsang oleh keindahan tubuh istriku dan berusaha untuk menikmatinya di tempat tidur. Imajinasiku itu selanjutnya terus berkembang yaitu apakah istriku ini kira-kira juga tertarik untuk merasakan hubungan seks dengan laki-laki lain dan bagaimanakah kiranya sikap istriku ketika melayani laki-laki lain tersebut. Apakah dia juga akan menjadi sangat lebih bergairah? Dan apakah dia akan mendapatkan kepuasan seks yang lebih besar lagi?" bisik suamiku.

Lalu ia menambahkan, "Kenikmatan seksual yang kurasakan akan menjadi lebih hebat lagi apabila aku terus membayangkan bagaimana istriku dengan tubuhnya yang dalam keadaan polos bugil bergumul dengan hebat dengan tubuh laki-laki tersebut yang juga berada dalam keadaan berpolos bugil. Terlebih lagi apabila aku membayangkan bahwa ternyata ukuran alat kejantanan laki-laki tersebut jauh lebih besar dari pada ukuran alat kejantananku sendiri, dan istriku benar-benar sangat tergiur akan kehebatan alat kejantanan itu, sehingga ketika laki-laki itu menindihkan tubuhnya ke tubuh istriku dan memasukkan alat kejantanannya ke liang istriku, aku menyaksikan istriku menjadi bergelinjang dengan hebat merasakan alat kejantanan tersebut tertanam dalam-dalam di liang senggamanya. Kemudian aku pun membayangkan bagaimana ketika laki-laki tersebut mulai mengayunkan tubuhnya di atas tubuh istriku dan istriku menjadi tambah hebat bergelinjang sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan turun-naiknya alat kejantanan laki-laki tersebut yang memberikan suatu kenikmatan lain daripada yang pernah dirasakannya dari alat kejantananku sendiri. Selanjutnya aku pun membayangkan bagaimana ekspresi istriku dan laki-laki itu ketika mencapai dan melepaskan puncak ejakulasi bersama dengan penuh kepuasan", kata suamiku.

"Ah, sangat mengerikan sekali fantasimu."
"Tapi ini kan baru fantasi.. apabila menjadi kenyataan mungkin tidak mengerikan lagi, tapi.. mengasyikan!" kata suamiku sambil tertawa.
"Tidak lucu ah!" kataku sambil memukul punggungnya.
"Eh, jangan jadi sewot! Diberi kesempatan enak malah marah. Jarang kan suami yang sebaik itu yang mengizinkan istrinya boleh main dengan laki-laki lain. Malahan bukan itu saja kadang-kadang aku juga sering membayangkan bagaimana rasanya apabila aku mempunyai seorang istri yang hiperseks atau seorang istri yang senang menyeleweng dengan laki-laki lain."
"Apa maksudmu dengan itu..? Jadi kau tuduh aku ini pernah menyeleweng?!" jawabku agak tersinggung.

"Bukan itu maksudku, tapi itu adalah kelanjutan dari ungkapan imajinasi fantasi seksualku, seperti yang kukatakan tadi, aku kan ingin sekali melihat istriku melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain, sehingga hal itu menimbulkan semacam imajinasi lanjutan dalam diriku mengenai type istri yang bagaimana yang kira-kira kuinginkan, atau paling tidak, aku kira-kira ingin mempunyai seorang istri yang berpandangan sangat bebas mengenai masalah hubungan seks, tidak posesif dan memandang masalah hubungan seks dengan laki-laki lain atau sebaliknya bukan merupakan suatu masalah yang tabu melainkan sesuatu yang wajar dan dapat dinikmati bersama", kata suamiku selanjutnya.

"Bilang saja terus terang kau yang mau melakukan hubungan seks dengan wanita lain! Kalau begitu carilah type istri sebagaimana yang kamu idamkan.. karena bagiku tidak mungkin melakukan hal tersebut! Kalau mau, kau lakukan sendiri saja! Jangan ajak-ajak orang!" kataku bertambah ketus.
"Nah, lagi-lagi marah. Ini kan semua baru gagasan. Siapa tahu kau mau?" balas suamiku.
"Mau apanya? Lagi pula sekiranya aku mau melakukan hal itu, aku lakukan saja sendiri secara diam-diam", kataku dengan hati yang agak mendongkol.

"Bukan itu maksudku.. aku sama sekali tidak bermaksud untuk mencari istri lain, akan tetapi justru kamulah yang aku inginkan menjadi type istri sebagaimana yang aku idamkan", kata suamiku.
"Jadi aku harus menyeleweng dan melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain, begitu maksudmu?"
"Ada benarnya dan ada tidaknya", kata suamiku.
"Benar dan tidak bagaimana?"

"Benarnya memang aku ingin melihat kamu melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain, tidak benarnya adalah hal itu bukan berarti kamu harus menyeleweng, karena seperti yang aku katakan tadi kesemuanya itu berdasarkan persetujuan dan permintaanku sebagai suami, jadi unsur penyelewengan di sini sekali lagi aku katakan sama sekali tidak ada.. tapi apabila kau lakukan secara diam-diam maka itu baru namanya penyelewengan", kata suamiku.
"Benar-benar kamu tidak menyesal apabila aku melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain?" kataku menegaskan.
"Malahan sebaliknya.. karena hal itu justru aku rasakan sebagai penambah semangat dan gairahku terhadapmu. Mungkin kau merasakan bagaimana keadaanku selama ini, aku merasa kehilangan gairah dalam bercinta dan merasa sangat lelah sekali. Hal ini disebabkan aku merasakan fantasi itu sedemikian membebani diriku", kata suamiku.

Kini aku tahu bahwa masalah yang dihadapi suamiku selama ini adalah beban psikologis. Fantasi seksualnya telah membebani pikiran suamiku sedemikian hebatnya sehingga mempengaruhi kualitas hubungan seksual kami sebagai suami-istri. Memang aku merasakan akhir-akhir ini suamiku sering menjadi gelisah sendiri dan tidak tahu apa yang harus diperbuat dan merasa sangat letih sekali baik fisik maupun mental. Hal tersebut berpengaruh juga terhadap kualitas hubungan seks kami. Aku merasakan gairah suamiku menjadi agak menurun. Suamiku sering mengalami prematur ejakulasi dan telah mencapai puncak ejakulasi hanya dalam beberapa detik saja begitu dia melakukan penetrasi, bahkan kadang-kadang telah orgasme sebelum sempat melakukan persetubuhan sama sekali. Oleh karena itu suamiku mulai rajin mengkonsumsi vitamin dan makanan yang dapat meningkatkan potensi laki-laki, akan tetapi sejauh itu hal tersebut sama sekali tidak membantu.

Di lain keadaan hal ini membawa dampak juga terhadap diriku. Secara terus terang aku pun terkadang merasa kurang mendapat kepuasan dalam hubungan suami istri. Kuakui selama ini aku juga sering mengalami gejolak birahi yang tiba-tiba muncul, terutama di pagi hari apabila malamnya kami melakukan hubungan intim dan suamiku tidak dapat melakukannya secara sempurna. Hal ini dimaklumi oleh suamiku karena dia tahu bagaimana kualitas hubungan suami-istri kami belakangan ini. Oleh karena itu suamiku membeli sebuah alat vibrator. Suamiku mengatakan alat itu mungkin secara tidak langsung dapat membantu kami untuk mendapatkan kepuasan dalam hubungan suami istri. Pada mulanya aku memakai alat itu sebagai simulator sebelum kami berhubungan badan. Akan tetapi lama kelamaan secara diam-diam aku sering pergunakan alat tersebut sendirian di pagi hari untuk menyalurkan hasrat kewanitaanku yang aku rasakan semakin meluap-luap.

Rupanya fantasi seksual suamiku tersebut bukan hanya merupakan sekadar fantasi saja akan tetapi dia sangat bersikeras untuk dapat mewujudkannya menjadi suatu kenyataan. Selama ini suamiku terus membujukku agar aku mau membantunya dalam melaksanakan fantasinya. Apabila aku menolaknya atau tidak mau membicarakan hal tersebut, tidak jarang akhirnya kami terlibat dalam suatu pertengkaran yang hebat. Malahan bukan itu saja. Gairah seks-nya pun semakin bertambah turun. Hal ini lama-kelamaan membuatku menjadi agak khawatir juga, aku takut suamiku akan menderita impotensi. Aku berpikir bahwa aku harus membantu suamiku walaupun konsekuensi yang aku khawatirkan akan terjadi. Oleh karena itu aku mengalah dan berjanji akan membantunya sepanjang aku dapat melakukannya dan kutegaskan kepada suamiku bahwa aku mau melakukan hal itu hanya untuk sekali ini saja.

"Aku telah mengundang Syamsul untuk makan malam di sini malam ini", kata suamiku di suatu hari sabtu. Aku agak terkesiap mendengar kata-kata suamiku itu. Aku berfirasat bahwa suamiku akan memintaku untuk mewujudkan niatnya bersama dia, karena Syamsul adalah salah seorang yang sering disebut-sebut oleh suamiku sebagai salah satu orang yang katanya cocok untuk diriku dalam melaksanakan fantasi seksual-nya dan kebetulan saat itu semua anak-anak sedang libur bersama kawan-kawannya ke luar kota sehingga tinggal aku dan suamiku saja yang berada di rumah.

Memang selama ini sudah ada beberapa nama kawan-kawan suamiku maupun kenalanku sendiri yang disodorkan kepadaku yang dianggap cocok untuk melakukan hubungan seks denganku, salah seorangnya adalah Syamsul. Akan tetapi sejauh ini aku masih belum menanggapi secara serius tawaran dari suamiku tersebut dan juga kebetulan kami tidak mempunyai kesempatan yang baik untuk itu. Syamsul adalah salah seorang kawan dekatnya dan aku pun kenal baik dengan dia. Secara terus terang memang kuakui juga penampilan Syamsul tidak mengecewakan. Bentuk tubuhnya pun lebih kekar dan atletis dari tubuh suamiku.

Aku berpikir tidak ada lagi gunanya aku berargumentasi dengan suamiku. Kehendaknya agar aku melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain sedemikian kuat. Hal itu sebenarnya membuatku agak tersinggung juga. Karena hal ini hanya biasa dilakukan oleh seorang wanita penghibur atau dengan kata lain seorang pelacur dan suamiku menghendaki aku melakukan hal seperti itu walaupun dengan alasan lain. Namun mengingat kehendak suamiku itu merupakan suatu akibat dari gejala psikologi, maka aku kesampingkan masakah harga diri itu. Aku hanya berpikir bagaimana aku dapat membantu suamiku mengatasi masalahnya. Selain itu aku pun mengharap bahwa dengan aku penuhinya fantasi seksualnya itu malam ini, maka suamiku tidak akan lagi mempunyai fantasi semacam itu karena secara psikologis keinginannya telah tercapai.

Ketika Syamsul datang, aku sedang merapikan wajahku dan memilih gaun yang agak seksi sebagaimana anjuran suamiku agar aku terlihat menarik. Dari cermin rias di kamar tidurku, kudapati gaun yang kukenakan terlihat agak ketat melekat di tubuhku sehingga bentuk lekukan tubuhku terlihat dengan jelas. Buah dadaku kelihatan menonjol membentuk dua buah bukit daging yang indah. Sambil mematut-matutkan diri di muka cermin akhirnya aku jadi agak tertarik juga memperhatikan penampilan keseluruhan bentuk tubuhku. Kudapati bentuk keseluruhan tubuhku masih tetap ramping dan seimbang, tidak dipenuhi oleh lemak sebagaimana ibu-ibu rumah tangga lainnya yang seumurku. Buah dadaku yang subur juga kelihatan masih sangat kenyal dan padat berisi. Demikian pula bentuk pantatku kelihatan agak menonjol penuh dengan daging yang lembut namun terasa kenyal. Ditambah lagi kulitku yang memang putih bersih tanpa adanya cacat keriput di sana-sini membuat bentuk keseluruhan tubuhnya menjadi sangat sempurna.

Melihat penampilan keseluruhan bentuk tubuhku itu secara terus terang timbul naluri kewanitaanku bahwa aku bangga akan bentuk tubuhku. Oleh sebab itu aku berpikir pantas saja suamiku mempunyai imajinasi yang sedemikian terhadap laki-laki yang memandang tubuhku karena bentuk tubuhku ini memang menggiurkan selera kaum pria.

Setelah makan malam suamiku dan Syamsul duduk mengobrol di taman belakang rumahku dengan santai sambil menghabiskan beberapa kaleng bir yang dicampur dengan arak ginseng dari Cina. Tidak berapa lama aku pun ikut duduk minum bersama mereka. Malam itu benar-benar hanya tinggal kami bertiga saja di rumah. Kedua pembantuku yang biasa menginap, tadi siang telah kuberikan istirahat untuk pulang ke rumah masing-masing. Ketika hari telah menjelang larut malam dan udara mulai terasa dingin tiba-tiba suamiku berbisik kepadaku.

"Aku telah bicara dengan Syamsul mengenai rencana kita. Dia setuju dan malam ini dia akan menginap di sini! Tapi walaupun demikian kau tidak perlu memaksakan diri untuk melakukan hubungan seks dengannya apabila memang suasana hatimu memang belum berkenan, kuserahkan keputusan itu sepenuhnya kepadamu!" bisik suamiku selanjutnya. Mendengar bisikan suamiku itu aku diam saja. Aku tidak menunjukkan sikap yang menolak atau menerima. Aku merasa sudah berputus asa bahkan aku merasa benar-benar nekat menantang kemauan suamiku itu. Aku mau lihat bagaimana reaksinya nanti bila aku benar-benar bersetubuh dengan laki-laki lain. Apakah dia nanti tidak akan menyesal bahwa istrinya telah dinikmati orang lain? Atau setidak-tidaknya seluruh bagian tubuh istrinya yang sangat rahasia telah dilihat dan dinikmati oleh laki-laki lain. Apalagi bila dalam rahimku nanti akan tersebar benih laki-laki lain selain dari benih suamiku sendiri.

Tidak berapa lama kemudian aku masuk ke kamar dan siap untuk pergi tidur. Secara demonstratif aku memakai baju tidur nylon yang tipis tanpa BH sehingga buah dadaku terlihat membayang di balik baju tidur itu. Ketika aku keluar kamar, baik suamiku maupun Syamsul agak terhenyak untuk beberapa saat. Akan tetapi mereka segera dapat menguasai dirinya kembali dan suamiku langsung berkata kepadaku.
"Syamsul baru saja cerita bahwa dia telah mempelajari pijat refleksi Siatzu. Aku rasa kau harus coba! Apa benar dia bisa! Kau mau kan..?" tanya suamiku kepadaku.
"Boleh saja..!" jawabku sambil agak merapatkan leher baju tidurku sehingga siluet puting susuku kini tercetak dengan lebih jelas.
"Ah sebenarnya aku tidak terlalu mahir..!" kata Syamsul, "Tapi bila mau dicoba boleh saja. Nanti setelah pijat Siatzu, saya juga akan memberikan pijatan dengan tehnik kucing mandi", katanya lagi.
"Oo ya.. tehnik apa itu?" aku bertanya agak heran.
"Susah diterangkan sekarang, nanti saja deh kalau pijat refleksinya sudah selesai."
"Ayo..!" kata suamiku dengan wajah yang berseri-seri dan semangat yang tinggi suamiku mengajak kami segera masuk ke kamar tidur.

Dengan berpura-pura tenang aku segera merebahkan diri bertelungkup di atas tempat tidur untuk siap dipijit. Sebenarnya aku tetap masih merasa risih tubuhku dijamah oleh seorang laki-laki lain apalagi aku dalam keadaan hanya memakai sehelai baju tidur nylon yang tipis dan tanpa BH. Akan tetapi kupikir aku harus berusaha tetap tenang agar keinginan suamiku dapat terwujud dengan baik.

Mula-mula Syamsul memijit sekitar bagian punggungku dengan lembut kemudian secara perlahan-lahan terus turun ke bawah menelusuri bagian pinggulku. Sementara itu aku terus berusaha sekuat tenaga menekan perasaan risih dan malu dengan melepaskan pikiranku dari kedua hal tersebut dan berusaha menikmati pijitan Syamsul itu yang sebenarnya lebih tepat dikatakan rabaan dan sentuhan di tubuhku. Rupanya usahaku itu berhasil dengan baik, akan tetapi lama-kelamaan secara tidak langsung aku jadi terbawa oleh semacam arus sensasional yang menjalar dalam tubuhku. Apalagi ketika tangan Syamsul tiba pada bagian belahan pantatku yang gempal lembut kemudian meremas-remas dengan halus pinggul serta daging pantatku yang hanya ditutupi oleh gaun tidur nylon yang tipis maka terasa adanya suatu gejolak hangat dalam diriku. Aku menjadi pasrah dan benar-benar mulai menikmati pijitannya itu.

Selanjutnya kurasakan tangan Syamsul mulai lebih berani lagi menyentuh tubuhku dengan sentuhan-sentuhan yang semakin lama semakin nakal. Bahkan dia kini berusaha membuka baju tidurku dan menelanjangi diriku dengan seenaknya sampai aku benar-benar dalam keadaan bertelanjang bulat tanpa ada lagi sehelai benang pun yang menutupi tubuhku. Aku hanya dapat memejamkan mata dan pasrah saja menahan perasaan malu bercampur gejolak dalam diriku ketika tubuhku ditelanjangi di hadapan suamiku sendiri. Kemudian dia menelentangi tubuhku dan menatap dengan penuh selera tubuhku yang telah berpolos bugil sepuas-puasnya. Aku benar-benar tidak dapat melukiskan betapa perasaanku saat itu. Seumur hidupku, aku belum pernah bertelanjang bulat di hadapan laki-laki lain apalagi dalam situasi seperti sekarang ini. Aku merasa sudah tidak ada lagi rahasia tubuhku yang tidak diketahui Syamsul.

Tidak berapa lama kemudian tiba-tiba kurasakan Syamsul mulai melumat bibirku dalam suatu adegan cium yang panjang dan berapi-api. Selanjutnya ketika bibir kami terlepas Syamsul berbisik kepadaku bahwa sekarang saatnya dia akan melakukan tehnik pijitan kucing mandi. Berbarengan dengan itu dia mulai menjilati seluruh tubuhku yang telanjang dengan lidahnya bagaikan seekor kucing yang sedang memandikan anaknya. Aku berpikir jadi inilah yang dia maksudkan dengan tehnik kucing mandi. Aku menjadi menggelinjang, entah karena apa. Tapi yang terang aku merasakan seluruh pembuluh darah di tubuhku menjadi bergetar dan aku terlambung dalam suatu kenikmatan yang belum pernah kurasakan selama ini. Apalagi sambil menjilati tubuhku dia juga meremas dan menghisap buah dadaku dengan lahap, menjilati liang kewanitaanku dengan rakusnya dan sementara itu suamiku hanya menonton saja dengan asyiknya seperti orang dungu.

Suamiku kelihatan benar-benar menikmati adegan tersebut. Tanpa berkedip dia menyaksikan bagaimana tubuh istrinya digarap dan dinikmati habis-habisan oleh laki-laki lain. Sebagai seorang wanita normal keadaan ini mau tidak mau akhirnya membuatku terbenam juga dalam suatu arus birahi yang hebat. Jilatan-jilatan Syamsul di bagian tubuhku yang sensitif membuatku bergelinjang dengan dahsyat menahan arus birahi yang belum pernah kurasakan selama ini.

Tidak berapa lama kemudian Syamsul berdiri di hadapanku melepaskan celananya sehingga dia juga kini berada dalam keadaan bertelanjang bulat. Saat itu pula aku dapat menyaksikan ukuran alat kejantanan Syamsul yang telah menjadi tegang ternyata memang jauh lebih besar dan panjang dari ukuran alat kejantanan suamiku. Bentuknya pun agak berlainan. Ukuran alat kejantanan Syamsul hampir sebesar lengan bayi dan bentuknya agak membengkok ke kiri.

Kemudian dia menyodorkan alat kejantanannya tersebut ke hadapan wajahku. Secara reflek aku segera menggenggam alat kejantanannya dan terasa hangat dalam telapak tanganku. Aku tidak pernah membayangkan selama ini bahwa aku akan pernah memegang alat kejantanan seorang laki-laki lain di hadapan suamiku. Oleh karena itu aku melirik kepada suamiku. Kulihat dia semakin bertambah asyik menikmati bagian dari adegan itu tanpa memikirkan perasaanku sebagai istrinya yang sedang digarap habis-habisan oleh seorang laki-laki lain. Dalam hatiku tiba-tiba muncul kembali perasaan geramku terhadap suamiku, sehingga dengan demonstratif kuraih alat kejantanan Syamsul itu ke dalam mulutku menjilati seluruh permukaannya dengan lidahku kemudian kukulum dan hisap sehebat-hebatnya.

Aku merasa sudah kepalang basah maka aku akan nikmati alat kejantanan itu dengan sepuas-puasnya sebagaimana kehendak suamiku. Kuluman dan hisapanku itu membuat alat kejantanan Syamsul yang memang telah berukuran besar menjadi bertambah besar lagi. Di lain keadaan dari alat kejantanan Syamsul yang sedang mengembang keras dalam mulutku kurasakan ada semacam aroma yang khas yang belum pernah kurasakan selama ini. Aroma itu menimbulkan suatu rasa sensasional dalam diriku dan liang kewanitaanku mulai terasa menjadi liar hingga secara tidak sadar membuatku bertambah gemas dan semakin menjadi-jadi menghisap alat kejantanan itu lebih hebat lagi secara bertubi-tubi.

Kuluman dan hisapanku yang bertubi-tubi itu rupanya membuat Syamsul tidak tahan lagi. Dengan keras dia menghentakkan tubuhku dalam posisi telentang di atas tempat tidur. Aku pun kini semakin nekad dan pasrah untuk melayaninya. Aku segera membuka kedua belah pahaku lebar-lebar. Berbarengan dengan itu kurasakan alat kejantanannya kini menghimpit dengan tepat di liang surgaku dan selanjutnya secara perlahan-lahan langsung memasuki dengan mudah ke dalam liang kenikmatanku yang telah menganga lebar dan licin dengan cairan birahi.

Aku agak terlonjak sejenak ketika merasakan alat kejantanan Syamsul itu menerobos ke dalam liang kemaluanku dan menyentuh leher rahimku. Aku terlonjak bukan karena alat kejantanan itu merupakan alat kejantanan dari seorang laki-laki lain yang pertama yang kurasakan memasuki tubuhku selain alat kejantanan suamiku, akan tetapi lebih disebabkan aku merasakan alat kejantanan Syamsul memang terasa lebih istimewa daripada alat kejantanan suamiku, baik dalam ukuran maupun ketegangannya. Selama hidupku memang aku tidak pernah melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain selain suamiku sendiri dan keadaan ini membuatku berpikiran lain. Aku tidak menyangka ukuran alat kejantanan seorang laki-laki sangat berpengaruh sekali terhadap kenikmatan seks seorang wanita. Oleh karena itu secara refleks aku mengangkat kedua belah pahaku tinggi-tinggi dan menjepit pinggang Syamsul erat-erat untuk selanjutnya aku mulai mengoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan tubuh Syamsul.

Tubuh kami sebentar menyatu kemudian sebentar lagi merenggang diiringi desah nafas kami yang semakin lama semakin cepat. Sementara itu aku pun kembali melirik ke arah suamiku. Kudapati suamiku agak ternganga menyaksikan bagaimana diriku disetubuhi oleh Syamsul. Melihat penampilan suamiku itu, timbul kembali geram di hatiku, maka secara lebih demonstratif lagi kulayani permainan Syamsul sehebat-hebatnya secara aktif bagaikan adegan dalam sebuah film biru. Keadaan ini tiba-tiba membuatku merasakan ada suatu kepuasan dalam diriku. Hal itu bukan saja disebabkan oleh kenikmatan seks yang sedang kualami bersama Syamsul, akan tetapi aku juga memperoleh suatu kepuasan lain yaitu aku telah dapat melampiaskan rasa kesalku terhadap suamiku. Suamiku menghendakiku berhubungan seks dengan laki-laki lain dan malam ini kulaksanakan sepuas-puasnya, sehingga malam ini aku bukan seperti aku yang dulu lagi. Diriku sudah tidak murni lagi karena dalam tubuhku telah hadir tubuh laki-laki lain selain suamiku.

Setelah agak beberapa lama kami bergumul tiba-tiba Syamsul menghentikan gerakannya dan mengeluarkan alat kejantanannya yang masih berdiri dengan tegar dari liang kenikmatanku. Kupikir dia telah mengalami ejakulasi dini. Pada mulanya aku agak kecewa juga karena aku sendiri belum merasakan apa-apa. Bahkan aku tidak merasakan adanya sperma yang tumpah dalam rahimku. Akan tetapi rupanya dugaanku salah, kulihat alat kejantanannya masih sangat tegar berdiri dengan kerasnya. Syamsul menghentikan persetubuhannya karena dia meminta suamiku menggantikannya untuk meneruskan hubungan seks tersebut. Kini dia yang akan menonton diriku disetubuhi oleh suamiku sendiri.

Suamiku dengan segera menggantikan Syamsul dan mulai menyetubuhi diriku dengan hebat. Kurasakan nafsu birahi suamiku sedemikian hebat dan bernyala-nyala sehingga sambil berteriak-teriak kecil dia menghunjamkan tubuhnya ke tubuhku. Akan tetapi apakah karena aku masih terpengaruh oleh pengalaman yang barusan kudapatkan bersama Syamsul, maka ketika suamiku menghunjamkan alat kejantanannya ke dalam liang kenikmatanku, kurasakan alat kejantanan suamiku itu kini terasa hambar. Kurasakan otot-otot liang senggamaku tidak lagi sedemikian tegangnya menjepit alat kejantanan itu sebagaimana ketika alat kejantanan Syamsul yang berukuran besar dan panjang itu menerobos sampai ke dasar liang senggamaku. Alat kejantanan suamiku kurasakan tidak sepenuhnya masuk ke dalam liang senggamaku dan terasa lebih lembek bahkan dapat kukatakan tidak begitu terasa lagi dalam liang senggamaku yang kini telah pernah diterobos oleh sesuatu benda yang lebih besar.

Di lain keadaan mungkin disebabkan pengaruh minuman alkohol yang terlalu banyak, atau mungkin juga suamiku telah berada dalam keadaan yang sedemikian rupa sangat tegangnya, sehingga hanya dalam beberapa kali saja dia mengayunkan tubuhnya di atas tubuhku dan dalam waktu kurang dari satu menit, suamiku telah mencapai puncak ejakulasi dengan hebat. Malahan karena alat kejantanan suamiku tidak berada dalam liang kewanitaanku secara sempurna, dia telah menyemprotkan separuh spermanya agak di luar liang kewanitaanku dengan berkali-kali dan sangat banyak sekali sehingga seluruh permukaan kemaluan sampai ke sela pahaku basah kujub dengan cairan sperma suamiku. Selanjutnya suamiku langsung terjerembab tidak bertenaga lagi terhempas kelelahan di sampingku.

Sementara itu aku masih dalam keadaan liar. Bagaikan seekor kuda betina binal aku jadi bergelinjangan tidak karuan karena aku belum sempat mengalami puncak ejakulasi sama sekali semenjak disetubuhi oleh Syamsul. Oleh karena itu sambil mengerang-erang kecil aku raih alat kejantanan suamiku itu dan meremas-remasnya dengan kuat agar dapat segera tegang kembali. Akan tetapi setelah berkali-kali kulakukan usahaku itu tidak membawa hasil. Alat kejantanan suamiku malahan semakin layu sehingga akhirnya aku benar-benar kewalahan dan membiarkan dia tergolek tanpa daya di tempat tidur. Selanjutnya tanpa ampun suamiku tertidur dengan nyenyak dalam keadaan tidak berdaya sama sekali.

Aku segera bangkit dari tempat tidur dalam keadaan tubuh yang masih bertelanjang bulat menuju kamar mandi yang memang menyatu dengan kamar tidurku untuk membersihkan cairan sperma suamiku yang melumuri tubuhku. Tidak berapa lama kemudian tiba-tiba Syamsul yang masih dalam keadaan bertelanjang bulat menyusul ke dalam kamar mandi. Dia langsung memelukku dari belakang sambil memagut serta menciumi leherku secara bertubi-tubi. Selanjutnya dia membungkukkan tubuhku ke pinggir bak mandi sehingga aku kini berada dalam posisi menungging. Dalam posisi yang sedemikian Syamsul menyetubuhi diriku dari belakang dengan garangnya sehingga dengan cepat aku telah mencapai puncak ejakulasi terlebih dahulu. Begitu aku sedang mengalami puncak ejakulasi, Syamsul menarik alat kejantanannya dari liang sengamaku, kemudian dengan sangat brutal dia segera menggarap lubang duburku. Aku jadi agak terpekik keras dan bergelinjang dengan hebat ketika alat kejantanannya itu tiba-tiba memasuki lubang duburku.

Tidak dapat kulukiskan dengan kata-kata betapa perasaanku saat itu mendapatkan pengalaman yang belum pernah kurasakan sama sekali. Selama ini suamiku sendiri belum pernah menyetubuhi duburku sebagaimana yang dilakukan Syamsul sekarang ini. Ketika kami sedang asyik melakukan anal seks, tiba-tiba suamiku menyusul ke kamar mandi. Dia kelihatan tidak senang kami melakukan hubungan seks di kamar mandi. Dengan nada suara yang agak keras dia memerintahkanku untuk segera kembali ke kamar dan melakukan hubungan seks di sana, di hadapannya.

Dengan masih tetap berbugil aku kembali ke kamar tidur dan langsung merebahkan diri di tempat tidur. Sementara itu suamiku mengikuti merebahkan diri di tempat tidur tapi untuk selanjutnya dia tertidur kembali dengan nyenyaknya. Rupanya suamiku benar-benar kelelahan disebabkan oleh suatu tekanan ketegangan syaraf yang tinggi dan juga agak setengah mabuk karena mengkonsumsi alkohol terlalu banyak. Sedangkan aku justru sebaliknya. Seluruh tubuhku terasa menjadi tidak karuan, kurasakan liang kenikmatanku dan lubang duburku berdenyut agak aneh dalam suatu gerakan liar yang sangat sukar sekali kulukiskan dan belum pernah kualami selama ini. Aku kini tidak dapat tidur walaupun barusan aku telah mengalami orgasme di kamar mandi bersama Syamsul.

Dalam keadaan yang sedemikian tiba-tiba Syamsul muncul di hadapanku. Dia masih tetap bertelanjang bulat sebagaimana juga diriku. Dengan tatapan yang tajam dia menarikku dari tempat tidur dan mengajakku tidur bersamanya di kamar tamu di sebelah kamarku. Bagaikan didorong oleh suatu kekuatan hipnostisme yang besar, aku mengikuti Syamsul ke kamar sebelah. Kami berbaring di ranjang sambil berdekapan dalam keadaan tubuh masing-masing masih bertelanjang bulat bagaikan sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu. Memang saat itu aku merasa diriku seakan berada dalam suatu suasana yang mirip pada saat aku mengalami malam pengantinku yang pertama. Sambil mendekap diriku Syamsul terus-menerus menciumiku sehingga aku kembali merasakan suatu rangsangan birahi yang hebat. Dan tidak lama kemudian tubuh kami kami pun sudah bersatu kembali dalam suatu permainan persetubuhan yang dahsyat.

Tidak berapa lama kemudian Syamsul membalikkan tubuhku sehingga kini aku berada di posisi atas. Selanjutnya dengan spontan kuraih alat kejantanannya dan memandunya ke arah liang senggamaku. Kemudian kutekan tubuhku agak kuat ke tubuh Syamsul dan mulai mengayunkan tubuhku turun naik di atas tubuhnya. Mula-mula secara perlahan-lahan akan tetapi lama-kelamaan semakin cepat dan kuat sambil berdesah-desah kecil. Sementara itu Syamsul dengan tenang telentang menikmati seluruh permainanku sampai tiba-tiba kurasakan suatu ketegangan yang amat dahsyat dan dia mulai mengerang-erang kecil. Dengan semakin cepat aku menggerakkan tubuhku turun naik di atas tubuh Syamsul dan nafasku pun semakin memburu berpacu dengan hebat menggali seluruh kenikmatan tubuh laki-laki yang berada di bawahku. Tidak berapa lama kemudian aku menjadi terpekik kecil melepaskan puncak ejakulasi dengan hebat dan tubuhku langsung terkulai menelungkup di atas tubuh Syamsul.

Setelah beberapa saat aku tertelungkup di atas tubuh Syamsul, tiba-tiba dia bangkit dengan suatu gerakan yang cepat. Kemudian dengan sigap dia menelentangkan tubuhku di atas tempat tidur dan mengangkat tinggi-tinggi kedua belah pahaku ke atas sehingga liang kenikmatanku yang telah basah kuyup tersebut menjadi terlihat jelas menganga dengan lebar. Selanjutnya Syamsul mengacungkan alat kejantanannya yang masih berdiri dengan tegang itu ke arah liang kewanitaanku dan menghunjamkan kembali alat kejantanannya tersebut ke tubuhku dengan garang. Aku menjadi terhentak bergelinjang kembali ketika alat kejantanan Syamsul mulai menerobos dengan buasnya ke dalam tubuhku dan membuat gerakan mundur maju dalam liang senggamaku. Aku pun kini semakin hebat menggoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan turun naiknya alat kejantanan Syamsul yang semakin lama semakin cepat menggenjotkan di atas tubuhku.

Kami bergumul bagaikan dua ekor binatang liar yang sedang bertarung, saling hempas dan saling bantai tubuh masing-masing dengan sekuat tenaga tanpa mempedulikan apa-apa lagi kecuali berlomba untuk menggali segala kenikmatan dari tubuh masing-masing. Nafas kami semakin memburu berdesah-desah dengan kencang yang kadang-kadang diselingi dengan pekikan kecil di luar kesadaran masing-masing. Tubuh bugil kami yang sedang bersatu padu itu pun basah dengan keringat. Aku merasakan betapa liang kewanitaanku menjadi tidak terkendali berusaha menghisap dan melahap alat kejantanan Syamsul yang teramat besar dan panjang itu sedalam-dalamnya serta melumat seluruh otot-ototnya yang kekar dengan rakusnya.

Selama pertarungan itu beberapa kali aku terpekik agak keras karena mencapai puncak orgasme berkali-kali, sementara itu Syamsul masih tetap tegar dan perkasa mengayunkan tubuhnya di atas tubuhku. Akan tetapi akhirnya kulihat Syamsul tiba juga pada puncaknya. Dengan mimik wajah yang sangat luar biasa dia melepaskan puncak orgasmenya secara bertubi-tubi menyemprotkan seluruh spermanya ke dalam tubuhku dalam waktu yang amat panjang. Sementara itu alat kejantanannya tetap dibenamkannya sedalam-dalamnya di liang kewanitaanku sehingga seluruh cairan birahinya terhisap dalam tubuhku sampai titik penghabisan. Selanjutnya kami terhempas kelelahan ke tempat tidur dengan tubuh yang tetap menyatu. Selama kami tergolek, alat kejantanan Syamsul masih tetap terbenam dalam tubuhku, dan aku pun memang berusaha menjepitnya erat-erat karena tidak ingin segera kehilangan benda tersebut dari dalam tubuhku.

Setelah beberapa lama kami tergolek melepaskan lelah, Syamsul mulai bangkit dan menciumi wajahku dengan lembut yang segera kusambut dengan mengangakan mulutku sehingga kini kami terlibat dalam suatu adegan cium yang mesra penuh dengan perasaan. Selanjutnya kubenamkan wajahku ke dadanya mengecup puting susunya sambil menjilati permukaan dada yang bidang dan penuh dengan bintik-bintik keringat. Aku tidak tahu mengapa aku melakukan hal itu. Akan tetapi yang terang kurasakan keringat Syamsul saat itu membuat semacam rangsangan yang lain dalam diriku.

Syamsul agak memejamkan matanya menikmati sentuhan-sentuhan ujung lidahku itu, sementara itu tangannya dengan halus membelai-belai rambutku sebagaimana seorang suami yang sedang mencurahkan cinta kasihnya kepada istrinya. Suasana romantis ini akhirnya membuat gairah kami muncul kembali. Kulihat alat kejantanan Syamsul mulai kembali menegang tegak sehingga secara serta merta Syamsul segera menguakkan kedua belah pahaku membukanya lebar-lebar untuk kemudian mulai menyetubuhi diriku kembali.

Berlainan dengan suasana permulaan yang kualami tadi, dimana kami melakukan persetubuhan dalam suatu pertarungan yang dahsyat dan liar. Kali ini kami bersetubuh dalam suatu gerakan yang santai dalam suasana yang romantis dan penuh perasaan. Kami menikmati sepenuhnya sentuhan-sentuhan tubuh telanjang masing-masing dalam suasana kelembutan yang mesra bagaikan sepasang suami istri yang sedang melakukan kewajibannya. Aku pun dengan penuh perasaan dan dengan segala kepasrahan melayani Syamsul sebagaimana aku melayani suamiku selama ini. Keadaan ini berlangsung sangat lama sekali. Suasana ini berakhir dengan tibanya kembali puncak ejakulasi kami secara bersamaan. Kami kini benar-benar kelelahan dan langsung tergolek di tempat tidur untuk kemudian terlelap dengan nyenyak dalam suatu kepuasan yang dalam.

Semenjak pengalaman kami malam itu, suamiku tidak mempermasalahkan lagi soal fantasi seksualnya dan tidak pernah menyinggung lagi soal itu. Hubunganku dan suamiku pun tetap berlangsung seperti biasa-biasa saja seperti dahulu. Hanya memang sejak pengalaman kami malam itu kurasakan gairah suamiku berangsur-angsur normal. Bila kami melaksanakan kewajiban suami-istri, dia telah dapat melaksanakannya secara normal sebagaimana lazimnya walaupun secara kualitas kurasakan tidak sehebat sebagaimana yang kualami bersama Syamsul.

Kuakui malam itu Syamsul memang hebat. Walaupun telah beberapa waktu berlalu namun bayangan kejadian malam itu tidak pernah berlalu dalam benakku. Malam itu aku telah merasakan suatu kepuasan seksual yang luar biasa hebatnya yang belum pernah kualami bersama suamiku selama ini. Walaupun telah beberapa kali menyetubuhiku, Syamsul masih tetap saja kelihatan bugar. Alat kejantanannya pun masih tetap berfungsi dengan baik melakukan tugasnya keluar masuk liang kewanitaanku dengan tegar hingga membuatku menjadi agak kewalahan. Aku telah terkapar lunglai dengan tidak putus-putusnya mengerang kecil karena terus-menerus mengalami puncak orgasme dengan berkali-kali namun alat kejantanan Syamsul masih tetap tegar bertahan. Memang secara terus terang kuakui bahwa selama melakukan hubungan seks dengan suamiku beberapa bulan belakangan itu, aku tidak pernah mengalami puncak orgasme sama sekali. Apalagi dalam waktu yang berkali-kali dan secara bertubi-tubi seperti malam itu. Sehingga secara terus terang setelah hubungan kami yang pertama di malam itu kami masih tetap berhubungan tanpa sepengetahuan suamiku.

Awalnya di suatu pagi Syamsul berkunjung ke rumahku pada saat suamiku sudah berangkat ke tempat tugasnya. Secara terus terang saat itu dia minta tolong kepadaku untuk menyalurkan kebutuhan seksnya yang katanya sudah beberapa lama tidak dapat terpenuhi dari istrinya berhubung kesehatan istrinya yang sangat tidak mengizinkan. Mulanya aku ragu memenuhi permintaannya itu. Akan tetapi anehnya aku tidak kuasa untuk menolak permintaan tersebut. Sehingga kubiarkan saja dia melepaskan hasrat birahinya yang selama itu tidak tersalurkan dan kami melakukan hubungan cinta kilat di ruang tamu sambil berdiri. Hubungan itu rupanya membawa diriku ke dalam suatu alam kenikmatan lain tersendiri.

Ketika kami berhubungan seks secara terburu-buru di suatu ruangan terbuka kurasakan suatu sensasi kenikmatan yang hebat dan sangat menegangkan. Keadaan ini membawa hubunganku dan Syamsul semakin berlanjut. Demikianlah sehingga akhirnya aku dan Syamsul sering membuat suatu pertemuan sendiri di luar rumah. Melakukan hubungan seks yang liar di luar rumah, baik dari satu kamar cottage ke kamar cottage lainnya ataupun dari satu kamar hotel ke kamar hotel lainnya. Kami saling mengisi kebutuhan jasmani masing-masing dalam adegan-adegan sebagaimana yang pernah kami lakukan di kamar tidurku di malam itu, dan sudah barang tentu perbedaannya kali ini adegan-adegan tersebut kini kami lakukan tanpa dihadiri dan tanpa diketahui oleh suamiku. Sebagai wanita yang sehat dan normal, aku tidak menyangkal bahwa berkat anjuran suamiku malam itu aku telah mendapatkan makna lain dari kenikmatan hubungan seksual yang hakiki walaupun hal itu pada akhirnya kuperoleh dari teman suamiku, yang kini menjadi teman tidurku.

TAMAT

Telanjur Basah Ya Sudah

Namaku Jaka, umur 25 di tahun 2001 ini. Setelah lulus dari sebuah PT di kota Yogyakarta, aku mencoba untuk melanjutkan hidup di kota ini juga. Hingga akhirnya aku diterima di sebuah LSM, meskipun baru pada tingkat magang. Dengan alasan, saat aku kuliah dulu, aku pernah membantu sebuah proyek yang sedang ditangani oleh LSM lain. Dan kisah ini terjadi saat aku terlibat dalam proyek tersebut.

Terus terang, sebetulnya dunia yang selama ini kugeluti, sangat jauh dari dunia sex. Dan kalau pun tahu, itu hanya sebatas bacaan-bacaan semacam Nick Carter. Namun, setelah aku mengenal dunia cyber dan mendapatkan situs 17tahun.com dari temanku ini, rasanya aku mulai tahu tentang dunia yang satu ini. Dan mungkin bisa experience sharing, sekaligus menyalurkan hobiku dalam hal tulis-menulis.

Kisah ini bermula saat kepulanganku dari luar kota setelah melakukan hunting dan survey untuk proyek tersebut. Saat itu, jam di tanganku menunjukkan pukul 10.00 malam. Setelah bus jurusan Yogya-Surabaya yang kunaiki sampai di pertigaan Janti, aku bersiap-siap untuk turun. Beberapa penumpang pun turut berdiri, berjajar di belakangku. Hingga akhirnya, aku dan para penumpang lainnya sudah turun, bus melaju melanjutkan perjalanannya menuju terminal.

Setelah sesaat melepas lelah sambil nongkrong di sebuah warung pinggir jalan, aku pun berniat untuk segera pulang lalu istirahat. Saat hendak membayar minum, aku rogoh saku belakangku. Dan aku pun sangat terkejut ketika kudapati, belakang celanaku ternyata robek.
"Sialan..," makiku.
"Kenapa, Dik..?" tanya penjual minuman itu.
Aku sendiri tidak dapat berkata-kata apa-apa. Karena bagaiamanapun juga, toh aku juga harus tetap membayar minuman yang telah kuhabiskan. Dan untung saja, setelah kurogoh seluruh kantong yang ada di baju dan celanaku, aku menemukan sedikit uang yang cukup untuk sekedar membayar minuman tersebut. Dan akhirnya, aku beranjak meninggalkan warung itu dengan langkah gontai.

"Yaa.. terpaksa pulang jalan kaki nih.." umpatku.
Namun tidak berapa jauh aku melangkah, seorang wanita menegurku dari arah belakang.
"Maaf, Dik.."
Meskipun dengan sedikit malas, aku berusaha untuk menanggapi teguran tersebut.
"Ada apa, Mbak..?" tanyaku.
"Adik tahu jalan ini (dia menyebutkan salah satu jalan di kota ini)..?" tanyanya dengan nafas yang memburu terkesan seperti tergesa-gesa.

Dan belum sempat aku menjawabnya, ia sudah menyambung dengan kata-katanya.
"Kalo tahu, tolong dong, saya dianter. Bisa kan..? Please..!"
Namun dengan berbagai alasan yang kubuat-buat, semula aku menolaknya. Dalam pikiranku, aku cuman mengeluh, sialan nih perempuan, tidak tahu orang lagi suntuk! Namun lama-kelamaan, akhirnya aku merasa iba juga melihatnya, apalagi dia sempat menawarkan imbalan berapa pun yang aku minta asalkan aku mau mengantarkannya. Hingga akhirnya, aku pun bersedia mengantarnya. Dan tentu saja dengan syarat, aku minta ongkos taksi untuk pulang ke kost. Itu saja. Dan ia pun setuju.

Singkat cerita, kami pun melaju menuju alamt tersebut dengan sebuah taksi. Di dalam taksi pun, kami mulai saling memperkenalkan diri. Dan ternyata, kami sama-sama satu bus. Hingga akhirnya aku berhasil memancingnya untuk bercerita tentang dirinya. Lalu ia pun bercerita tentang kisah pahit dalam hidupnya. Seolah aku terhanyut dengan cerita-cerita yang mengharukan yang ia tuturkan.

Vina, nama perempuan itu. Usianya 30 tahun. Wajahnya cukup cantik. Terlebih lagi, dengan kaca mata yang ia kenakan, semakin menambah anggun kecantikannya. Ia adalah janda yang tidak mempunyai anak. Suaminya pergi dari rumah karena selingkuh dengan seorang karyawan yang kost di rumahnya. Sedangkan di kota ini, ia akan memulai hidup baru bersama kakak perempuannya.

Di tengah-tengah cerita, sesekali ia mengusap air mata yang keluar dari pipinya saat bercerita. Atau mencoba menyembunyikan isakan tangisnya dengan menyandarkan kepalanya di atas pudakku. Mungkin, sudah menjadi naluri laki-laki untuk menjadi pengayom bagi seorang wanita. Dan itu juga yang coba kulakukan untuk mencoba menenangkan Mbak Vina. Dengan sedikit gemetar, aku mencoba untuk merangkul pundaknya. Kulontarkan kata-kata yang kupikir dapat meredam kesedihannya.

Tapi entah setan dari mana, tiba-tiba aku teringat akan cerita-cerita panas yang pernah kubaca, ataupun film-film dari VCD yang pernah kutonton. Aku sendiri mencoba untuk mengusir khayalan-khayalan itu. Namun, sentuhan-sentuhan yang terjadi di antara kami, meskipun itu tidak di sengaja, justru semakin memancing hasrat kelaki-lakianku. Dan sedikit demi sedikit, aku mulai merasakan jika penisku mulai menegang. Aku mulai salah tingkah dan tidak tahu harus berbuat apa. Perlahan keringat dingin membasahai keningku. Namun, untung saja kejadian ini tidak berlangsung lama. Karena taksi yang membawa kami telah berhenti di sebuah rumah yang lumayan besar.

"Sudah sampai, Mas.." kata supir taksi itu.
Lalu Mbak Vina pun membayar ongkos dan segera mengajakku menuju rumah itu. Setelah mengetuk pintu dan menunggu beberapa saat, seorang wanita yang mirip dengan Mbak Vina, tapi lebih tua sedikit, membuka pintu dan langsung berteriak sambil memeluk Mbak Vina. Mbak Vina pun menyambut pelukan itu dengan tangisan yang meledak. Hening sesaat.

"Oo.. ini toh Mbak Rani, kakaknya Mbak Vina.." Batinku.
Lumayan juga. Kulitnya putih bersih. Dan kondisiku yang masih agak terangsang ini, semakin menjadi-jadi ketika kulihat Mbak Rani yang hanya menggunakan baju tidur, dengan belahan dada yang cukup lebar, sehingga belahan buah dada Mbak Rani dapat terlihat jelas. Aku sempat terpana juga melihat pemandangan seperti itu. Hingga akhirnya aku dikejutkan oleh teguran Mbak Rani untuk mengajak kami masuk.

Akhirnya, setelah sedikit berbasa-basi, aku pun dipersilakan istirahat di ruang tidur tamu. Dan malam itu pun, akhirnya aku terpaksa di tidur di rumah Mbak Rani. Namun, meskipun tubuhku ini sangat lelah, aku heran, kenapa aku tidak dapat memejamkan mataku. Justru bayangan Mbak Vina dan Mbak Rani yang terus mengganggu pikiranku. Aku coba segala cara agar mata ini dapat terpejam, meski akhirnya tidak dapat juga. Lalu kuputuskan untuk melihat-lihat sekeliling kamar hinga aku melihat ada sebuah TV dan VCD player. Lalu kubuka beberapa laci yang ada, dan kutemukan beberapa keping CD. Maka kuputuskan untuk memutar CD tersebut sebagai penghantar tidurku.

Namun, justru aku tak dapat memejamkan mataku saat melihat adegan-adegan yang terpampang di film tersebut. Karena dari 5 CD yang ada, empat di antaranya film BF semua.
"Nggak apalah.. dari pada nggak ada tontonan dan nggak bisa tidur.." batinku.
Sambil tiduran di ranjang, aku pun menikmati film-film BF tersebut sendirian. Khayalanku pun semakin liar menerawang. Dan penisku pun mulai mengeras. Suara-suara desahan di TV semakin membuat nafsuku bergejolak.

Entah sadar atau tidak, perlahan tanganku mulai membelai-belai penisku sendiri. Perlahan celana panjang kuturunkan. Semula hanya sebatas lutut, meski akhirnya, aku tanggalkan seluruhnya.
"Oohh.. mmhh.." desahku mengikuti irama permainan yang ada di layar TV.
Semakin lama, semakin cepat pula gerakan tanganku mengocok penisku sendiri. Gerakan tubuhku semakin tak beraturan. Sesekali kakiku mengejang dengan pantat yang sedikit terangkat. Hingga akhirnya, "Aaggrkkh..aarrghh.." jeritku dengan suara tertahan.
Dan bersamaan itu pula meledaklah larva berwarna putih kental dari ujung kemaluanku. Entah berapa kali semprotan yang keluar, aku tak sempat menghitungnya. Aku pun terkulai lemas.

Keringat membasahi tubuhku. Aku limbung sambil masih berusaha menikmati sisa-sisa keletihan dalam kenikmatan itu. Dan entah berapa kali aku beronani di malam itu, aku tak ingat lagi. Karena, 4 CD yang ada kuputar semuanya non stop. Sampai aku tertidur dengan hanya kaos pendek yang melekat di tubuhku. Sementara tubuh bagian bawahku masih tidak mengenakan penutup samasekali.

Belum lama mataku terpejam, aku dikejutkan dengan suara pintu kamar yang terbuka.
"Eh.. maaf Dik. Aku pikir Dik Jaka udah tidur.." kata Mbak Rani.
Aku tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun. Aku segera meraih celanaku yang tergeletak di pinggir ranjang. Meski tidak sempat mengenakannya, tapi cukup untuk sekedar menutupi bagian bawah tubuhku, terutama penisku.
"A.. ada appa.. Mbak..?" tanyaku dengan nada terpatah-patah karena malu bercampur grogi.
"Sorry, Dik. Aku mau ambil pakaian tidur di lemari itu. Kebetulan, pakaian yang ada di kamar Mbak, belum di cuci.." jawabnya.

Lalu Mbak Rani pun menghampiri lemari di sisi kanan ranjang tempat aku berbaring. Saat ia menoleh ke arah TV yang ternyata masih menyala, Mbak Rani berpaling ke arahku sambil tersenyum. Aku pun terpaksa membalasnya dengan tersenyum juga. Meski pun dengan agak tertahan. Aku segera meraih remote yang ada di sebelahku, lalu segera mematikannya.
"Kok dimatikan, Dik. Nggak pa-pa kok. Kalo belum selesai, dilanjutin aja. Tanggung kan..?" kata Mbak Rani sambil membelakangiku karena sedang mencari pakaian yang ia cari.
"Nggak ah, Mbak.." sahutku, "Lagian juga udah ngantuk nih."

Selesai mengambil pakaiannya, Mbak Rani duduk di sisi ranjang. Ia mengambil remote yang ada di tanganku dan kembali menyalakan TV.
"Nggak usah malu-malu. Santai aja. Apa perlu Mbak temenin biar nggak ngantuk..? Nonton film kaya gini ini, enaknya kan nggak cuman tiduran. Iya nggak Dik..?" kata Mbak Rani sambil melirik bagian selangkanganku.
Aku hanya terdiam mendengar kata-kata itu. Dan selanjutnya, kami berdua terdiam. Hanya suara erangan dan desahan dari layar TV yang ada di kamar itu. Aku sendiri tidak dapat menikmati permainan yang sedang berlangsung di film itu. Meskipun kuakui, penisku mulai kurasakan kembali mengeras, namun aku justru salah tingkah sendiri. Sedangkan Mbak Rani, justru kulihat sangat menikmatinya.

"Mbak Vina, mana Mbak..?" tanyaku memecah keheningan dan sekedar untuk menghilangkan gemetarku.
Mbak Rani menoleh ke arahku dengan seungging senyum di bibir tipisnya. Dengan perlahan ia mendekatiku. Aku semakin tidak dapat mengendalikan diriku.
"Kan ada Mbak Rani di sini. Kasihan Mbak Vina, kelihatannya capek. Biarin aja dia istirahat," kata Mbak Rani sambil menyentuh kulit pahaku dan mengelus-elus pelan.

Aku semakin tidak dapat mengendalikan diriku. Dan sebelum aku menjelaskan maksud pertanyaanku, tangan kanan mungil Mbak Rani sudah menggenggam kemaluanku. Aku sedikit tersentak terkejut mendapat perlakuan seperti itu. Terlebih lagi saat tangannya perlahan mengocok penisku. Aku tidak dapat berbuat apa-apa saat kesadaranku melayang entah kemana. Ketika tangan kiri Mbak Rani mendorong dadaku, aku perlahan merebah di atas ranjang. Namun, tiba-tiba kesadaranku muncul dan segera menarik tangan kanan Mbak Rani yang sedang membelai penisku. Dan aku segera bergeser ke samping saat tubuh Mbak Rani hendak menindih tubuhku.

"Jangan, Mbak.. ini tidak boleh..!" aku mencoba mengingatkan Mbak Rani.
"Pleassee.. Dik.. tolong Mbak.." pinta Mbak Rani dengan wajah yang sudah terlihat sayu dengan nafas memburu.
"Tolong, Mbak. Saya nggak bisa melakukan ini.." sahutku.
Mbak Rani hanya terdiam. Kulihat ada rasa kekecewaan di raut wajahnya. Lalu dengan tanpa suara dan wajah sedikit bersungut, Mbak Rani meninggalkanku sendirian di kamar. Aku hanya dapat melihat punggung Mbak Rani meninggalkan kamarku. Akhirnya aku dapat bernafas lega sambil mencoba mengulang kembali peristiwa yang baru saja terjadi. Hingga akhirnya aku pun terpejam dan terlelap dalam tidurku.

Pagi harinya, ketika aku terbangun, jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Aku pun segera berkemas dan siap untuk pulang. Setelah kurasa semuanya beres, aku segera beranjak menuju pintu kamar. Namun ketika pintu belum kubuka lebar, aku menyaksikan adegan yang mengejutkan di ruang tengah. Di sebuah sofa di depan TV yang tengah menayangkan sebuah film porno, aku melihat Mbak Rani tengah berciuman dan saling melumat dengan seorang perempuan. Nafasnya jelas sekali terengah-engah dengan sesekali diselingi desahan-desahan. Sementara tangan kanannya memeluk perempuan yang berada di sampingnya. Dan tangan kirinya meremas-remas rambut lelaki yang ada di bawahnya. Dalam pandanganku, nampak kedua tangan lelaki itu meremas-remas payudara sekaligus puting Mbak Rani.

Di antara kedua pahanya, kulihat seseorang tengah asyik mempermainkan vagina Mbak Rani. Aku sendiri hanya terdiam, dan kurasakan dadaku mulai naik turun. Kemaluanku pun semakin mengeras.
"Oochh.. sshhtt.. yyaacchh.. terruuss Deedd.." Mbak Rani meracau sambil mendongakkankepalanya.
Sementara perempuan yang berada di sampingnya, terus menerus menelusuri leher Mbak Rani yang terlihat putih jenjang dengan sedikit ada bekas-bekas merah akibat ciuman.

Aku semakin tidak tahan melihat pergumulan itu. Tanganku bergerak perlahan dan mengusap-usap kemaluanku yang telah mengeras. Aku hanya dapat menggigit bibir bawahku sambil mengusap-usap penisku dari luar. Lalu perlahan aku masukkan salah satu tanganku ke dalam celana jeans-ku. Dengan sangat perlahan karena takut ketahuan, aku menurunkan celanaku. Tiba-tiba, "Bruuk..!" aku terkejut dengan tas yang tergantung di bahuku terjatuh. Mbak Rani, lelaki dan perempuan itu tiba-tiba segera menghentikan permainannya, dan secara bersamaan menoleh ke arahku.

"Sialan.." makiku dalam hati.
Aku hanya terdiam dengan ketakutan dan gemetar ketika mereka bertiga melihat ke arahku.
"Maaf.. maa.. af.." kataku langsung menutup pintu dan kembali masuk ke dalam kamar.
Di dalam kamar aku hanya dapat memaki habis-habisan. Aku segera beranjak mendekati tempat tidur. Dan dengan celanaku yang tetap dalam posisi agak melorot, aku mencoba mengingat-ingat kejadian yang baru saja kusaksikan. Aku semakin tidak dapat mengendalikan nafsuku. Dan kocokan-kocokan kecil dari tanganku semakin membuat tubuhku panas dingin.

Kurebahkan tubuhku di atas ranjang dengan tangan kananku yang tetap mengocok penisku. Belum sempat aku menyelesaikan permainanku, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Dan di depan pintu kulihat Mbak Rani dan kedua temannya sudah berdiri dengan tanpa sehelai benang pun menempel di ketiga orang itu. Aku terkejut dan segera bangun dari tidurku, dan membenahi posisi celanaku yang turun ke bawah sampai ke lutut. Akan tetapi, lelaki yang berada di antara Mbak Rani dan seorang perempuan itu dengan cepat segera mengangkat ujung kakiku sambil tangannya mendorong tubuhku. Sehingga dengan sendirinya aku terpelanting ke belakang. Tubuhku pun kembali rebah di atas ranjang tersebut.

Lalu dengan cepat, lelaki itu naik ke atas ranjang, dan dengan cepat duduk di atas dadaku dengan kedua lututnya yang berada di samping kanan kiriku sambil kedua tangannya memegang tanganku. Mbak Rani dan teman wanitanya segera mendekatiku.
"Arya, terus pegang yang kuat. Jangan sampai lepas..!" kata Mbak Rani kepada lelaki yang memegang kedua tanganku.
Lelaki yang bernama Arya itu pun semakin kuat mencengkeram kedua tanganku.
"Nov, kamu pegang kakinya.." sambung Mbak Rani sambil mendekati tubuhku yang hampir tidak dapat berkutik.

Aku mencoba berontak dengan menedang-nendang kakiku. Namun, kembali kakiku terdiam saat Arya yang duduk berada di atas dadaku menekan tubuhku dengan tubuhnya. Lalu ia tersenyum dengan penuh arti, dan perlahan mengusap-usap pahaku. Aku berusaha untuk meronta, tapi cengkeraman Arya dan Nova justru semakin kuat.
"Toloong, Mbak.. Lepaskan saya," pintaku.
Mbak Rani tidak memperdulikan kata-kataku. Sekarang ia justru mulai mendekatkan wajahnya ke arah paha dan kemaluanku. Dan tidak berapa lama, aku mulai merasakan kalau pahaku terasa basah. Kemaluanku masih agak tegang.

Aku semakin meronta. Tapi itu justru membuat Mbak Rani semakin keranjingan untuk terus menjilati pahaku. Tangan kanannya pun mulai memegang penisku dan mengocoknya perlahan. Akhirnya, aku pun tidak dapat menahan ciuman-ciuman bibir Mbak Rani di pahaku. Tangan lembutnya yang mengocok penisku pun mulai kurasakan sebagai satu kenikmatan tersendiri. Namun aku tetap berusaha untuk tidak larut dalam permainan itu. Tapi bagaimanapun juga aku seorang lelaki. Dan mendapat rangsangan seperti itu, terkadang membuat nafasku tersengal akibat birahi di tubuhku mulai memanas. Terlebih lagi ketika lidah Mbak Rani mulai menyentuh batang kemaluanku. Sedangkan Nova yang dari tadi memegang kakiku pun turut memberikan ciuman-ciuman di betisku.

Aku semakin tidak kuat untuk menahan rangsangan-rangsangan yang ditimbulkan akibat jilatan-jilatan lidah Mbak Rani. Sesekali batang kemaluanku masuk ke dalam mulut Mbak Rani. Dan kurasakan hisapan-hisapan dari mulutnya membuat tubuhku semakin panas dingin.
"Bagaimana sayang, kamu menikmatinya kan..?" goda Mbak Rani dengan melirik ke arahku.
Lalu ia berdiri dan berjalan ke arah almari di samping ranjang. Tidak berapa lama Mbak Rani kembali dengan membawa beberapa helai kain.
"Tarik ke atas, Ar," Kata Mbak Rani sambil membentangkan kainnya.
Arya pun turun dari atas dadaku, dan dengan kasar Arya pun menarik tubuhku ke atas. Kini Mbak Rani ikut-ikutan ke atas ranjang. Dan dengan santainya, ia segera duduk di atas dadaku untuk mengikat kedua tanganku di tepi ranjang.

Saat ia duduk di atas dadaku, kurasakan vaginanya ia tekan dan gesek-gesekkan ke dadaku. Dan saat Mbak Rani membungkuk untuk mengikat kedua tanganku pun ia gesek-gesekkan pula susu di wajahku. Saat itu pula kurasakan kekenyalan sebongkah susu.
"Aayyoo sayyangg.. hisap-hisap susu Mbak.." racau Mbak Rani mencoba memberikan rangsangan-rangsangan kepadaku.
Aku hanya memalingkan wajahku ke kanan dan ke kiri untuk lebih merasakan kekenyalan buah dada milik Mbak Rani.

Sementara itu, Arya yang tadi berada di atasku, kini pindah ke bawah dan juga mengikat kedua kakiku dengan kain yang diambilkan Mbak Rani dari lemari tadi. Sesaat setelah mereka bertiga mengerjaiku seperti ini, lalu mereka duduk di pinggir ranjang sambil sesekali tersenyum melihat kondisiku yang sudah tidak berdaya.
"Arya, Nova, ayo kita lanjutkan lagi permainan yang tadi belum selesai.." kata Mbak Rani sambil merunduk mendekatkan wajahnya ke penis Arya sambil berjongkok.
Arya pun duduk di sisi ranjang dan memberikan penisnya yang lumayan besar itu ke mulut Mbak Rani. Sedangkan Nova berdiri di samping Arya dan memberikan kedua buah dadanya untuk dihisap Arya.

"Oorghh.. yaa.. terus Raann.. Ssstthh.. yaangg.. kencceenggrrhh.." terdengar desahan Arya menikmati kemaluannya yang terus dikulum Mbak Rani.
"Oohh.. sstthh.. teerruuss.. Aarr.. yaanng keerraa.. ss.. hissaapp.. nnyaa..!" Nova pun juga mendesah dengan sesekali kedua tangannya menjambak rambutnya sendiri.
Aku sendiri tidak berbuat apa-apa dengan apa yang mereka bertiga lakukan. Aku hanya dapat meyaksikan mereka mereguk kenikmatan tanpa dapat berbuat apa-apa. Nafasku pun mulai memburu seiring dengan tubuhku yang mulai terasa panas dingin.

Posisi Nova yang berhadap-hadapan denganku hanya tersenyum menggodaku. Perlahan ia mendekati sisi ranjang. Dengan tetap membiarkan payudaranya dihisap dan dijilati oleh lidah Arya, ia mendekatiku. Lalu perlahan tangannya mulai membelai pahaku. Kembali aku hanya dapat menggigit bibir bawahku untuk menahan rangsangan itu.
"Terruss.. Nov.. ke attass.." kataku sambil menahan gairah yang sudah terlalu menggebu.
Aku tidak perduli lagi dengan apa yang terjadi tadi malam saat aku menolak bermain cinta dengan Mbak Rani.
"Terlanjur basah, ya sudah mandi sekalian..," batinku.

"Oorrghh.. yyaacchh.. sstt.." aku hanya dapat mendesah menikmati belaian lembut dan kocokan pelan tangan Nova di batang kemaluanku.
Pinggulku bergerak ke arah kanan-kiri dan terkadang sedikit kuangkat untuk menikmati permainan itu. Dan secara perlahan, tanpa mau melepaskan hisapan-hisapan mulut Arya di kedua buah dadanya, Nova bergerak mendekatkan wajahnya ke arah selangkanganku. Tubuhku semakin panas dingin dan bergetar hebat melihat apa yang akan dilakukan Nova di selangkanganku. Aku menahan nafas untuk menikmati permainan selanjutnya. Tapi, tiba-tiba tangan Mbak Rani yang tadi sibuk dengan kemaluan Arya, segera menarik tubuh Nova.

"Dari pada jilatin itu, mendingan jilatin punyaku aja, Nov..," kata Mbak Rani sambil bangkit dari jongkoknya dan duduk di sebelah Arya yang hanya tersenyum kepadaku tanpa kutahu maksudnya.
Nova sendiri hanya menuruti kata-kata Mbak Rani yang seolah-olah memang menguasai permainan itu. Sekarang, Mbak Rani meletakkan pantatnya di sisi ranjang. Kaki kanannya ia biarkan tergelantung. Sementara kaki kirinya ia letakkan di sisi ranjang, sehingga pangkal pahanya terbuka. Dan giliran Nova yang jongkok mendekati vagina Mbak Rani.

"Oorgghh.. sstthh.. yyaa.. oouppss.." erang Mbak Rani ketika lidah Nova menyentuh vaginanya.
Arya yang melihat Mbak Rani dan Nova dalam keadaan seperti itu, langsung meraih wajah Mbak Rani yang duduk di sampingnya. Ia lumat habis bibir Mbak Rani sambil mengarahkan tangan Mbak Rani untuk mengocok penisnya.
"Ouuggrrhh.. yaacchh.. sstt.. aauuwww..!" geliatan Mbak Rani semakin menjadi.
Tubuhnya bergerak-gerak seperti cacing kepanasan, tidak beraturan.

Dan tidak berapa lama, kulihat Mbak Rani membungkukkan tubuhnya ke arah kemaluan Arya. Rupanya ia belum puas mengulum penis Arya.
"Aaacchh.. Noovv.. aakk.. kuu mmaauu.. keelluuaa.. arr.." erangan Mbak Rani di sela-sela kesibukan bibirnya melumat penis Arya.
Mendengar teriakan itu, Arya pun merubah posisinya. Ia biarkan Mbak Rani yang tergeletak dengan posisi miring di sisi ranjang. Lalu Arya ikut jongkok di samping Nova yang gerakan-gerakan kepalanya makin cepat menjilat dan menghisap-hisap vagina Mbak Rani.

Arya segera mendekatkan bibirnya ke puting susu Mbak Rani. Mendapat perlakuan seperti itu, Mbak Rani sepertinya tidak kuat lagi menahan puncak orgasmenya.
Hingga akhirnya, "Aargghh.. aachh..!" Mbak Rani mengerang sejadi-jadinya menikmati lendir kenikmatannya keluar dari vaginanya.
Sedangkan Nova pun semakin cepat pula membersihkan cairan yang keluar dari vagina Mbak Rani dengan hisapan-hisapan kuatnya.
"Ooocchh.. yyaacchh.." terdengar nafas Mbak Rani yang memburu dan kadang tersengal menikamti sisa-sisa orgasmenya.

Dan dengan tubuh yang sudah agak lemas itu, Mbak Rani kembali duduk sambil mengangkat pinggul Nova. Sehingga posisi Nova menjadi menungging. Mbak Rani lalu meoleh ke arah Arya yang berdiri di sampingnya, lalu memberi isyarat. Arya tahu apa yang dimaksud. Lalu ia pun berdiri di belakang bongkahan pantat Nova yang menungging dengan batang zakarnya yang masih tegak mangacung.

"Kamu siap, Nov..?" tanya Arya yang sudah siap dengan penisnya.
"Cepetan doongg.. Arr.. udah nggak tahhaann niichh..!" sahut Nova yang sebentar menoleh ke arah Arya, lalu melanjutkan memainkan lidahnya di vagina Mbak Rani.
"Aacchh.. peellaann.. peellaa.. aann.. Arr..!" desah Nova saat bibir kemaluannya menerima sodokan ujung penis Arya.
Saat penis Arya sudah seluruhnya masuk ke vagian Nova, ia maju mundurkan pinggulnya dengan irama yang stabil. Nova pun mengiringinya dengan memutar-mutar pantatnya. Kedua tangan kekarnya membantu menggerak-gerakkan pinggul Nova.

"Hoohh.. sstt.. teerruu.. uuss.. Aarr.. lebbiihh kerraa.. arrs..!" Mbak Rani sendiri pun ikut-ikutan mendesah.
Kedua tangannya ia gunakan untuk meremas-remas payudara Nova yang masih tetap membungkuk di depannya. Sesekali ia menurunkan badannya untuk menciumi punggung Nova yang mulus itu. Sementara Nova, mendapat serangan dari atas dan bawah itu hanya dapat menahan desahan-desahannya. Karena mulutnya pun sibuk di antara pangkal paha Mbak Rani.

Beberapa menit kemudian, Arya dan Nova sepertinya hendak mencapai puncak orgasmenya. Kulihat Arya yang seolah-olah sudah tidak kuat lagi menahan mani yang mau keluar dari penisnya.
"Noovv.. aakkuu mmauu keelluu.. aarr..!" kata Arya di sela-sela gerakan maju mundur pantatnya.
"Ceeppaatt.. Aarr.. akkuu jjuggaa.. mmauu keelluu.. aarrgghh.. aarrghh.. sstt..!" erang Nova saat mencapai klimak sambil mendongakkan kepalanya.
Melihat itu, Mbak Rani segera menyambutnya dengan ciuman di bibir Nova. Dan bersamaan itu pula, kulihat Arya menekan pinggulnya keras-keras ke pantat Nova.

Setelah beberapa saat, ketiganya terdiam menikmati orgasme mereka masing-masing dengan nafas yang terengah-engah.
"Gila.. kamu Nov. Memek kamu kuat sekali kalau menjepit ya..," puji Arya sambil duduk di sisi ranjang di sebelah Mbak Rani.
Nova hanya tersenyum mendengar kata-kata itu.
"Kalo sama punya Mbak Rani, kuatan mana..?" goda Nova sambil mendekati Arya dan melirik sebentar ke arah Mbak Rani.
"Ah.. apa-apan sih kamu, Nov..?" sahut Mbak Rani dengan sedikit malu.
Lalu ketiganya bercanda sambil berpelukan di sisi ranjang.

"Eh.. Kalian masih kuatkan..?" tiba-tiba Mbak Rani memotong pembicaraan mereka sambil menoleh ke arahku.
Lalu ketiganya pun menoleh ke arahku yang masih menahan nafsu akibat melihat persetubuhan yang baru saja kusaksikan tanpa dapat berbuat apa-apa.
"Kalo bareng-bareng, boleh nggak Ran..?" tanya Arya kepada Mbak Rani.
"Usulan menarik itu.." sahut Nova dengan sambil melirik ke arah penisku yang sudah sedikit mengendor.
"Ok.. kita mulai..!" kata Mbak Rani sambil memberi isyarat kepada Nova dan Arya untuk mencari posisi masing-masing.

Aku masih terbengong-bengong sambil bertanya-tanya, apa yang akan mereka perbuat kepadaku. Lalu kulihat, Nova pindah ke samping kiriku. Sementara Arya di tengah, tepat di antara kedua kakiku yang mengangkang karena ikatan tali itu. Sedangkan Mbak Rani berada di samping kananku. Perlahan mereka mengusap-usap bagian tubuhku. Mulai dari dada, perut, paha sampai ujung kaki. Tidak ada lagi kulitku yang lolos dari belaian-belaian tiga pasang tangan itu. Aku hanya dapat mendesah perlahan menikmati belain-belaian itu sambil memejamkan mataku. Hingga akhirnya, kedua putingku terasa basah dan hangat.

Saat kubuka mataku, aku melihat Mbak Rani dan Nova sudah menempelkan bibirnya di kedua putingku. Dan tidak berapa lama, pahaku pun juga terasa basah. Rupanya Arya pun turut menempelkan bibirnya di tubuhku. Kembali aku memejamkan mataku agar dapat menikmati jilatan-jilatan di tubuhku sepenuhnya. Apalagi dengan posisiku yang telentang pasrah dengan kedua tangan dan kaki terikat. Tiba-tiba aku sedikit tersentak dan mengangkat pinggulku ketika jilatan-jilatan itu kurasakan mengumpul di bawah pusarku. Tepat di selangkanganku.
"Aarrghh.. aacchh.. hhoohh.. sstthh..!" eranganku.

Sejenak mataku kubuka kembali untuk melihat ketiga bibir yang tengah mempermainkan batang kemaluanku. Kulihat Mbak Rani dan Nova saling bergantian mengulum penisku. Sedangkan Arya sibuk mengulum dan melumat habis kedua biji telurku. Sesekali kuangkat pinggulku saat Mbak Rani atau Nova mengulum penisku. Mbar Rani ataupun Nova tahu apa yang kulakukan, mereka justru mengimbanginya dengan mempercepat kulumannya. Saat pantatku kuangkat, aku kembali menerima sensasi yang lain. Karena dengan kuangkat pantatku, Arya justru menggelitik lubang anusku dengan ujung lidahnya.

"Mbak.. dilepas aja talinya, Mbak.." pintaku kepada Mbak Rani.
Mbak Rani yang mendengar kata-kataku bergerak naik perlahan sambil terus menjilati sekujur tubuhku. Saat wajah sayunya tepat berada di dadaku, ia mendongak ke atas, sambil tersenyum penuh rasa kemenangan.
"Pleeaasse.. tolloonngg.. mmbb.." aku merajuknya kembali.
Belum selesai kata-kata yang keluar dari bibirku, bibir Mbak Rani sudah menerkam bibirku. Maka kubalas pula lumatan-lumatan bibirnya. Bibir kami saling memagut dan saling memilin. Mbak Rani pun menggeser tubuhnya ke atas tubuhku. Kurasakan dadaku yang tertindih dengan dada Mbak Rani.

Kekenyalan buah dadanya kurasakan lembut dan hangat di dadaku. Lalu ia menggeserkan pinggulnya ke arah Nova. Nova pun paham dengan kelakuan Mbak Rani itu. Ia segera menjulurkan lidahnya ke arah vagina Mbak Rani yang kembali becek itu. Sedangkan bibir Arya menggantikan bibir Nova untuk mengulum batang kemaluanku. Desahan-desahanku dan Mbak Rani pun hanya tertahan dalam pagutan-pagutan bibir kami. Sementara vagina Mbak Rani dijilati oleh Nova, batang kemaluanku pun dikulum rakus oleh Arya. Sesekali aku tersentak kembali saat lidah Arya bergerak turun ke arah anusku.

Tidak berapa lama Nova memberi pelumas di bibir vagina Mbak Rani dengan air liurnya, Mbak rani sudah tidak tahan lagi.
"Udaacchh.. Novv.. masukin aja kontolnya.. uddaacchhss.. nggaakkgg.. aahhaann.. nicchh..!"
Lalu Nova memegang batang kamaluanku dalam genggamannya dan menuntunnya ke arah vagina Mbak Rani. Dan bless.., kurasakan ada sesuatu yang hangat dan basah menyentuh setiap kulit di kemaluanku.

"Ooouucchh.. yyaacchh.. sshhtt.." terdengar erangan Mbak Rani saat penisku mulai memasuki lubang vaginanya.
Kulihat Mbak Rani hanya mendongakkan kepalanya sambil matanya merem melek sambil menggigit bibir bawahnya sendiri. Lalu perlahan dan pasti, ia naik turunkan pinggulnya dengan dibantu kedua tangan Nova yang membantu memeganginya. Aku pun secara refleks segera menaik-turunkan pinggulku.

"Lepasin talinya doong Mbak.." aku mencoba kembali meminta Mbak Rani saat bibir kami terlepas untuk sejenak menarik nafas.
Ketika kedua tangan Mbak Rani menuju ke arah tali yang mengikat, tiba-tiba Arya melarangnya.
"Nggak usah dilepas dulu, Mbak.. Punyaku juga nggak tahann nicchh.."
Aku terkejut mendengar kata-kata Arya itu. Dalam benakku, apa hubungannya tali yang mengikatku dengan 'punya'-nya Arya. Tapi belum sempat aku berpikir lama, kurasakan sesuatu yang kenyal, basah dan hangat menyentuh ujung kemaluanku.

"Yeaacchh.. terruuss.. Jak.. yang kerraass..!" Mbak rani semakin meracau tidak karuan saat batang kemaluanku mengaduk-aduk dinding dalam vagina Mbak Rani.
"Konnttollmuu.. eennaacckk.. Jaakk.."
Aku pun ikut-ikutan mengerang nikmat. Namun, di tengah-tengah kenikmatan yang kurasakan, aku sedikit tersentak dan kurasakan anusku sedikit perih.
"Aauuwww.. ssaakkiitt.. Aarr..!" jeritku ketika kulihat Arya sudah bersimpuh di antara selangkanganku.

Kedua kakinya ia selipkan di bawah pahaku. Sehingga secara otomatis, pinggulku agak terangkat ke atas. Saat itu, sejenak aku melupakan kenikmatan yang kudapat dari Mbak Rani. Saat itu aku hanya merasakan perih di lubang anusku. Saat kulihat tubuh Arya, ia tengah sibuk dan perlahan-lahan bergerak maju mundur. Rupanya pertanyaan yang tadi sempat terlintas dalam benakku, kini terjawab sudah. Ternyata Arya ingin bermain anal dengan anusku. Dan mungkin, dalam pikirannya, jika tali itu dilepas, aku pasti menolaknya. Mbak Rani pun sempat kaget ketika mendengar jeritanku. Sejenak ia menoleh ke belakang, dan hanya tersenyum. Lalu kembali merundukkan tubuhnya dan meyambar bibirku yang terbuka.

Jeritan-jeritanku pun akhirnya tertahan di mulut Mbak Rani. Kepalaku hanya bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri mendapat perlakuan seperti itu. Antara kenikmatan dari batang penisku yang dicengkeram kuat oleh dinding vagina Mbak Rani dan rasa perih akibat permainan anal dari Arya. Lama-lama kelamaan rasa perih itu berangsur-angsur berkurang, berbaur dengan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh sendi tubuhku. Sedangkan Nova yang sedari tadi hanya membantu pinggul Mbak Rani saat bergerak naik turun, mulai ikut aktif dalam permaianan itu.

Nova segera mendaratkan ciumannya di bibir Arya. Lalu tangan kanannya pindah ke arah pangkal pahanya dan mulai mengocok-kocok vaginanya sendiri. Namun ternyata, Nova kurang puas dengan posisi seperti itu. Akhirnya Nova pun melepaskan ciumannya dan menarik tubuh Mbak Rani yang sudah tengkurap menindih tubuhku. Lalu langsung menyambar bibir Mbak Rani, sementara tangan kanannya tidak ia lepaskan dari vaginanya sendiri. Dengan tangan kanannya, Mbak Rani memeluk pinggang Nova. Nova pun menggeser tubuhnya agar bisa enjoy menikmati ciuman Mbak Rani.

"Novv.. memeecckk.. muu.. ssiinn.. nii Noovv.." aku nekat meminta vagina Nova untuk kujilati meski dengan kata-kata terputus menikmati permainan sehebat itu.
Lalu Nova menggeser pantatnya ke arah wajahku. Dan dalam kedua kaki Nova pun menyilang tepat di atas wajahku. Dan untuk pertama kalinya, aku menjilat-jilat vagina seorang perempuan. Agak asin dan licin saat cairan di bibir vagina Nova menempel di bibirku. Namun tidak berapa lama, aku langsung memiringkan wajahku dan menjerit keras saat kurasakan spermaku hendak muntah dari ujung penisku.

"Yyaanngghh.. kerraass.. Mbaackk.. aackkuu.. mmauu.. kelluuaarrgghh.." dan saat itulah kuangkat pinggulku dengan keras hingga pantat Mbak Rani yang berada di atas pinggulku juga turut terangkat.
Hingga akhirnya, spermaku pun keluar ke dalam vagina Mbak Rani. Sedangkan Mbak Rani ikut mengimbangi gerakanku. Sejenak mereka bertiga diam dalam posisi masing-masing. Penis Arya yang sedang berada di dalam anusku pun kurasakan ikut berhenti sambil meremas-remas pantatku. Mbak Rani pun turut berhenti, meski tanpa melepaskan bibirnya dari bibr Nova. Sedangkan Nova kembali menggesek-gesekkan tangannya di vaginannya sendiri. Rupanya mereka bertiga memberi kesempatan kepadaku untuk menikmati klimaksnya sebuah orgasme.

Namun tidak berapa lama, kulihat Arya segera mengocok kemaluannya dengan frekuensi lebih cepat. Begitu juga dengan Mbak Rani yang semakin mempercepat gerakan naik turunnya pinggangnya. Mungkin khawatir, jika penisku mulai mengendur.
Hingga akhirnya, "Acckkuu.. keelluaarr.. Jaacckk.."
Kurasakan cairan keluar dari vagina Mbak Rani meleleh dan memberikan efek hangat di batang kemaluanku yang masih tersimpan di dalam vagina Mbak Rani.

Mbak Rani lalu melepaskan jepitan vaginanya, kemudian mendekatkan bibirnya ke arah batang kemaluanku. Penisku pun dilumat habis dalam mulut Mbak Rani. Seiring itu pula, Arya kulihat semakin mengejang dengan nafas agak tertahan. Dan saat ia benamkan seluruh batang kemaluannya dalam anusku, saat itulah kurasakan ada cairan hangat menyentuh dinding-dinding anusku. Arya pun mendapatkan puncak orgasmenya. Arya pun mencabut penisnya dari anusku, dan kemudian ikut menjilat-jilat batang kemaluanku, meski kurasakan batang penisku sudah mulai mengendur. Sedangkan Nova masih saja berkutat dengan jari-jari tangannya yang sibuk mengocok vaginanya sendiri.

"Mbak Rani, Arya.., tolongin akuu.. dong.." sambil melentangkan tubuhnya di sampingku dan membuka kedua kakinya.
Bibirnya pun diarahkan ke mulutku. Aku pun membalas ciuman bibir Nova. Sementara itu, Mbak Rani dan Arya sibuk menjilat-jilat vagina Nova. Setelah beberapa saat, Nova melepaskan ciumannya, dan, "Aaarrccgghh.." Nova mengerang saat mencapai orgasmenya. Ia tersenyum puas ke arahku dan memberikan seulas senyum manis kepadaku.
"Gimana sayang..?" tanyanya menggodaku.
"Tadi malam, diajak single nggak mau.." sahut Mbak Rani yang menggeser tubuhnya naik sambil melepaskan tali di kedua tanganku.
Arya pun juga sudah melepaskan ikatan tali di kedua kakiku, lalu menyusul naik ke atas.
"Punya kamu masih sempit, Jak. Masih perawan ya..?" kata Arya sambil bergeser mendekatkan tubuhnya ke tubuhku.

Kini posisi kami berempat saling berhimpitan di atas sebuah ranjang, saling memeluk dan menyilangkan kaki. Aku hanya geleng-geleng kepala dengan peristiwa yang baru saja kualami.
"Kenapa sayang..?" tanya Mbak Rani melihat gelengan kepalaku.
Aku tersenyum mendengar pertanyaan itu. Mbak Rani, Nova dan Arya pun ikut tersenyum melihat tingkahku. Hingga akhirnya kami terlelap dalam tidur dengan masing-masing masih telanjang.

Itulah pengalaman pertamaku melakukan hubungan sex. Pengalaman yang hanya sekali itu kualami. Karena beberapa minggu setelah peristiwa itu, Arya pulang ke daerah asalnya di luar Jawa, karena kuliahnya sudah selesai. Sedangkan Nova, telah menikah. Meskipun katanya masih tinggal di kota ini, tapi aku tidak mendapatkan alamatnya yang jelas. Itu kuketahui saat aku kembali bertandang ke rumah Mbak Rani beberapa minggu kemudian. Sehingga, saat itu aku hanya bercinta dengan Mbak Rani. Single fighter, kata Mbak Rani.

Memang peristiwa itu hanya berlangsung beberapa saat, namun peristiwa itu pula yang telah merenggut keperjakaanku sekaligus 'keperawananku'. Hingga saat ini pun, terkadang aku masih ingin mengulangi pengalaman pertamaku itu. Meski sebenarnya, aku yakin jika suatu saat nanti, aku dapat mengulanginya kembali. Namun, hanya setumpuk pertanyaan yang ada di dalam benakku saat ingin kembali mengulanginya. Kapan, dimana dan dengan siapa?

TAMAT

Nilai Ujian

Dengan langkah ragu-ragu aku mendekati ruang dosen di mana Pak Hr berada.
"Winda..", sebuah suara memanggil.
"Hei Ratna!".
"Ngapain kau cari-cari dosen killer itu?", Ratna itu bertanya heran.
"Tau nih, aku mau minta ujian susulan, sudah dua kali aku minta diundur terus, kenapa ya?".
"Idih jahat banget!".
"Makanya, aku takut nanti di raport merah, mata kuliah dia kan penting!, tauk nih, bentar ya aku masuk dulu!".
"He-eh deh, sampai nanti!" Ratna berlalu.

Dengan memberanikan diri aku mengetuk pintu.
"Masuk..!", Sebuah suara yang amat ditakutinya menyilakannya masuk.
"Selamat siang pak!".
"Selamat siang, kamu siapa?", tanyanya tanpa meninggalkan pekerjaan yang sedang dikerjakannya.
"Saya Winda..!".
"Aku..? Oh, yang mau minta ujian lagi itu ya?".
"Iya benar pak."
"Saya tidak ada waktu, nanti hari Mminggu saja kamu datang ke rumah saya, ini kartu nama saya", Katanya acuh tak acuh sambil menyerahkan kartu namanya.
"Ada lagi?" tanya dosen itu.
"Tidak pak, selamat siang!"
"Selamat siang!".

Dengan lemas aku beranjak keluar dari ruangan itu. Kesal sekali rasanya, sudah belajar sampai larut malam, sampai di sini harus kembali lagi hari Minggu, huh!
Mungkin hanya akulah yang hari Minggu masih berjalan sambil membawa tas hendak kuliah. Hari ini aku harus memenuhi ujian susulan di rumah Pak Hr, dosen berengsek itu.

Rumah Pak Hr terletak di sebuah perumahan elite, di atas sebuah bukit, agak jauh dari rumah-rumah lainnya. Belum sempat memijit Bel pintu sudah terbuka, Seraut wajah yang sudah mulai tua tetapi tetap segar muncul.
"Ehh..! Winda, ayo masuk!", sapa orang itu yang tak lain adalah Pak Hr sendiri.
"Permisi pak! Ibu mana?", tanyaku berbasa-basi.
"Ibu sedang pergi dengan anak-anak ke rumah neneknya!", sahut Pak Hr ramah.
"Sebentar ya..", katanya lagi sambil masuk ke dalam ruangan.
Tumben tidak sepeti biasanya ketika mengajar di kelas, dosen ini terkenal paling killer.

Rumah Pak Hr tertata rapi. Dinding ruang tamunya bercat putih. Di sudut ruangan terdapat seperangkat lemari kaca temapat tersimpan berbagai barang hiasan porselin. Di tengahnya ada hamparan permadani berbulu, dan kursi sofa kelas satu.
"Gimana sudah siap?", tanya Pak Hr mengejutkan aku dari lamunannya.
"Eh sudah pak!"
"Sebenarnya.., sebenarnya Winda tidak perlu mengikuti ulang susulan kalau.., kalau..!"
"Kalau apa pak?", aku bertanya tak mengerti. Belum habis bicaranya, Pak Hr sudah menuburuk tubuhku.
"Pak.., apa-apaan ini?", tanyaku kaget sambil meronta mencoba melepaskan diri.
"Jangan berpura-pura Winda sayang, aku membutuhkannya dan kau membutuhkan nilai bukan, kau akan kululuskan asalkan mau melayani aku!", sahut lelaki itu sambil berusaha menciumi bibirku.

Serentak Bulu kudukku berdiri. Geli, jijik.., namun detah dari mana asalnya perasaan hasrat menggebu-gebu juga kembali menyerangku. Ingin rasanya membiarkan lelaki tua ini berlaku semaunya atas diriku. Harus kuakui memang, walaupun dia lebih pantas jadi bapakku, namun sebenarnya lelaki tua ini sering membuatku berdebar-debar juga kalau sedang mengajar. Tapi aku tetap berusaha meronta-ronta, untuk menaikkan harga diriku di mata Pak Hr.
"Lepaskan.., Pak jangan hhmmppff..!", kata-kataku tidak terselesaikan karena terburu bibirku tersumbat mulut Pak Hr.

Aku meronta dan berhasil melepaskan diri. Aku bangkit dan berlari menghindar. Namun entah mengapa aku justru berlari masuk ke sebuah kamar tidur. Kurapatkan tubuhku di sudut ruangan sambil mengatur kembali nafasku yang terengah-engah, entah mengapa birahiku sedemikian cepat naik. Seluruh wajahku terasa panas, kedua kakikupun terasa gemetar.

Pak Hr seperti diberi kesempatan emas. Ia berjalan memasuki kamar dan mengunci pintunya. Lalu dengan perlahan ia mendekatiku. Tubuhku bergetar hebat manakala lelaki tua itu mengulurkan tangannya untuk merengkuh diriku. Dengan sekali tarik aku jatuh ke pelukan Pak Hr, bibirku segera tersumbat bibir laki-laki tua itu. Terasa lidahnya yang kasap bermain menyapu telak di dalam mulutku. Perasaanku bercampur aduk jadi satu, benci, jijik bercampur dengan rasa ingin dicumbui yang semakin kuat hingga akhirnya akupun merasa sudah kepalang basah, hati kecilku juga menginginkannya. Terbayang olehku saat-saat aku dicumbui seperti itu oleh Aldy, entah sedang di mana dia sekarang. aku tidak menolak lagi. bahkan kini malah membalas dengan hangat.

Merasa mendapat angin kini tangan Pak Hr bahkan makin berani menelusup di balik blouse yang aku pakai, tidak berhenti di situ, terus menelup ke balik beha yang aku pakai.

Jantungku berdegup kencang ketika tangan laki-laki itu meremas-remas gundukan daging kenyal yang ada di dadaku dengan gemas. Terasa benar, telapak tangannya yang kasap di permukaan buah dadaku, ditingkahi dengan jari-jarinya yang nakal mepermainkan puting susuku. Gemas sekali nampaknya dia. Tangannya makin lama makin kasar bergerak di dadaku ke kanan dan ke kiri.

Setelah puas, dengan tidak sabaran tangannya mulai melucuti pakaian yang aku pakai satu demi satu hingga berceceran di lantai. Hingga akhirnya aku hanya memakai secarik G-string saja. Bergegas pula Pak Hr melucuti kaos oblong dan sarungnya. Di baliknya menyembul batang penis laki-laki itu yang telah menegang, sebesar lengan Bayi.

Tak terasa aku menjerit ngeri, aku belum pernah melihat alat vital lelaki sebesar itu. Aku sedikit ngeri. Bisa jebol milikku dimasuki benda itu. Namun aku tak dapat menyembunyikan kekagumanku. Seolah ada pesona tersendiri hingga pandangan mataku terus tertuju ke benda itu. Pak Hr berjalan mendekatiku, tangannya meraih kunciran rambutku dan menariknya hingga ikatannya lepas dan rambutku bebas tergerai sampai ke punggung.
"Kau Cantik sekali Winda..", gumam Pak Hr mengagumi kecantikanku.
Aku hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar pujian itu.

Dengan lembut Pak Hr mendorong tubuhku sampai terduduk di pinggir kasur. Lalu ia menarik G-string, kain terakhir yang menutupi tubuhku dan dibuangnya ke lantai. Kini kami berdua telah telanjang bulat. Tanpa melepaskan kedua belah kakiku, bahkan dengan gemas ia mementangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerah di sekitar selangkanganku. Nafas laki-laki itu demikian memburu.

Tak lama kemudian Pak membenamkan kepalanya di situ. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kemaluanku yang tertutup rambut lebat itu. Aku memejamkan mata, oohh, indahnya, aku sungguh menikmatinya, sampai-sampai tubuhku dibuat menggelinjang-gelinjang kegelian.
"Pak..!", rintihku memelas.
"Pak.., aku tak tahan lagi..!", aku memelas sambil menggigit bibir. Sungguh aku tak tahan lagi mengalamai siksaan birahi yang dilancarkan Pak Hr. Namun rupanya lelaki tua itu tidak peduli, bahkan senang melihat aku dalam keadaan demikian. Ini terlihat dari gerakan tangannya yang kini bahkan terjulur ke atas meremas-remas payudaraku, tetapi tidak menyudahi perbuatannya. Padahal aku sudah kewalahan dan telah sangat basah kuyup.

"Paakk.., aakkhh..!", aku mengerang keras, kakinya menjepit kepala Pak Hr melampiaskan derita birahiku, kujambak rambut Pak Hr keras-keras. Kini aku tak peduli lagi bahwa lelaki itu adalah dosen yang aku hormati. Sungguh lihai laki-laki ini membangkitkan gairahku. aku yakin dengan nafsunya yang sebesar itu dia tentu sangat berpengalaman dalam hal ini, bahkan sangat mungkin sudah puluhan atau ratusan mahasiswi yang sudah digaulinya. Tapi apa peduliku?

Tiba-tiba Pak Hr melepaskan diri, lalu ia berdiri di depanku yang masih terduduk di tepi ranjang dengan bagian bawah perutnya persis berada di depan wajahku. aku sudah tahu apa yang dia mau, namun tanpa sempat melakukannya sendiri, tangannya telah meraih kepalaku untuk dibawa mendekati kejantanannya yang aduh mak.., Sungguh besar itu.

Tanpa melawan sama sekali aku membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu kukulum sekalian alat vital Pak Hr ke dalam mulutku hingga membuat lelaki itu melek merem keenakan. Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit batangnya saja ke dalam mulutku. Itupun sudah terasa penuh. Aku hampir sesak nafas dibuatnya. Aku pun bekerja keras, menghisap, mengulum serta mempermainkan batang itu keluar masuk ke dalam mulutku. Terasa benar kepala itu bergetar hebat setiap kali lidahku menyapu kepalanya.

Beberapa saat kemudian Pak Hr melepaskan diri, ia membaringkan aku di tempat tidur dan menyusul berbaring di sisiku, kaki kiriku diangkat disilangkan di pinggangnya. Lalu Ia berusaha memasuki tubuhku belakang. Ketika itu pula kepala penis Pak Hr yang besar itu menggesek clitoris di liang senggamaku hingga aku merintih kenikmatan. Ia terus berusaha menekankan miliknya ke dalam milikku yang memang sudah sangat basah. Pelahan-lahan benda itu meluncur masuk ke dalam milikku.

Dan ketika dengan kasar dia tiba-tiba menekankan miliknya seluruhnya amblas ke dalam diriku aku tak kuasa menahan diri untuk tidak memekik. Perasaan luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diriku, hingga badanku mengejang beberapa detik.

Pak Hr cukup mengerti keadaan diriku, ketika dia selesai masuk seluruhnya dia memberi kesempatan padaku untuk menguasai diri beberapa saat. Sebelum kemudian dia mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan kemudian makin lama makin cepat.

Aku sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap Pak Hr menggerakkan tubuhnya, gesekan demi gesekan di dinding dalam liang senggamaku sungguh membuatku lupa ingatan. Pak Hr menyetubuhi aku dengan cara itu. Sementara bibirnya tak hentinya melumat bibir, tengkuk dan leherku, tangannya selalu meremas-remas payudaraku. Aku dapat merasakan puting susuku mulai mengeras, runcing dan kaku.

Aku bisa melihat bagaimana batang penis lelaki itu keluar masuk ke dalam liang kemaluanku. Aku selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk ke dalam. Milikku hampir tidak dapat menampung ukuran Pak Hr yang super itu, dan ini makin membuat Pak Hr tergila-gila.

Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian Pak Hr membalik tubuhku hingga menungging di hadapannya. Ia ingin pakai doggy style rupanya. Tangan lelaki itu kini lebih leluasa meremas-remas kedua belah payudara aku yang kini menggantung berat ke bawah. Sebagai seorang wanita aku memiliki daya tahan alami dalam bersetubuh. Tapi bahkan kini aku kewalahan menghadapi Pak Hr. Laki-laki itu benar-benar luar biasa tenaganya. Sudah hampir setengah jam ia bertahan. Aku yang kini duduk mengangkangi tubuhnya hampir kehabisan nafas.

Kupacu terus goyangan pinggulku, karena aku merasa sebentar lagi aku akan memperolehnya. Terus.., terus.., aku tak peduli lagi dengan gerakanku yang brutal ataupun suaraku yang kadang-kadang memekik menahan rasa luar biasa itu. Dan ketika klimaks itu sampai, aku tak peduli lagi.., aku memekik keras sambil menjambak rambutnya. Dunia serasa berputar. Sekujur tubuhku mengejang. Sungguh hebat rasa yang kurasakan kali ini. Sungguh ironi memang, aku mendapatkan kenikmatan seperti ini bukan dengan orang yang aku sukai. Tapi masa bodohlah.

Berkali-kali kuusap keringat yang membasahi dahiku. Pak Hr kemudian kembali mengambil inisiatif. kini gantian Pak Hr yang menindihi tubuhku. Ia memacu keras untuk mencapai klimaks. Desah nafasnya mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goyangan pinggulnya pun semakin cepat dan kasar. Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur tubuhnya dan tubuhku. Sementara kami terus berpacu. Sungguh hebat laki-laki ini. Walaupun sudah berumur tapi masih bertahan segitu lama. Bahkan mengalahkan semua cowok-cowok yang pernah tidur denganku, walaupun mereka rata-rata sebaya denganku.

Namun beberapa saat kemudian, Pak Hr mulai menggeram sambil mengeretakkan giginya. Tubuh lelaki tua itu bergetar hebat di atas tubuhku. Penisnya menyemburkan cairan kental yang hangat ke dalam liang kemaluanku dengan derasnya.

Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan kami memisahkan diri. Kami terbaring kelelahan di atas kasur itu. Nafasku yang tinggal satu-satu bercampur dengan bunyi nafasnya yang berat. Kami masing-masing terdiam mengumpulkan tenaga kami yang sudah tercerai berai.

Aku sendiri terpejam sambil mencoba merasakan kenikmatan yang baru saja aku alami di sekujur tubuhku ini. Terasa benar ada cairan kental yang hangat perlahan-lahan meluncur masuk ke dalam liang vaginaku. Hangat dan sedikit gatal menggelitik.

Bagian bawah tubuhku itu terasa benar-benar banjir, basah kuyub. Aku menggerakkan tanganku untuk menyeka bibir bawahku itu dan tanganku pun langsung dipenuhi dengan cairan kental berwarna putih susu yang berlepotan di sana.

"Bukan main Winda, ternyata kau pun seperti kuda liar!" kata Pak Hr penuh kepuasan. Aku yang berbaring menelungkup di atas kasur hanya tersenyum lemah. aku sungguh sangat kelelahan, kupejamkan mataku untuk sejenak beristirahat. Persetan dengan tubuhku yang masih telanjang bulat.

Pak Hr kemudian bangkit berdiri, ia menyulut sebatang rokok. Lalu lelaki tua itu mulai mengenakan kembali pakaiannya. Aku pun dengan malas bangkit dan mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di lantai.
Sambil berpakaian ia bertanya, "Bagaimana dengan ujian saya pak?".
"Minggu depan kamu dapat mengambil hasilnya", sahut laki-laki itu pendek.
"Kenapa tidak besok pagi saja?", protes aku tak puas.
"Aku masih ingin bertemu kamu, selama seminggu ini aku minta agar kau tidak tidur dengan lelaki lain kecuali aku!", jawab Pak Hr.

Aku sedikit terkejut dengan jawabannya itu. Tapi akupun segera dapat menguasai keadaanku. Rupanya dia belum puas dengan pelayanan habis-habisanku barusan.
"Aku tidak bisa janji!", sahutku seenaknya sambil bangkit berdiri dan keluar dari kamar mencari kamar mandi. Pak Hr hanya mampu terbengong mendengar jawabanku yang seenaknya itu.

Aku sedang berjalan santai meninggalkan rumah Pak Hr, ini pertemuanku yang ketiga dengan laki-laki itu demi menebus nilai ujianku yang selalu jeblok jika ujian dengan dia. Mungkin malah sengaja dibuat jeblok biar dia bisa main denganku. Dasar.., namun harus kuakui, dia laki-laki hebat, daya tahannya sungguh luar biasa jika dibandingkan dengan usianya yang hapir mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi hingga sore hari ini dia masih sanggup menggarapku tiga kali, sekali di ruang tengah begitu aku datang, dan dua kali di kamar tidur. Aku sempat terlelap sesudahnya beberapa jam sebelum membersihkan diri dan pulang. Berutung kali ini, aku bisa memaksanya menandatangani berkas ujian susulanku.

"Masih ada mata kuliah Pengantar Berorganisasi dan Kepemimpinan", katanya sambil membubuhkan nilai A di berkas ujianku.
"Selama bapak masih bisa memberiku nilai A", kataku pendek.
"Segeralah mendaftar, kuliah akan dimulai minggu depan!".
"Terima kasih pak!" kataku sambil tak lupa memberikan senyum semanis mungkin.

"Winda!" teriakan seseorang mengejutkan lamunanku. Aku menoleh ke arah sumber suara tadi yang aku perkirakan berasal dari dalam mobil yang berjalan perlahan menghampiriku. Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah yang sangat aku benci muncul dari balik pintu Mitsubishi Galant keluaran tahun terakhir itu.
"Masuklah Winda..".
"Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan sendiri koq!", Aku masih mencoba menolak dengan halus.
"Ayolah, masa kau tega menolak ajakanku, padahal dengan Pak Hr saja kau mau!".

Aku tertegun sesaat, Bagai disambar petir di siang bolong.
"Da.., Darimana kau tahu?".
"Nah, jadi benar kan.., padahal aku tadi hanya menduga-duga!"
"Sialan!", Aku mengumpat di dalam hati, harusnya tadi aku bersikap lebih tenang, aku memang selalu nervous kalau ketemu cowok satu ini, rasanya ingin buru-buru pergi dari hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya yang memang seram itu.

Seperti tipikal orang Indonesia bagian daerah paling timur, cowok ini hitam tinggi besar dengan postur sedikit gemuk, janggut dan cambang yang tidak pernah dirapikan dengan rambut keritingnya yang dipelihara panjang ditambah dengan caranya memakai kemeja yang tidak pernah dikancingkan dengan benar sehingga memamerkan dadanya yang penuh bulu. Dengan asesoris kalung, gelang dan cincin emas, arloji rolex yang dihiasi berlian.., cukup menunjukkan bahwa dia ini orang yang memang punya duit. Namun, aku menjadi muak dengan penampilan seperti itu.

Dino memang salah satu jawara di kampus, anak buahnya banyak dan dengan kekuatan uang serta gaya jawara seperti itu membuat dia menjadi salah satu momok yang paling menakutkan di lingkungan kampus. Dia itu mahasiswa lama, dan mungkin bahkan tidak pernah lulus, namun tidak ada orang yang berani mengusik keberadaannya di kamus, bahkan dari kalangan akademik sekalipun.
"Gimana? Masih tidak mau masuk?", tanya dia setengah mendesak.

Aku tertegun sesaat, belum mau masuk. Aku memang sangat tidak menyukai laki-laki ini, Tetapi kelihatannya aku tidak punya pilihan lain, bisa-bisa semua orang tahu apa yang kuperbuat dengan Pak Hr, dan aku sungguh-sungguh ingin menjaga rahasia ini, terutama terhadap Erwin, tunanganku. Namun saat ini aku benar benar terdesak dan ingin segera membiarkan masalah ini berlalu dariku. Makanya tanpa pikir panjang aku mengiyakan saja ajakannya.

Dino tertawa penuh kemenangan, ia lalu berbicara dengan orang yang berada di sebelahnya supaya berpindah ke jok belakang. Aku membanting pantatku ke kursi mobil depan, dan pemuda itu langsung menancap gas. Sambil nyengir kuda. Kesenangan.
"Ke mana kita?", tanyaku hambar.
"Lho? Mestinya aku yang harus tanya, kau mau ke mana?", tanya Dino pura-pura heran.
"Sudahlah Dino, tak usah berpura-pura lagi, kau mau apa?", Suaraku sudah sedemikian pasrahnya. Aku sudah tidak mau berpikir panjang lagi untuk meminta dia menutup-nutupi perbuatanku. Orang yang duduk di belakangku tertawa.
"Rupanya dia cukup mengerti apa kemauanmu Dino!", Dia berkomentar.
"Ah, diam kau Maki!" Rupanya orang itu namanya Maki, orang dengan penampilan hampir mirip dengan Dino kecuali rambutnya yang dipotong crew-cut.
"Bagaimana kalau ke rumahku saja? Aku sangat merindukanmu Winda!", pancing Dino.
"Sesukamulah..!", Aku tahu benar memang itu yang diinginkannya.
Dino tertawa penuh kemenangan.

Ia melarikan mobilnya makin kencang ke arah sebuah kompleks perumahan. Lalu mobil yang ditumpangi mereka memasuki pekarangan sebuah rumah yang cukup besar. Di pekarangan itu sudah ada 2 buah mobil lain, satu Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota Great Corolla namun keduanya kelihatan diparkir sekenanya tak beraturan.

Interior depan rumah itu sederhana saja. Cuma satu stel sofa, sebuah rak perabotan pecah belah. Tak lebih. Dindingnya polos. Demikian juga tempok ruang tengah. Terasa betapa luas dan kosongnya ruangan tengah itu, meski sebuah bar dengan rak minuman beraneka ragam terdapat di sudut ruangan, menghadap ke taman samping. Sebuah stereo set terpasang di ujung bar. Tampaknya baru saja dimatikan dengan tergesa-gesa. Pitanya sebagian tergantung keluar.

Dari pintu samping kemudian muncul empat orang pemuda dan seorang gadis, yang jelas-jelas masih menggunakan seragam SMU. Mereka semua mengeluarkan suara setengah berbisik. Keempat orang laki-laki itu, tiga orang sepertinya sesuku dengan Dino atau sebangsanya, sedangkan yang satu lagi seperti bule dengan rambutnya yang gondrong. Sementara si gadis berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang hitam lurus dan panjang tergerai sampai ke pinggang, ia memakai bandana lebar di kepalanya dengan poni tebal menutupi dahinya. Wajahnya yang oval dan bermata sipit menandakan bahwa ia keturunan Cina atau sebangsanya. Harus kuakui dia memang cantik, seperti bintang film drama Mandarin. Berbeda dengan penampilan ketiga laki-laki itu, gadis ini kelihatannya bukan merupakan gerombolan mereka, dilihat dari tampangnya yang masih lugu. Ia masih mengenakan seragam sebuah sekolah Katolik yang langsung bisa aku kenali karena memang khas. Namun entah mengapa dia bisa bergaul dengan orang-orang ini.

Dino bertepuk tangan. Kemudian memperkenalkan diriku dengan mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal orang sebangsa Dino, Tito berbadan tambun dan yang bule namanya Marchell, sementara gadis SMU itu bernama Shelly. Mereka semua yang laki-laki memandang diriku dengan mata "lapar" membuat aku tanpa sadar menyilangkan tangan di depan dadaku, seolah-olah mereka bisa melihat tubuhku di balik pakaian yang aku kenakan ini.

Tampak tak sabaran Dino menarik diriku ke loteng. Langsung menuju sebuah kamar yang ada di ujung. Kamar itu tidak berdaun pintu, sebenarnya lebih tepat disebut ruang penyangga antara teras dengan kamar-kamar yang lain Sebab di salah satu ujungnya merupakan pintu tembusan ke ruang lain.

Di sana ada sebuah kasur yang terhampar begitu saja di lantai kamar. Dengan sprei yang sudah acak-acakan. Di sudut terdapat dua buah kursi sofa besar dan sebuah meja kaca yang mungil. Di bawahnya berserakan majalah-majalah yang cover depannya saja bisa membuat orang merinding. Bergambar perempuan-perempuan telanjang.

Aku sadar bahkan sangat sadar, apa yang dimaui Dino di kamar ini. Aku beranjak ke jendela. Menutup gordynnya hingga ruangan itu kelihatan sedikit gelap. Namun tak lama, karena kemudian Dino menyalakan lampu. Aku berputar membelakangi Dino, dan mulai melucuti pakaian yang aku kenakan. Dari blouse, kemudian rok bawahanku kubiarkan meluncur bebas ke mata kakiku. Kemudian aku memutar balik badanku berbalik menghadap Dino.

Betapa terkejutnya aku ketika aku berbalik, ternyata di hadapanku kini tidak hanya ada Dino, namun Maki juga sedang berdiri di situ sambil cengengesan. Dengan gerakan reflek, aku menyambar blouseku untuk menutupi tubuhku yang setengah telanjang. Melihat keterkejutanku, kedua laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak.
"Ayolah Winda, Toh engkau juga sudah sering memperlihatkan tubuh telanjangmu kepada beberapa laki-laki lain?".
"Kurang ajar kau Dino!" Aku mengumpat sekenanya.
Wajah laki-laki itu berubah seketika, dari tertawa terbahak-bahak menjadi serius, sangat serius. Dengan tatapan yang sangat tajam dia berujar, "Apakah engkau punya pilihan lain? Ayolah, lakukan saja dan sesudah selesai kita boleh melupakan kejadian ini."

Aku tertegun, melayani dua orang sekaligus belum pernah aku lakukan sebelumnya. Apalagi orang-orang yang bertampang seram seperti ini. Tapi seperti yang dia bilang, aku tak punya pilihan lain. Seribu satu pertimbangan berkecamuk di kepalaku hingga membuat aku pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai gemetaran, terasa sekali lututku lemas sepertinya aku sudah kehabisan tenaga karena digilir mereka berdua, padahal mereka sama sekali belum memulainya.

Akhirnya, dengan sangat berat aku menggerakkan kedua tangan ke arah punggungku di mana aku bisa meraih kaitan BH yang aku pakai. Baju yang tadi aku pakai untuk menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya terjatuh ke lantai. Dengan sekali sentakan halus BH-ku telah terlepas dan meluncur bebas dan sebelum terjatuh ke lantai kulemparkan benda itu ke arah Dino yang kemudian ditangkapnya dengan tangkas. Ia mencium bagian dalam mangkuk bra-ku dengan penuh perasaan.
"Harum!", katanya.

Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu dari benda itu, dan ketika ditemukannya ia berhenti.
"36B!", katanya pendek.
Rupanya ia pingin tahu berapa ukuran dadaku ini.
"BH-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi isinya!", katanya seraya memberikan BH itu kepada Maki sehingga laki-laki itu juga ikut-ikutan menciumi benda itu. Namun demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan payudaraku yang kini tidak tertutup apa-apa lagi.

Aku kini hanya berdiri menunggu, dan tanpa diminta Dino melangkah mendekatiku. Ia meraih kepalaku. Tangannya meraih kunciran rambut dan melepaskannya hingga rambutku kini tergerai bebas sampai ke punggung.
"Nah, dengan begini kau kelihatan lebih cantik!"

Ia terus berjalan memutari tubuhku dan memelukku dari belakang. Ia sibakkan rambutku dan memindahkannya ke depan lewat pundak sebelah kiriku, sehingga bagian punggung sampai ke tengkukku bebas tanpa penghalang. Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke tengkuk belakangku. Lidahnya menjelajah di sekitar leher, tengkuk kemudian naik ke kuping dan menggelitik di sana. Kedua belah tangannya yang kekar dan berbulu yang tadi memeluk pinggangku kini mulai merayap naik dan mulai meremas-remas kedua belah payudaraku dengan gemas. Aku masih menanggapinya dengan dingin dengan tidak bereaksi sama sekali selain memejamkan mataku.

Dino rupanya tidak begitu suka aku bersikap pasif, dengan kasar ia menarik wajahku hingga bibirnya bisa melumat bibirku. Aku hanya berdiam diri saja tak memberikan reaksi. Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha masuk ke dalam mulutku, dan ketika berhasil lidahnya bergerak bebas menjilati lidahku hingga secara tak sengaja lidahkupun meronta-ronta.

Sambil memejamkan mata aku mencoba untuk menikmati perasaan itu dengan utuh. Tak ada gunanya aku menolak, hal itu akan membuatku lebih menderita lagi. Dengan kuluman lidah seperti itu, ditingkahi dengan remasan-remasan telapak tangannya di payudaraku sambil sekali-sekali ibu jari dan telunjuknya memilin-milin puting susuku, pertahananku akhirnya bobol juga. Memang, aku sudah sangat terbiasa dan sangat terbuai dengan permaian seperti ini hingga dengan mudahnya Dino mulai membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aku mulai memberanikan menggerakkan tangan meremas kepala Dino yang berada di belakangku. Sementara dengan ekor mataku aku melihat Maki beranjak berjalan menuju sofa dan duduk di sana, sambil pandangan matanya tidak pernah lepas dari kami berdua.

Mungkin karena merasa sudah menguasai diriku, ciuman Dino terus merambat turun ke leherku, menghisapnya hingga aku menggelinjang. Lalu merosot lagi menelusup di balik ketiak dan merayap ke depan sampai akhirnya hinggap di salah satu pucuk bukit di dadaku, Dengan satu remasan yang gemas hingga membuat puting susuku melejit Dino untuk mengulumnya. Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu bergerak memutari seluruh daerah puting susuku sebelum mulutnya mengenyot habis puting susuku itu. Ia menghisapnya dengan gemas sampai pipinya kempot.

Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan disengat listrik, terasa geli yang luar biasa bercampur sedikit nyeri di bagian itu. Aku menggelinjang, melenguh apalagi ketika puting susuku digigit-gigit perlahan oleh Dino. Buah anggur yang ranum itu dipermainkan pula dengan lidah Dino yang kasap. Dipilin-pilinnya kesana kemari. Dikecupinya, dan disedotnya kuat-kuat sampai putingnya menempel pada telaknya. Aku merintih. Tanganku refleks meremas dan menarik kepalanya sehingga semakin membenam di kedua gunung kembarku yang putih dan padat. Aku sungguh tak tahu mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa aku justeru tenggelam dalam permaianan itu? Semula aku hanya merasa terpaksa demi menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi kemudian nyatanya, permainan yang Dino mainkan begitu dalam. Dan aneh sekali, Tanpa sadar aku mulai mengikuti permainan yang dipimpin dengan cemerlang oleh Dino.
"Winda..", "Ya?", "Kau suka aku perlakukan seperti ini?". Aku hanya mengangguk. Dan memejamkan matanya. membiarkan payudaraku terus diremas-remas dan puting susunya dipilin perlahan. Aku menggeliat, merasakan nikmat yang luar biasa. Puting susu yang mungil itu hanya sebentar saja sudah berubah membengkak, keras dan mencuat semakin runcing.

"Hss.., ah!", Aku mendesah saat merasakan jari-jari tangan lelaki itu mulai menyusup ke balik celana dalamku dan merayap mencari liang yang ada di selangkanganku. Dan ketika menemukannya Jari-jari tangan itu mula-mula mengusap-usap permukaannya, terus mengusap-usap dan ketika sudah terasa basah jarinya mulai merayap masuk untuk kemudian menyentuh dinding-dinding dalam liang itu.

Dalam posisi masih berdiri berhadapan, sambil terus mencumbui payudaraku, Dino meneruskan aksinya di dalam liang gelap yang sudah basah itu. Makin lama makin dalam. Aku sendiri semakin menggelinjang tak karuan, kedua buah jari yang ada di dalam liang vaginaku itu bergerak-gerak dengan liar. Bahkan kadang-kadang mencoba merenggangkan liang vaginaku hingga menganga. Dan yang membuat aku tambah gila, ia menggerak-gerakkan jarinya keluar masuk ke dalam liang vaginaku seolah-olah sedang menyetubuhiku. Aku tak kuasa untuk menahan diri.

"Ngghh..!", mulutku mulai meracau. Aku sungguh kewalahan dibuatnya hingga lututku terasa lemas hingga akhirnya akupun tak kuasa menahan tubuhku hingga merosot bersimpuh di lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku yang terengah-engah. Aku sungguh tidak memperhatikan lagi yang kutahu kini tiba-tiba saja Dino telah berdiri telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang tinggi besar, hitam dan penuh bulu itu dengan angkuhnya berdiri mengangkang persis di depanku sehingga wajahku persis menghadap ke bagian selangkangannya. Disitu, aku melihat batang kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya. Besar panjang kehitaman dengan bulu hitam yang lebat di daerah pangkalnya.

Dengan sekali rengkuh, ia meraih kepalaku untuk ditarik mendekati daerah di bawah perutnya itu. Aku tahu apa yang dimauinya, bahkan sangat tahu ini adalah perbuatan yang sangat disukai para lelaki. Di mana ketika aku melakukan oral seks terhadap kelaminnya.

Maka, dengan kepalang basah, kulakukan apa yang harus kulakukan. Benda itu telah masuk ke dalam mulutku dan menjadi permainan lidahku yang berputar mengitari ujung kepalanya yang bagaikan sebuah topi baja itu. Lalu berhenti ketika menemukan lubang yang berada persis di ujungnya. Lalu dengan segala kemampuanku aku mulai mengelomoh batang itu sambil kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat sehingga pemiliknya bergetar hebat menahan rasa yang tak tertahankan.

Pada saat itu aku sempat melirik ke arah sofa di mana Maki berada, dan ternyata laki-laki ini sudah mulai terbawa nafsu menyaksikan perbuatan kami berdua. Buktinya, ia telah mengeluarkan batang kejantanannya dan mengocoknya naik turun sambil berkali-kali menelan ludah. Konsentrasiku buyar ketika Dino menarik kepalaku hingga menjauh dari selangkangannya. Ia lalu menarik tubuhku hingga telentang di atas kasur yang terhampar di situ. Lalu dengan cepat ia melucuti celana dalamku dan dibuangnya jauh-jauh seakan-akan ia takut aku akan memakainya kembali.

Untuk beberapa detik mata Dino nanar memandang bagian bawah tubuhku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi. Si Makipun sampai berdiri mendekat ke arah kami berdua seakan ia tidak puas memandang kami dari kejauhan.

Namun beberapa detik kemudian, Dino mulai merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir vaginaku yang sudah sangat basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga aku menggelinjang dan memejamkan mata.

Sedetik kemudian, aku merasakan ada benda lonjong yang mulai menyeruak ke dalam liang vaginaku. Aku menahan nafas ketika terasa ada benda asing mulai menyeruak di situ. Seperti biasanya, aku tak kuasa untuk menahan jeritanku pada saat pertama kali ada kejantanan laki-laki menyeruak masuk ke dalam liang vaginaku.

Dengan perlahan namun pasti, kejantanan Dino meluncur masuk semakin dalam. Dan ketika sudah masuk setengahnya ia bahkan memasukkan sisanya dengan satu sentakan kasar hingga aku benar-benar berteriak karena terasa nyeri. Dan setelah itu, tanpa memberiku kesempatan untuk membiasakan diri dulu, Dino sudah bergoyang mencari kepuasannya sendiri.

Dino menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar menghunjam-hunjam ke dalam tubuhku hingga aku memekik keras setiap kali kejantanan Dino menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur nikmat yang tak terkira. Ada sensasi aneh yang baru pertama kali kurasakan di mana di sela-sela rasa ngilu itu aku juga merasakan rasa nikmat yang tak terkira. Namun aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi hingga aku sampai menangis menggebu-gebu, sakit keluhku setiap kali Dino menghunjam, tapi aku semakin mempererat pelukanku, Pedih, tapi aku juga tak bersedia Dino menyudahi perlakuannya terhadap diriku.

Aku semakin merintih. Air mataku meleleh keluar. kami terus bergulat dalam posisi demikian. Sampai tiba-tiba ada rasa nikmat yang luar biasa di sekujur tubuhku. Aku telah orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang yang aku benci. Tubuhku mengejang selama beberapa puluh detik. Sebelum melemas. Namun Dino rupanya belum selesai. Ia kini membalikkan tubuhku hingga kini aku bertumpu pada kedua telapak tangan dan kedua lututku. Ia ingin meneruskannya dengan doggy style. Aku hanya pasrah saja.

Kini ia menyetubuhiku dari belakang. Tangannya kini dengan leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudaraku yang menggelantung berat ke bawah. Kini Dino bahkan lebih memperhebat serangannya. Ia bisa dengan leluasa menggoyangkan tubuhnya dengan cepat dan semakin kasar.

Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah duduk mengangkang di depanku. Laki-laki ini juga telah telanjang bulat. Ia menyodorkan batang penisnya ke dalam mulutku, tangannya meraih kepalaku dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulutku.

Kini aku melayani dua orang sekaligus. Dino yang sedang menyetubuhiku dari belakang. Dan Maki yang sedang memaksaku melakukan oral seks terhadap dirinya. Dino kadang-kadang malah menyorongkan kepalanya ke depan untuk menikmati payudaraku. Aku mengerang pelan setiap kali ia menghisap puting susuku. Dengan dua orang yang mengeroyokku aku sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Malahan aku merasa sangat terangsang dengan posisi seperti ini.

Mereka menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan penis pada tubuh mereka yang berada di arah lainnya semakin menghunjam. Kadang-kadang aku hampir tersedak. Maki yang tampaknya mengerti kesulitanku mengalah dan hanya diam saja. Dino yang mengatur segala gerakan.

Perlahan-lahan kenikmatan yang tidak terlukiskan menjalar di sekujur tubuhku. Perasaan tidak berdaya saat bermain seks ternyata mengakibatkan diriku melambung di luar batas yang pernah kuperkirakan sebelumnya. Dan kembali tubuhku mengejang, deras dan tanpa henti. Aku mengalami orgasme yang datang dengan beruntun seperti tak berkesudahan.

Tidak lama kemudian Dino mengalami orgasme. Batang penisnya menyemprotkan air mani dengan deras ke dalam liang vaginaku. Benda itu menyentak-nyentak dengan hebat, seolah-olah ingin menjebol dinding vaginaku. Aku bisa merasakan air mani yang disemprotkannya banyak sekali, hingga sebagian meluap keluar meleleh di salah satu pahaku. Sesudah itu mereka berganti tempat. Maki mengambil alih perlakuan Dino. Masih dalam posisi doggy style. Batang kejantanannya dengan mulus meluncur masuk dalam sekali sampai menyentuh bibir rahimku. Ia bisa mudah melakukannya karena memang liang vaginaku sudah sangat licin dilumasi cairan yang keluar dari dalamnya dan sudah bercampur dengan air mani Dino yang sangat banyak. Permainan dilanjutkan. Aku kini tinggal melayani Maki seorang, karena Dino dengan nafas yang tersengal-sengal telah duduk telentang di atas sofa yang tadi diduduki Maki untuk mengumpulkan tenaga. Aku mengeluh pendek setiap kali Maki mendorong masuk miliknya. Maki terus memacu gerakkannya. Semakin lama semakin keras dan kasar hingga membuat aku merintih dan mengaduh tak berkesudahan.

Pada saat itu masuk Bram dan Tito bersamaan ke dalam ruangan. Tanpa basa-basi, mereka pun langsung melucuti pakaiannya hingga telanjang bulat. Lalu mereka duduk di lantai dan menonton adegan mesum yang sedang terjadi antara aku dan Maki. Bram nampak kelihatan tidak sabaran Tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Maki terus memacu menggebu-gebu. Laki-laki itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku yang menggelantung berat ke bawah.

Sesaat kemudian tubuhku dibalikkan kembali telentang di atas kasur dan pada saat itu Bram dengan tangkas menyodorkan batang kejantanannya ke dalam mulutku. Aku sudah setengah sadar ketika Tito menggantikan Maki menggeluti tubuhku. Keadaanku sudah sedemikian acak-acakan. Rambut yang kusut masai. Tubuhku sudah bersimpah peluh. Tidak hanya keringat yang keluar dari tubuhku sendiri, tapi juga cucuran keringat dari para laki-laki yang bergantian menggauliku. Aku kini hanya telentang pasrah ditindihi tubuh gemuk Tito yang bergoyang-goyang di atasnya.

Laki-laki gemuk itu mengangkangkan kedua belah pahaku lebar-lebar sambil terus menghunjam-hunjamkan miliknya ke dalam milikku. Sementara Bram tak pernah memberiku kesempatan yang cukup untuk bernafas. Ia terus saja menjejal-jejalkan miliknya ke dalam mulutku. Aku sendiri sudah tidak bisa mengotrol diriku lagi. Guncangan demi guncangan yang diakibatkan oleh gerakan Titolah yang membuat Bram makin terangsang. Bukan lagi kuluman dan jilatan yang harusnya aku lakukan dengan lidah dan mulutku.

Dan ketika Tito melenguh panjang, ia mencapai orgasmenya dengan meremas kedua belah payudaraku kuat-kuat hingga aku berteriak mengaduh kesakitan. Lalu beberapa saat kemudian ia dengan nafasnya yang tersengal-sengal memisahkan diri dari diriku. Dan pada saat hampir bersamaan Bram juga mengerang keras. Batang kejantanannya yang masih berada di dalam mulutku bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat. Aku meronta, ingin mengeluarkan banda itu dari dalam mulutku, namun tangan Bram yang kokoh tetap menahan kepalaku dan aku tak kuasa meronta lagi karena memang tenagaku sudah hampir habis. Cairan kental yang hangat itu akhirnya tertelan olehku. Banyak sekali. Bahkan sampai meluap keluar membasahi daerah sekitar bibirku sampai meleleh ke leher. Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan cepat mencoba menelan semua yang ada supaya tidak terlalu terasa di dalam mulutku. Aku memejamkan mata erat-erat, tubuhku mengejang melampiaskan rasa yang tidak karuan, geli, jijik, namun ada sensasi aneh yang luar biasa juga di dalam diriku. Sungguh sangat erotis merasakan siksa birahi semacam ini hingga akupun akhirnya orgasme panjang untuk ke sekian kalinya.

Dengan ekor mataku aku kembali melihat seseorang masuk ke ruangan yang ternyata si bule dan orang itu juga mulai membuka celananya. Aku menggigit bibir, dan mulai menangis terisak-isak. Aku hanya bisa memejamkan mata ketika Marchell mulai menindihi tubuhku. Pasrah.

Tidak lama kemudian setelah orang terakhir melaksanakan hasratnya pada diriku mereka keluar. aku merasa seluruh tubuhku luluh lantak. Setelah berhasil mengumpulkan cukup tenaga kembali, dengan terhuyung-huyung, aku bangkit dari tempat tidur, mengenakan pakaianku seadanya dan pergi mencari kamar mandi.

Aku berpapasan dengan Dino yang muncul dari dalam sebuah ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki itu sedang sibuk mengancingkan retsluiting celananya. Masih sempat terlihat dari luar di dalam kamar itu, di atas tempat tidur tubuh Shelly yang telanjang sedang ditindihi oleh tubuh Maki yang bergerak-gerak cepat. Memacu naik turun. Gadis itu menggelinjang-gelinjang setiap kali Maki bergerak naik turun. Rupanya anak itu bernasib sama seperti diriku.
"Di mana aku bisa menemukan kamar mandi?" tanyaku pada Dino.
Tanpa menjawab, ia hanya menunjukkan tangannya ke sebuah pintu. Tanpa basa-basi lagi aku segera beranjak menuju pintu itu.

Di sana aku mandi berendam air panas sambil mengangis. Aku tidak tahu saya sudah terjerumus ke dalam apa kini. Yang membuat aku benci kepada diriku sendiri, walaupun aku merasa sedih, kesal, marah bercampur menjadi satu, namun demikian setiap kali teringat kejadian barusan, langsung saja selangkanganku basah lagi.

Aku berendam di sana sangat lama, mungkin lebih dari satu jam lamanya. Setelah terasa kepenatan tubuhku agak berkurang aku menyudahi mandiku. Dengan berjalan tertatih-tatih aku melangkah keluar kamar mandi dan berjalan mencari pintu keluar. Sudah hampir jam sebelas malam ketika aku keluar dari rumah itu.

Sampai di dalam rumah, Aku langsung ngeloyor masuk ke kamar. Aku tak peduli dengan kakakku yang terheran-heran melihat tingkah lakuku yang tidak biasa, aku tak menyapanya karena memang sudah tidak ada keinginan untuk berbicara lagi malam ini. Aku tumpahkan segala perasaan campur aduk itu, kekesalan, dan sakit hati dengan menangis.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar