Jumat, 19 Juni 2009

CERITA PORNO

Permainan Sebelah Kamar

Mendung masih menggayut di luar sana, saat kualihkan pandangan dari mikroskop keluar menembus jendela kaca besar yang tertutup dengan rapat dan gedung-gedung tinggi di kejauhan tampak samar-samar. Mungkin sudah turun hujan di daerah sana. Masih terasa dingin juga, walaupun di luar belum turun hujan. Jam dinding di depan sana baru menunjukkan pukul 13:45, berarti masih ada sekitar 15 menit lagi sebelum jam praktikum ini selesai. Seluruh slide preparat sudah kupelajari dan rasanya tidak ada masalah. Seluruh jenis kuman yang ada sudah kukenal. Hanya memang ada 1 preparat yang mungkin sudah tua sehingga agak sulit untuk dilihat, namun akhirnya dapat juga, walaupun membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mencarinya.

Tiba-tiba timbul rasa isengku untuk minta bantuan Caroline melihat preparat itu, soalnya pikiranku juga lagi suntuk, sekalian ingin memantapkan keyakinanku.
"Carol, bantu gue dong. Ini preparat apaan sih? Gue susah nih ngeliatnya," begitu pintaku pada doi.
Caroline nama lengkapnya. Biasanya kupanggil Carol saja. Doi ini anak Surabaya asli. Tubuhnya lumayan besar tetapi cukup proporsional menurutku. Tinggi badannya sekitar 170 cm. Sangat tinggi untuk cewek Indonesia dan yang pasti doi ini punya buah dada yang sangat besar menurutku, seperti buah kelapa mendekati pepaya. Nah, bingung kan anda membayangkannya? Otak doi cukup lumayan berdasarkan pengamatan 2 tahun ini terhadapnya, soalnya dari angka-angka yang diumumkan pada tiap kali kami ujian, doi berada di ranking atas kalau tidak A, ya B.

Oh ya, sistem ujian kami adalah kenaikan tingkat, jadi tidak ada yang namanya SKS. Pokoknya pegang saja mata kuliah pokok dan lulus, maka kami dapat naik tingkat. Asal yang minornya tidak jeblok banget. Terus ada enaknya lagi kalau sudah lulus tingkat 2 pasti jadi, maksudnya jadi dokter. Tidak ada lagi DO (drop out). Mau kuliah 10 tahun, lima belas tahun atau sampai bosan. Tetapi sekarang sudah diganti kurikulumnya menjadi sistem SKS yang membuat semakin susah kali ya?

"Apaan sich.. sini!" pinta doi menanggapi permintaanku.
Terus doi putar mikroskopku ke arahnya, soalnya doi duduknya di depanku, jadi kalau doi mau membantuku tinggal putar badan terus berhadapan. Hanya terhalang oleh ujung meja yang sedikit dibuat tinggi untuk meletakkan stop kontak dan reagen pewarnaan saja. Jadi doi membantuku memperlihatkan mikroskop itu sambil nungging.

"Busyet..," tuch toket sekarang pas sekali bisa kulihat dari atas bajunya, soalnya doi memakai baju yang agak longgar terus nungging, jadi bisa terlihat dari ketinggian dengan leluasa. Tetapi kuperhatikan tidak ada bra-nya, terus turun ke bawah tetap tidak kelihatan ada bra-nya. Tetapi pentil susunya juga tidak keliatan. Membuat penasaran saja. Kalau bisa kuremas mau aku melakukannya, apalagi kalau diberikan gratis, betul tidak? Jadi semakin penasaran. Doi ini memakai bra, apa tidak ya? Tetapi kulihat samping kanan dan kirinya juga tidak terlihat ada tali bra-nya. Anehnya, kalau doi tidak pakai, masa doi berani? pikirku. Otak memang mikir tetapi adikku yang di bawah tidak mikir lagi kali ya? Soalnya langsung kencang saja minta perhatian yang lebih. Eh, lama-lama sakit juga. Salah setel kali ya? Jadi ya gitu, dengan gaya seadanya tetapi tanpa menarik perhatian publik tentunya, kukemudikan dulu ke jalur yang benar sehingga tidak mengganggu konsentrasi.

Kira-kira 7-8 menit, akhirnya, "Fran, ini kayanya BTA? Tapi gue ngga yakin betul, eloe liat deh nih, gue udah passin," begitu lapor doi.
Dalam hati aku, "Memang betul BTA," jadi ternyata benar keyakinanku. Apalagi dari 32 preparat yang ada memang kuman itu yang tidak ada di sediaan lainnya. Tetapi untuk menghormati doi, sekaligus menutup rasa dosaku, sudah melihat pemandangan indah dengan gratis, kemudian aku bangun dan memutari meja untuk melihat hasil pemeriksaan yang ditunjukkan oleh doi. Benar, seperti dugaanku. Ya sudah. Tidak lama terus bel bunyi. Kemudian, aku dan teman-teman lainnya mulai membereskan peralatannya dan memasukkannya ke lemari masing-masing, sebab baru dipertanggungjawabkan nanti di akhir semester untuk serah terima ke dosen pengajar labnya. Tidak lama kemudian kami keluar ruangan lab praktikum.

Eh, ketika aku sudah di dalam lift untuk turun ke bawah. Sandro, temanku menegurku.
"Fran, jadi ngga?" tanya Sandro. Bertanya apa memaksa, aku jadi bingung.
"Jadi Dro," seruku setelah sempat termenung sejenak.
"Tolong bilangin ke temen-temen," lanjutku kemudian sebelum pintu lift itu tertutup dan masih sempat kulihat Sandro mengacungkan ibu jarinya ke atas yang berarti dia mengerti dan menangkap pesanku.

Sampai di bawah, wuiih ramai sekali. Semua anak-anak berkumpul. Biasa, jam-jam seperti ini anak FE, FIA dan FH baru saja mau masuk kuliah. Biasanya anak FKIP, khususnya yang Psikologi lebih sore lagi. Gedung FK ini tepat di tengah-tengah, jadi anak-anak dari Fakultas lain suka berkumpul di bawah, mereka sedang duduk-duduk. Setelah memesan makanan kesukaanku, yaitu satekambing untuk mengisi perut yang hanya sempat diisi pagi tadi dengan semangkok soto Madura, kucari tempat duduk dan kulihat ada Sandra sedang makan sendirian.

"San, kosong nich?" tanyaku padanya seraya duduk persis di depannya.
Sebenarnya meja ini cukup untuk berempat, tetapi doi hanya sendirian.
"He eh," jawabnya singkat dan cukup judes menurut ukuranku.
Anak itu boleh dibilang cantik. Tidak terlalu tinggi, sekitar 165 cm dengan tubuh sedang ideal. Kulitnya putih dengan rambut yang selalu dipotong sebahu. Sifatnya cukup pendiam, kalau bicara tenang, seakan memberikan kesan sabar, tetapi yang sering dibicarakan teman-teman adalah judesnya itu yang membuatku juga kadang-kadang tidak betah. Untungnya, aku tipe orang yang easy going, jadi jarang dimasukkan ke hati. Percuma buat kepala pusing. Tetapi yang aku harus angkat topi sama doi, otaknya, sangat encer. Sebetulnya doi masih muda, tetapi katanya waktu SD sempat loncat kelas, jadi saat ini doi masih berusia 17 tahun. Bayangkan, umur 17 tahun sudah tingkat II FK. Aje gilee!

"Kok manyun San?" tanyaku basa-basi sedikit sebelum mulai makan, sebab kulihat juga raut wajah doi agak sepet.
"Ngapain tadi eloe tanya-tanya ke Carol, apa eloe sendiri ngga bisa liat?" tanyanya ketus sekali.
Kaget juga aku, aku di ketusin seperti ini. Tetapi memang benar feelingku, anak ini rasanya agak menaruh hati padaku. Tetapi bagaimana ya? Masalahnya aku belum ingin, paling tidak untuk saat ini. Masalahnya konsentrasiku saat ini adalah ingin jadi dokter dulu. Apalagi aku masih ingin happy-happy saja dulu. Jadi aku tidak tanggapin serius pertanyaan doi.
Tetapi kujawab, "Oh.. bener San, soalnya tuh preparat udah lama kali yah, jadi kaga bagus lagi dan susah bener ngeliatnya. Tapi udah gue tandain kok. Pokoknya ada bunderan kecil di kanan bawah pake tinta hitam, itu adalah BTA (Basil Tahan Asam, biangnya penyakit TBC). Ingat lho di kanan bawah ada bunderan kecilnya. Terus.." Belum sempat kujelaskan semua, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dan bilang, "Jam berapa?"

"Eh.. eloe Ky, bentar yah, abis gue makan nih," jawabku dengan penuh rasa syukur karena jadi sekarang kami tidak berdua saja dengan Sandra. Minimal ada pihak ketiga.
"Ngga.. ngga.. ngga..," tiba-tiba Sandra nyeletuk dengan nada tinggi dan cukup keras mengatasi kebisingan yang ada di kantin ini, saat Ricky hendak duduk di sampingku.
"San, sebentar..," pinta Ricky sejurus kemudian, karena doi juga terkejut dengan ucapan Sandra yang demikian tajam dengan nada tinggi.
"Ngga.. ngga.. eloe ngerokok," sahutnya ketus.
Ricky memandangku meminta persetujuan, tetapi aku sedang malas berdebat, jadi aku hanya angkat bahu dan melanjutkan makan siangku secepatnya, biar tidak terlalu lama.

Selesai makan, aku cepat-cepat pergi. Peduli amat, walaupun Sandra sepertinya masih sangat kesal, doi pikir aku tolol sekali ya. Tetapi tidak peduli, yang penting aku selamat. Betul, tidak? Di lapangan basket tempat biasa geng aku berkumpul, sudah kulihat cukup lengkap juga anggotanya. Siang hari yang mendung ini masih sempat kulihat si Paul melakukan lay-up terakhirnya sebelum kuberteriak untuk berangkat.

Kami berenam, Sandro, Ricky, Paul, Hengky, Mardi yang sudah punya kerja sambilan. Saat ini kami menuju tempat kostnya Mardi dan terus ke kostku sendiri. Kami berjalan menyusuri gang-gang sempit di sekitar kampus ini. Kemudian, tidak lama kami sampai dan langsung naik ke atas, kamarnya Mardi ada di lantai dua. Di atas sini, seluruhnya ada 12 kamar. Maksudnya, 6-6 saling berhadapan. Umumnya satu kamar untuk berdua, tetapi Mardi mengambil 1 kamar untuk dia sendiri. Katanya dia tidak bisa belajar serius kalau ada teman sekamar, apalagi kalau dari lain jurusan, begitu alasannya. Bener apa tidak, silakan perkirakan sendiri. Sebelum masuk ke kamar Mardi, aku masih sempat memperhatikan kamar di sebelah Mardi. Masih gelap dan sepi, barangkali mereka belum pada pulang.

Di kamar Mardi, wuuiih.. hampir seluruh dinding kamarnya penuh dengan poster dari ukuran yang kecil sampai sebesar meja belajar. Gambarnya memang tidak terlalu seru, seadanya. Kesanku sih begitu, berantakan tidak karuan. Yang penting menempel. Di situ ada gambar Madonna, Prince, Michael Jackson, terus artis-artis dari yang tidak terkenal dari Hong Kong dan juga Indonesia seperti: Yatti Octavia dan beberapa gambar pemain sepakbola yang aku tidak ketahui namanya. Maklum, aku bukan penggemar bola. Setelah kamar dikunci, Mardi memberikan contoh dengan mengupas perlahan gambar poster tadi di dinding yang terbuat dari kayu itu, dan segera menempelkan matanya pada lubang yang ada di balik poster itu. Ya sudah, kami berebutan mencari poster yang tentunya sesuai dengan ukuran tinggi tubuh kami. Dan, Ya ampun. Hampir di balik seluruh poster yang tertempel di dinding itu kebanyakan ada lubang untuk mengintip ke kamar sebelah. Aku sendiri memilih-milih lubang, satu cukup tinggi dan satunya lagi di bawah, yang kalau kami lihat harus berjongkok atau setengah tiduran.

Yang lain juga sudah mendapatkan posisinya masing-masing. Dari balik lubang tempatku melihat tampak kamar di sebelah tertata dengan apik. Di seberang sana menempel ke dinding kanan ada ranjang, kemudian di sampingnya ada meja komputer, sedangkan yang di sebelah kiri ada pintu lagi, kamar mandi. Dari lubang di bawah, aku tidak dapat melihat banyak. Mungkin tepat di kolong meja. Meja belajar maksudnya.
"Mar, jam berapa?" tanyaku, "ngga sabar nich." sambil tiduran di lantai, sementara lampu di kamar tetap padam dan suasananya hening sekali.
"Sebentar lagi, biasanya sich jam-jam segini," sahutnya bingung.
Eh, benar. Tidak lama terdengar pintu kamar ruang sebelah di buka dan setelah kami menunggu agak lama sedikit, perlahan-lahan kami mulai beraksi dengan membuka poster-poster sesuai pilihan kami masing-masing. Di kamar sebelah, kulihat ada cewek yang lagi minum langsung dari botolnya, dan tampak lehernya yang putih mulus dengan gerakan halus dari jakun yang sedang bekerja melancarkan air tersebut masuk ke tenggorokannya.

Pemandangan ini membuat penisku mulai sedikit memberikan reaksi. Gila, pemandangan yang indah sekali. Cewek itu belum dapat kulihat dengan jelas. Yang pasti, rambutnya hitam, panjang sedikit melewati punggungnya dengan perawakan langsing dan tinggi sekitar 160 cm. Mengenakan kaos berwarna pink, tidak terlalu ketat dan rok mini yang juga berwarna pink. Pintu kamar mandi masih terbuka dan terdengar seseorang sedang menumpahkan air di sana dan ketika dia keluar. Ya ampun, aku kenal dengan anak ini. Si Andre, anak tehnik seangkatan dengan aku, dan kukenal doi karena sama-sama satu grup saat P4 dulu. Anaknya cukup supel dan aktif. Ketika kulihat lagi yang cewek, ternyata aku juga mengenalnya. Dia Irene, anak FE juga seangkatan denganku dan kami semua satu grup, Andre, Irene dan aku. Irene sendiri sempat dekat benar dengan aku, soalnya doi juga aktif dan sering berdiskusi dengan aku. Lebih tepatnya berdebat dalam session di P4 itu. Pokoknya seru kalau sudah berdebat dengan dia. Tetapi orangnya juga sportif. kalau aku benar dalam mempertahankan pendapat tentunya dengan jalan pikiran yang logis, pasti dia mengakuinya.

Selama acara P4 yang 2 minggu lebih itu, Irene nempel terus ke aku. Dari aku sendiri suka-suka saja, soalnya aku juga belum punya banyak teman saat itu, demikian juga dia. Apalagi memang tidak ada ruginya dekat-dekat dengan cewek cantik. Dia dari Pontianak dan tidak banyak anak Pontianak yang masuk Jakarta untuk kuliah. Kalau si Andre sudah dari dulu dia mendekati Irene, jadi kami berdua sering jalan bersama. Andre adalah anak Surabaya, sama dengan Sandra, hanya saat itu aku lain group dengan Sandra, sehingga waktu itu belum dekat benar. Hanya sekedar tahu saja. Memang sudah berulang kali aku bertemu Iren sedang ngobrol bersama Andre. Akhirnya dapat juga Andre mendekati Irene dan geli juga aku mengingatnya, sebab dari dulu Andre juga pernah bertanya kepadaku, lebih tepat mancing-mancing perasaanku ke Irene. Tetapi kubilang ambil saja kalau dia mau. Bubar P4 masih seminggu lebih lagi, aku dekat dengan Irene, sebab kami sama-sama diminta menjadi anggota tim perumus akhir P4. Sesudah itu kami bubaran karena kuliahku teratur dari pagi jam 7 sampai jam 2 siang, sedangkan doi tidak tentu. Sesudih itu aku juga tidak terlalu memperhatikannya. Jadi semakin lama semakin jarang bertemu, sampai hari ini baru aku lihat lagi.

Andre sempat mengecup pipi Irene sebelum doi duduk dan sibuk di depan komputer, sedangkan Irene kemudian berjalan menuju ke arahku. Semakin dekat.. dekat.. dekat.. Wah gawat, aku menjadi deg.. deg.. degkan tidak menentu. Saat itu Irene begitu dekat hingga bisa kulihat dengan hanya dibatasi dinding kayu. Kalau ketahuan aku sedang mengintip kan tengsin juga aku. Walaupun hati ini kebat-kebit, untung aku masih ingat benar ilmunya si Mardi. Jangan sekali-kali bergerak kalau posisinya begitu, apalagi sampai mengangkat mata dari lubang, karena akan ada sinar yang masuk melalui celah dan itu bahaya besar, bisa membangkitkan perhatian. Kalau mungkin malah jangan berkedip. Jadi kutahan mataku untuk menutup lubang itu, sambil berdoa semoga tidak ketahuan, he.. he.. he.. Sudah salah masih minta slamat, dasar manusia, jadi manusiawi.

Setelah agak lama Irene tenggelam dalam kesibukannya dan aku merasa aman, perlahan kuangkat mata dari lubang itu dan kututup kembali dengan poster. Kemudian aku pindah ke lubang yang ada di bawah meja. Sekarang yang tampak adalah sepasang kaki yang sangat indah hingga ke pangkal paha putih mulus dengan posisi kaki disilangkan, yang kanan menindih yang kiri. Cukup lama aku mengagumi hal ini dan kemudian tiba-tiba kaki tersebut bergerak. Sekarang ganti kaki kiri yang menumpang di kaki kanan. Saat perpindahan itu sempat terlihat CD doi. Kayanya warna pink juga tetapi sayangnya singkat sekali sehingga tidak sempat kunikmati. Dengan sabar aku menanti kembali gerakan-gerakan yang tentunya kuharapkan memberikan pandangan hidup yang lebih baik lagi. Tetapi kok tidak kunjung tiba, sampai akhirnya penantianku membuahkan hasil. Kakinya sedikit terbuka mengangkang dengan tubuh yang mungkin di condongkan ke meja. Sekarang dapat ku lihat belahan paha bagian dalam terus menyusur ke dalam dengan cahaya seadanya (karena di kolong meja), terus ke dalam memberikan gairah tersendiri yang tanpa sadar penisku juga sudah mulai menegang. Rasanya ingin segera mencari lubang itu dan menyelami dasarnya. Doi memakai celana berwarna pink dari bahan yang tidak terlalu tebal sehingga masih berbayang rumput hitamnya yang cukup tebal di tengah.

Uh, indah sekali. Lima belas menit sudah berlalu rasanya dan belum ada aktifitas lebih lanjut. Lama-lama pegel juga mata dan bosan juga. Itu lagi itu lagi. Dan penisku juga sudah mulai surut, sementara yang diintip diam saja. Lama-lama kakiku yang kesemutan sendiri. Jadi kututup lagi lubang itu. Sekarang aku tiduran di lantai disusul oleh yang lain. Bosan juga rupanya mereka. Orang tidak ngapa-ngapain kok diintip. Samar-samar masih sempat kudengar hujan mulai turun di luar dan rasanya belum terlalu lama aku tidur ketika kakiku di sepak-sepak Paul. Sialan. Dalam hati, baru juga mau tidur sebentar saja ada yang ganggu. Dan eh, langsung aku segera bangun, karena teman-temanku sudah sedang asyik di posisi masing-masing. Hanya aku yang ketinggalan. Rasanya aku tertidur tidak terlalu lama. Apa aku pules benar ya?

Cepat-cepat saja kubuka lagi lubang yang punyaku dan segera kuintip.
"Hhhgg.. hgg.." desah Irene sambil mengacak rambut Andre. Kulihat Irene duduk di tepi ranjang, sedangkan Andre berlutut di hadapannya sedang sibuk menjilat belahan paha bagiandalam. Tubuh mulus bagian atas Irene sendiri sudah terbuka, demikian juga dengan branya yang tidak terlihat lagi ada dimana. Buah dadanya kencang sekali, cukup besar dan menantang. Gila, tubuhnya putih mulus benar. Nyesel juga, kenapa dulu tidak kuhajar saja. Saat itu penisku juga tidak tanggung-tanggung langsung bangun, tegang sekali. Sialan juga temen-temen yang lain, terlambat membangunkanku. Seperti apa permulaannya kan aku tidak lihat.

"Aaacchh.." desah nikmat Irene seraya mendongakkan kepalanya ke belakang, dan leher jenjangnya benar-benar mempesona.
Kemudian tangannya menyibakkan rambutnya ke belakang. Sungguh suatu paduan gerakan alami nan menawan. Sejurus kemudian dia membungkuk dan menarik kaos yang dikenakan Andre dan meletakkannya di lantai. Andre sendiri kemudian bangkit dan melepaskan celana yang dikenakannya termasuk celana dalamnya. Segera tampak senjata ampuh miliknya yang tentunya di sayang benar dan segera di lahap ujungnya perlahan oleh Irene, dan perlahan mulai mengocoknya berirama hingga pada akhirnya seluruh batang kemaluan itu tertelan oleh mulut Irene yang dihiasi bibir mungilnya. Milik Andre rasanya tidak sebesar punyaku, tapi yang di sana rupanya lebih beruntung dari yang punyaku, he he he.

"Ren.. ach.. ach.." rintih Andre yang memuncak nafsunya.
Kemudian dikeluarkannya batang itu dan segera Andre mengangkat kaki Irene dan menarik celana dalam serta rok mininya dan terlepas seluruhnya. Tetapi tidak sempat kulihat dengan jelas, karena Irene segera tertidur di ranjang dan tertutup oleh bayangan pantat Andre yang segera merebahkan tubuhnya di atas tubuh Irene dan mereka mulai bergelut. Sesaat kemudian, Andre turun dari tubuh Irene dan perlahan membelai tubuhnya mulai dari telinga kanan, leher, menyusuri bahu berputar-putar di sana sejenak dan terus turun mendekat bukit nan menjulang sebelah kanan dan mendaki namun tidak sampai menyentuh puting. Justru puting itu diam-bil dari puncaknya dengan lidah Andre yang sekarang mulai aktif memainkan peranannya.

"Ssshh.. achh.." rintih Irene nikmat.
Sekarang tangan kanan Andre sudah semakin menurun dan mencapai perut, terus turun tepat di jalur tengah menuju pusat, mulai menyibakkan rumput hitam lebat.
"Dre.. hhgg.. hhgg.."
Tangan kanan Andre sekarang sibuk tepat di pusat itu dan nampak Irene sangat menikmatinya. Perlahan kaki Irene sudah semakin terbuka lebar dan Andre pun sudah kembali mengambil posisi siap di atas. Perlahan Andre mulai menurunkan kaki ketiganya dan menembus, membuka liang nikmat itu perlahan tetapi pasti, seiring dengan kaki Irene yang panjang menekuk menyambut tamunya yang memberikan kenikmatan duniawi. Memang di sana adalah surga dunia. Andre bergerak perlahan memompa, yang tidak lama kemudian sudah seirama dengan gerakan Irene yang diiringi nafas memburu dari Andre dan desah lirih tiada henti dari Irene. Gerakan bergelombang itu membangkitkan minat para pengintip termasuk aku. Dan kuyakin di dalam sana burungku juga pasti sudah mulai kebasahan.

Pada satu kesempatan, Andre melepaskan penisnya dari genggaman liang vagina Irene, dan berbaring di samping tubuh Irene, yang disusul oleh Irene menaiki tubuh Andre. Setelah Irene menyibakkan rambutnya yang kusut ke belakang dia pun mulai mencari dan memberikan pengarahan kepada burung Andre untuk mencapai sarangnya. Sesaat kemudian gerakan mereka kembali berirama dan kulihat rambut Irene sekarang mulai menempel di tubuhnya yang berkeringat. Hal itu memberikan pemandangan indah tersendiri, terlebih ketika Irene mendongakkan kepalanya meresapi kenikmatan yang datang. Sejurus kemudian Irene membungkukkan tubuhnya ke depan dan bertumpu pada kedua lengannya sementara pinggulnya terus memainkan gerakan indah berirama turun-naik turun-naik berulang-ulang. Irene menarik rambutnya ke depan dan menutupi buah dadanya yang sebelah kiri, tidak terurai oleh karena sudah basah oleh keringat.

Diterangi cahaya lampu yang minim itu, sekarang aku dapat melihat pundak dan punggung Irene yang putih mulus itu mulai berminyak dan timbul bintik-bintik keringat licin yang semakin mengoyak kesetiaan iman. Gerakan semakin binal dan menuju puncak hingga pada suatu titik.
"Ren, nyam.. pe.." pekik Andre tertahan.
Saat itu pula segera Irene melepaskannya dan menyambut semburan kental dari pipa milik Andre ke dalam mulutnya. Masih sempat terlihat semburan yang pertama mengenai muka dan sedikit rambut Irene sebelum seluruhnya tenggelam dalam kegelapan kerongkongan Irene. Setelah terdiam beberapa saat, Andre bangkit dan mengangkat kaki Irene ke atas dan segera lidah Andre terjulur memainkan klitoris milik Irene, mulai dari gerakan perlahan namun segera menjadi cepat seiring dengan bahasa tubuh Irene menggeliat kian kemari hingga akhirnya.
"Ach.. cchh," desis Irene yang disertai dengan gerakan kakinya yang mengejang keras lurus mirip kaki ayam disembelih nikmat yang tiada tara.

Dan, "Brukk.." derit ranjang itu berbunyi pada saat Andre rubuh menjatuhkan tubuhnya untuk saling berimpit bersentuhan dan menikmati sisa nikmat yang ada bersamanya. Kami semua terdiam karena demikian terpesona menikmati live show yang baru saja diperagakan lebih nikmat dibandingkan nonton BF yang seringkali kami lihat bersama seusai kuliah ini.

TAMAT

Berbagi Rasa

Sebelumnya saya minta maaf atas semakin banyaknya email yang belum sempat saya balas dikarenakan saya sangat sibuk dengan pekerjaan saya. Walau demikian, akan saya usahakan untuk bisa membalas semua email tersebut.

Berikut saya akan menceritakan satu pengalaman nyata, dan masih berlangsung sampai sekarang, kisah dari salah satu teman korespondensi saya, Mia, kita sebut saja begitu. Kisah yang menurut Mia sangat bisa membuat gairah hidupnya menjadi lebih berwarna cerah dan penuh sensasi.. Sesuai dengan permintaan yang bersangkutan, saya samarkan nama-nama ada dalam cerita saya ini.

*****

Mia, 27 tahun, isteri dari Dicky, 31 tahun, adalah seorang ibu rumah tangga yang lumayan supel dalam bergaul di lingkungan tempat tinggalnya. Penampilan Mia biasa saja. Mia bersikap selalu apa adanya dan bersahaja. Dicky adalah seorang suami yang cukup baik dan bertanggung jawab kepada keluarga. Apapun kekurangan dalam rumah tangganya, maka Dicky akan selalu berusaha untuk memperolehnya. Bisa dibilang, rumah tangga mereka adalah harmonis.

Pada waktu malam acara 17 Agustusan tahun 2003, Mia dan Dicky beserta warga lingkungan dimana mereka tinggal mengadakan malam hiburan berupa Organ tunggal. Tua muda, laki-laki perempuan, semua ikut bergembira. Semua turun berjoget mengikuti alunan lagu yang dibawakan oleh penyanyi. Mula-mula mereka berjoget dengan pasangan masing-masing. Semua bergembira sambil tertawa bebas mengikuti irama musik..

Setelah beberapa lagu, mereka terus berjoget dengan berganti pasangan. Mereka terus bergembira. Mia berjoget dengan seorang bapak, Dicky berjoget dengan seorang anak perempuan remaja.. Begitulah mereka berjoget sampai beberapa lagu dengan berganti pasangan sampai beberapa waktu. Menjelang akhir acara, pada lagu terakhir, Mia berjoget dengan seorang bapak, sedangkan Dicky berjoget dengan Evi, seorang ibu rumah tangga yang tinggal beberapa rumah dari rumah mereka. Evi, sekitar 40 tahun, ibu dari seorang karyawan swasta yang bekerja dengan sistim shift, mempunyai 2 orang anak yang sudah cukup besar.

Walau sudah berumur tapi penampilan Evi selalu tampak muda karena cara berpakaiannya yang selalu agak seksi dan pandai bermake up. Selintas Mia melirik pada Dicky yang sedang berjoget dengan Evi. Terlihat Dicky sedang tertawa dengan Evi sambil berjoget. Setelah itu kembali Miapun berjoget dan tertawa dengan pasangannya. Menjelang tengah malam acara usai. Semua kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan gembira walaupun capek.. Sesampai di rumah, setelah mandi air hangat, Mia dan Dicky segera ke tempat tidur.

"Bagaimana tadi, sayang?" tanya Dicky sambil memeluk Mia.
"Apanya?" kata Mia sambil menempatkan kepalanya di salah satu tangan Dicky.
"Ya tadi waktu kita di tempat pesta tadi," kata Dicky sambil mengecup bibir mungil Mia.
"Saya benar-benar gembira..." kata Mia sambil tersenyum sambil tangannya mengusap-ngusap dada serta jarinya memainkan puting susu Dicky.
"Harusnya kita sering melakukan acara seperti tadi, jangan cuma setahun sekali..." kata Dicky sambil tangannya masuk ke pakaian tidur Mia. Buah dada Mia diremas dengan mesra.
"Mmhh.. Memangnya kenapa?" kata Mia sambil mencium pipi Dicky lalu mengecup bibirnya.
"Ya kita kan bisa bergembira dengan tetangga yang ada. Jarang sekali kita ngumpul bareng mereka," ujar Dicky sambil membuka seluruh kancing pakaian tidur Mia.

Lalu dijilatnya puting susu Mia sambil tangannya meremas buah dada Mia yang satu lagi.

"Mmhh..." desah Mia sambil memejamkan matanya.

Sambil tetap menciumi dan menjilati buah dada Mia, tangan Dicky yang tadinya meremas buah dada, turun ke perut lalu disusupkan ke celana dalam Mia. Segera jarinya menyentuh bulu-bulu kemaluan Mia yang tidak terlalu banyak. Mia tetap terpejam sambil sesekali mendesah.. Jari-jari tangan Dicky lalu turun menyusuri belahan belahan memek Mia.

"Ohh..." desah mia keras sambil menggerakkan pinggulnya.

Jari Dicky terus menggosok-gosok belahan memek Mia sampai cairan memek Mia keluar banyak.

"Mmhh..." desah Mia sambil tangannya memegang tangan Dicky yang sedang bermaik di memeknya.
"Enak, sayang," kata Dicky sambil melumat bibir Mia.

Sementara jari tengah Dicky masuk ke lubang memek Mia. Tanpa menjawab pertanyaan Dicky, Mia membalas ciuman Dicky dengan hebat sambil menjepitkan pahanya lalu menggoyangkan pinggulnya karena menahan kenikmatan ketika jari tangan Dicky keluar masuk lubang memeknya. Sementara tangan Mia segera menyelusup ke dalam celana piyama Dicky, dan kemudian menggenggam dan meremas kontol Dicky yang sudah tegang.

"Buka pakaiannya dong, sayang," kata Mia berbisik ke telinga Dicky. Dicky segera bangkit lalu melepas seluruh pakaiannya. Kontol Dicky terlihat sudah tegak dengan ditumbuhi bulu yang sangat lebat. Melihat itu, Mia segera bangkit dan duduk di tepi ranjang. Digenggamnya kontol Dicky lalu dikocok perlahan. Cairan bening terlihat keluar dari lubang kontol Dicky. Tanpa banyak cakap ujung lidah Mia segera menjilati cairan tersebut sambai habis. Tak lama, mulut Mia sudah mengulum batang kontol Dicky yang lumayan besar. Cpok.. Cpok.. Cpok.. Terdengar suara kuluman mulut Mia pada kontol Dicky.

"Ohh.. Enak, sayang.. Ohh..." desah Dicky sambil memegang kepala Mia lalu memompa pelan kontolnya di mulut Mia.
"Gantian, dong..." kata Mia sambil melepas kulumannya lalu menatap mata Dicky. Dicky tersenyum.
"Naiklah ke ranjang..." ujar Dicky.

Miapun segera naik ke atas ranjang lalu telentang dan membuka lebar pahanya. Tak lama, Mia mendesah karena lidah Dicky pintar bermain dan menjilati kelentit dan lubang memek Mia.

"Ohh, sayangg.. Teruss..." desah Mia agak keras.

Apalagi ketika jari Dicky masuk ke lubang memeknya sambil lidahnya tak henti menjileti kelentit Mia. Gerakan pinggul Mia makin keras mengikuti rasa nikmatnya. Tak lama kemudian tangan Mia dengan keras meremas rambut Dicky dan mendesakkan kepalanya ke memek. Lalu..

"Ohh.. Enak, sayangg.. Mmff.. Sshh..." jerit kecil Mia terdengar ketika Mia mencapai puncak kenikmatan.. Orgasme..

Dicky segera menghentikan jilatannya lalu naik ke atas tubuh istrinya itu. Walau mulut masih basah oleh cairan memek Mia, Dicky langsung melumat bibir Mia. Miapun langsung membalas ciuman Dicky dengan hebat. Sambil tetap berciuman, tangan Mia segera memegang dan membimbing kontol Dicky ke lubang memeknya. Selang beberapa detik kemudian.. Bless.. Bless.. Bless.. Kontol Dicky lansgung keluar masuk memek Mia. Keduanya bermandi peluh sambil sesekali terdengar desahan kenikmatan mereka.

"Memeknya legit, sayang.. Enak..." bisik Dicky. Mia tersenyum sambil menggoyangkan pinggulnya.
"Memang kenapa?" tanya Mia.
"Aku tidak pernah bosan menyetubuhi kamu..." bisik Dicky sambil terus memompa kontolnya. Mia tersenyum.
"Kalau wanita lain rasanya bagaimana," tanya Mia lagi.
"Aku tidak pernah bersetubuh dengan wanita lain, kok..." kata Dicky.

Mia tersenyum lalu merangkulkan kedua tangannya ke pundak Dicky sambil tetap menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan kontol Dicky.

"Saya mau tanya, sayang..." kata Mia.
"Apa?" kata Dicky.
"Tubuh Mbak Evi, tetangga kita itu, bagus tidak..?" tanya Mia.
"Ah kamu pertanyaannya ada-ada saja..." kata Dicky tak menghiraukan.
"Saya serius, sayang.. Jawab jujurlah. Tidak apa-apa kok..." kata Mia.
"Tadi lihat belahan buah dadanya tidak?" tanya Mia.

Dicky mengangguk. Mia tersenyum sambil terus menggoyangkan pinggulnya.

"Jujur.. Iya, tubuh dia bagus. Dan tadi aku sempat lihat belahan buah dadanya. Marah?" kata Dicky sambil mengentikan gerakannya.

Mia tersenyum sambil terus menggoyang pinggulnya.

"Jangan berhenti dong, sayang.. Terus setubuhi saya.. Mmhh..." kata Mia.
"Saya tidak marah kok. Justru saya suka mendengarnya..." kata Mia.
"Kenapa?" tanya Dicky heran.
"Tadi waktu saya lihat kamu berjoget dengan Mbak Evi, tidak tahu kenapa ada perasaan aneh..." kata Mia.
"Tadi tiba-tiba saya membayangkan kamu bermesraan dengan Mbak Evi..." lanjut Mia lagi.
"Kenapa begitu?" tanya Dicky.
"Saya tidak tahu..." kata Mia.
"Kamu cemburu?" tanya Dicky.
"Tidak sama sekali. Justru sebaliknya, saya sangat ingin melihat kamu bermesraan dengan Mbak Evi..." kata Mia.

Dicky tersenyum.

"Kamu lagi horny kali ya, tadi..." kata Dicky tanpa menghentikan gerakan kontolnya.

Mia kembali tersenyum. Setelah beberapa lama memompa kontolnya, Dicky mengejang, gerakannya bertambah cepat.

"Aku mau keluar, sayang.. Ohh..." bisik Dicky.
"Tahan dulu sebentar, sayang.. Saya juga mau keluar.. Mmhh..." bisik Mia sambil mempercepat gerakan pinggulnya.

Tak lama tubuhnya mengejang, tangannya kuat memeluk tubuh Dicky.

"Mau keluar, sayangghh..." jerit Mia.
"Ohh.. Nikmat, sayang.. Ohh..." jerit kecil Mia ketika mencapai orgasme.

Selang beberapa detik, Dicky juga semakin mempercepat gerakannya. Sampai akhirnya.. Crott.. Crott.. Crott.. Air mani Dicky menyembur di dalam memek Mia. Dicky mendesakkan kontolnya dalam-dalam ke memek Mia.. Tubuh keduanya lemas saling berpelukan sementara kontol Dicky masuk berada di dalam memek Mia.


"Mau tidak kalau saya minta kamu maen dengan Mbak Evi.. Saya serius," kata Mia sambil memeluk pundak Dicky.
"Kenapa sih kamu mau yang aneh-aneh begitu?" tanya Dicky.
"Saya tidak tahu jawabnya, sayang.. Yang jelas ada perasaan horny ketika membayangkan kamu bermesraan dengan Mbak Evi..." kata Mia.
"Mau kan, sayang?" tanya Mia memaksa.
"Kalau aku mau, bagaimana caranya, sayang..." kata Dicky sambil mengecup bibir istrinya.
"Nanti aku yang mengatur..." kata Mia sambil tersenyum.

Dicky juga tersenyum sambil mencabut kontolnya dari memek Mia, lalu bangkit dan berpakaian. Merekapun tidur kemudian.. Banyak cara yang dilakukan Mia agar Evi bisa dekat dengan dan akrab dengan dia dan Dicky. Dan hal itu membuahkan hasil. Evi sekarang mulai sering bertandang ke rumah mereka walaupun hanya untuk sekedar ngobrol.

Sampai suatu malam Mia mengundang Evi datang ke rumahnya.

"Mas Wiryo sudah pergi kerja kan, Mbak?" tanya Mia.
"Sudah dari tadi dong.. Dia dapat bagian shift malam," ujar Evi.
"Eh ada apa undang saya ini malam?" tanya Evi.
"Tidak ada apa-apa kok, Mbak..." kata Mia.
"Kami hanya ingin ajak Mbak nonton VCD baru yang dibeli Mas Dicky," kata Mia sambil melirik kepada Dicky.

Dicky membalas dengan senyuman.

"VCD begituan ya?" tanya Evi bersemangat.

Mia tersenyum sambil melirik Dicky.

"Cepatlah putar!" ujar Evi tidak sabar. Dicky bangkit dari tempat duduknya lalu menuju ke VCD player.
"Mbak Evi suka film jenis apa?" tanya Dicky sambil menyodorkan beberapa keping VCD.

Setelah memilih, Evi segera menyerahkan film yang ingin dilihatnya. Dicky segera memutarnya. Mereka bertiga menonton film BF tanpa banyak bicara. Mereka duduk bertiga di karpet. Mia duduk berdampingan dengan Evi, sementara Dicky duduk dibelakang mereka.

"Udah ada yang bangun, ya..?" kata Mia tersenyum sambil melirik ke arah Dicky.
"Lumayan..." kata Dicky.
"Lumayan apa?" tanya Evi sambil matanya sedikit melirik ke arah selangkangan Dicky yang mulai agak menggembung. Dicky tersenyum sambil menutupi kakinya dengan bantal.
"Mbak Evi seberapa sering begituan dengan Mas Wiryo?" tanya Mia.
"Ah, jarang sekali.. Mungkin karena dia capek," kata Evi sambil matanya terus melihat adegan seronok di video.

Kembali mereka terdiam selama beberapa saat sambil melihat video.

"Sini dong..!" kata Mia kepada Dicky sambil matanya berkedip memberi isyarat. Dicky beringsut mendekati Mia.
"Ada apa sih..?" tanya Dicky.
"Duduk dekat sini dong..." kata Mia dengan suara manja.

Dengan sengaja tangan Mia segera masuk ke dalam Celana Hawaii Dicky. Lalu digenggamnya kontol Dicky yang sudah tegang dan diremasnya pelan. Evi yang melihat hal itu, perasaannya menjadi tak karuan.. Antara rasa malu dan rasa ingin melihat bercamput baur.

"Udah pengen ya?" kata Mia kepada Dicky.

Suaranya sengaja agak keras. Dicky tersenyum sambil matanya melirik ker arah Evi. Evi yang semakin tidak menentu perasaannya, kebetulan melirik ke arah Dicky. Pandangan mereka beradu selama beberapa detik. Evi lalu membuang pandangannya ke arah video. Hatinya berdebar ketika berpandangan dengan Dicky.. Mia melirik ke arah Dicky sambil tersenyum. Lalu dengan tanpa ragu-ragu, Mia menurunkan celana Dicky hingga kontolnya yang besar tampak tegak terlihat. Lalu dikocoknya pelan.. Dicky tetap diam sambil matanya melirik ke arah Evi yang jelas kelihatan gelisah.

"Mbak suka tidak pada barang lelaki yang berbulu banyak?" tanya Mia sambil menatap Evi.
"Mm.. Eh.. Iya.. Iya.. Saya suka..." kata Evi tergagap menatap Mia sambil matanya sekilas melirik ke tangan Mia yang sedang meremas kontol Dicky.
"Kalau kayak gini suka tidak, Mbak?" tanya Mia sambil matanya mengisyaratkan agar Evi melihat ke kontol Dicky.
"Ah, kamu ini..." kata Evi sambil matanya melihat kontol Dicky beberapa saat.

Mia tersenyum. Tangannya meraih tangan Evi, lalu ditariknya ke arah kontol Dicky. Evi menuruti kemauan Mia walau hatinya merasa serba salah..

"Coba pegang, Mbak..." kata Mia sambil tangannya membimbing jari-jari Evi untuk menggenggam kontol Dicky.

Kontol Dicky terasa hangat dan berdenyut di tangan Evi. Nafas Evi memburu. Ada desiran tertentu yang menuntun tangannya bergerak meremas pelan kontol Dicky. Dicky tersenyum sambil melirik ke arah Mia. Mia juga tersenyum sambil mundur agak menjauh. Dicky tanpa diduga tangannya meraih dagu Evi, lalu dengan segera mengecup bibirnya, lalu dilumatnya dengan hangat. Evi yang sudah terangsang gairahnya langsung membalas ciuman Dicky dengan hangat pula sambil tangannya mulai berani mengocok kontol Dicky. Tangan Dickypun dengan segera menyusup ke balik daster Evi. Ditelusuri paha Evi. Elusan tangannya segera naik ke pangkal paha, lalu jarinya diselipkan ke celana dalam Evi.

"Mmhh..." desah Evi sambil menggelinjang ketika jari tangan Dicky menyusuri belahan memeknya yang sudah sangat basah.
"Ohh.. Mmhh..." desah Evi tambah keras ketika jari Dicky keluar masuk lubang memknya.

Pinggulnya sedikit digoyang karena nikmat. Sementara Mia sengaja menjauhkan diri dari mereka. Mia mendapat suatu rangsangan yang amat sangat ketika melihat suaminya bercinta dengan wanita yang Mia sukai. Mia tidak melakukan apapun hanya diam sambil melihat mereka bermesraan. Hanya nafas Mia yang mulai cepat yang terdengar.. Ketika tangan Dicky mulai mencoba melepas pakaian Evi, Evi agak tersentak sesaat. Dengan segera matanya menatap Mia. Tapi ketika dilihatnya Mia tersenyum sambil matanya mengisyaratkan agar Evi melanjutkan bercinta lagi..

Evi sesaat terdiam. Tapi ketika tangan Dicky merangkul dari belakang dan tangannya meremas buah dada Evi, Evi terpejam dan memegang tangan Dicky yang sedang meremas buah dadanya.

"Ohh..." desah Evi seiring dengan jilatan dan pagutan Dicky di lehernya sambil tak lepas tangannya meremas buah dada Evi.

Tak lama Dicky segera melepas daster Evi. Evi tampak agak canggung ketika Dicky melepas BH dan celana dalamnya dari belakang. Dickypun melepas seluruh pakaiannya. Segera setelah itu Dicky menindih tubuh telanjang Evi. Jilatan lidah dan remasan tangan Dicky pada buah dada Evi membuat Evi menggelinjang merasakan nikmat.

"Ohh.. Oohh..." desah Evi ketika jilatan lidah Dicky turun ke perut lalu turun lagi menyusuri selangkangannya.

Pinggulnya bergoyang mengikuti desiran rasa nikmat.. Mia tetap diam menyaksikan tubuh telanjang suaminya yang bergumul mesra dengan Evi. Nafasnya makin memburu waktu melihat kontol Dicky dihisap sambil dikocok oleh Evi. Tanpa terasa tangannya menyelusup ke dalam celana dalamnya. Lalu jarinya mulai menggosok-gosok belahan memeknya sendiri. Entah mengapa Mia sangat menikmati ketika Dicky memompa kontolnya ke dalam mulut Evi. Nafas Mia semakin memburu, juga satu jarinya semakin cepat keluar masuk memeknya sendiri ketika melihat Dicky mulai menyetubuhi Evi. Desahan dan erangan mereka membuat gairah Mia bertambah naik..

"Ohh.. Sshh..." desah Evi ketika Dicky dengan perkasa mengeluar masukkan kontol di memeknya.
"Gimana rasanya, Mbak?" tanya Dicky sambil mengecup bibir Evi.
"Ohh sangat enakk.. Mmhh..." kata Evi sambil merangkul pundak Dicky, sementara pinggulnya bergoyang mengikuti gerakan Dicky.

Entah sudah berapa lama mereka bersetubuh disaksikan Mia, sampai akhirnya Evi memeluk tubuh Dicky kuat-kuat. Memeknya didesakan ke kontol dicky dalam-dalam. Gerakan pinggulnya makin cepat. Lalu tiba-tiba tubuhnya bergetar sambil mendesah panjang.

"Oohh.. Oohh..." desah Evi terkulai lemas setelah mendapat orgasme.

Sementara Dicky masih terus menggenjot kontolnya di memek Evi yang sudah lemas. Gerakannya makin cepat ketika Dicky merasakan ada sesuatu yang mendesak nikmat di kontolnya. Tak lama segera dicabut kontolnya dari memek Evi, lalu digesek-gesekannya pada belahan memek Evi.

Sampai akhirnya.. Crott! Crott! Crott! Air mani Dicky tumpah banyak di atas bulu-bulu memek Evi. Tubuh Dicky lalu lemas terkulai di atas tubuh telanjang Evi. Mia yang melihat hal itu segera menghampiri mereka. Diusapnya pantay Dicky.

"Masih kuat tidak, sayang..?" bisik Mia ke telinga Dicky.

Dicky segera mencabut kontolnya dari memek Evi lalu bangkit. Evi juga demikian.

"Kenapa sayang?" tanya Dicky sambil mengecup bibir Mia.
"Saya pengen..." kata Mia sambil memegang kontol Dicky yang lemas dan masih basah.
"Aku masih lemas, sayang..." kata Dicky.
"Sebentar lagi saya minta jatah ya, sayang..." kata Mia sambil mencium bibir Dicky.
"Gimana, Mbak?" tanya Mia kepada Evi sambil tersenyum. Evi tersenyum sambil berpakaian.
"Aku bisa ketagihan, loh..." kata Evi.
"Kapan saja Mbak perlu, datang saja kesini..." kata Mia tersenyum pula.
"Aku pulang dulu ya," kata Evi sambil memeluk Mia erat.

Mia menggangguk

*****

Menurut pengakuan Mia, sudah beberapa puluh kali Evi bersetubuh dengan suaminya di depan mata. Mia bukan biseks. Mia hanya merasa mendapat suatu gairah dan rangsangan yang sangat kuat ketika melihat suaminya menyetubuhi wanita lain yang disukai Mia sendiri. Dan menurut Mia juga, sampai detik ini mereka tidak pernah main bertiga. Hal ini yang membuat suasana hidup Mia menjadi berwarna cerah.. Demikian.


E N D

Antara Pekan Baru - Jakarta

Hujan turun demikian derasnya, Jakarta kembali kebanjiran akibatnya macet dimana mana.

Jam baru menunjukkan pukul 15 lewat 20 menit, antrian di depan pintu toll Rawamangun sudah hampir mencapai lampu merah Hutan kayu. Tidak ada lagi yang dapat aku lakukan untuk keluar dari lingkaran kemacetan ini, karena posisi mobilku sudah ditengah, kiri kanan.. Kena, begitu juga depan dan belakang.

Persis diantrian sebelah kiri kulihat seorang gadis dengan rambut dikepang 2 memandangi kemacetan dengan senyum dikulum. Mungkin bagi dia tidak ada yang perlu dipermasalahkan, tinggal duduk enak dikursi bus yang empuk sambil menikmati musik dan menonton tayangan video. Lain halnya dengan aku yang harus terus menerus menginjak kopleng dan rem serta stress takut bersenggolan dengan kendaraan lain, betul betul capek lahir bathin.

Jakarta-Pekanbaru PP, demikian yang tertulis dikaca depan bus tersebut. Ini adalah salah satu bus terbaik yang masih setia melayani trayeknya walaupun terus menerus digempur dengan tarif super murah oleh perusahaan penerbangan.

Dengan sedikit mengangkat kepala aku dapat melihat keseluruhan dari bus tersebut, warnanya kombinasi kuning, hijau dan dipermanis dengan garis garis warna ungu dibahagian belakangnya.

Isinya hanya 6 orang, berarti 3 awak bus plus 3 penumpangnya. Sungguh saat ini adalah masa masa sulit buat pengusaha bus jarak jauh, apalagi dengan trayek dari Jakarta ke kota kota di pulau Sumatera. Harga tiket pesawat adakalanya lebih rendah dari pada harga karcis bus executive. Tidak cukup dengan derita itu saja, jalan jalan disepanjang lintas Sumatra kondisinya betul betul menggenaskan. Kita tidak bisa lagi memilih" Jalan mana yang akan ditempuh, tetapi mesti memilih lobang mana yang akan dimasuki" yang tersisa bukan lagi jalan tetapi lobang yang sambung menyambung dengan panjang ribuan kilometer.

Sorry nglantur..!, bus dan gadis tersebut tiba tiba mengusik kenangan lamaku dengan seorang gadis dari Pekanbaru. Apalagi dari station FM yang kustel sebagai penghilang jemu, berkumandang lagu lama" When a man love a woman" oleh Michael Bolton. Lengkaplah sudah pemicu layar kenangan tersebut, semua tiba tiba tergambar dengan jelas di depan mata.

Kejadiannya terjadi beberapa tahun yang lalu, waktu itu musim kemarau sedang berada dipuncaknya. Disepanjang pulau Kalimantan dan pulau Sumatera terjadi kebakaran hutan yang maha hebat. Asap menyelimuti hampir sepertiga dari wilayah Indonesia malah sampai menyeberangi selat Melaka, dengan menutup rata Singapura serta membuat hilangnya cahaya matahari di beberapa negara bahagian di Malaysia.

Pelabuhan udara Sultan Syarief Kasim, Pekanbaru sudah 1 mingu ditutup karena jarak pandang yang hanya beberapa meter saja. Jangankan buat pilot pesawat yang butuh jarak pandang yang jauh, para pengemudi kendaraan bermotorpun sudah sangat kesulitan untuk melaju dengan aman di jalan raya.

Aku baru saja menyelesaikan tugas di salah satu perusahaan minyak di Duri dan harus segera kembali ke Jakarta, tidak ada kamus menunggu dalam pelaksaan tugas dari kantorku. Apa boleh buat aku mesti kembali dengan menumpang bus antar Kota dan antar Propinsi. Aku sudah membayangkan ketidaknyamanan yang akan dialami selama lebih kurang 36 jam diatas bus dengan menelusuri jalan lintas sumatera sepanjang 1350 km dan melintasi 4 propinsi di lintas tengah.

Tetapi rupanya bayangan tidaklah selalu sejalan dengan kenyataan. Jam 2 siang aku tiba di loket sebuah perusahaan bus jarak jauh yang direkomendasikan oleh salah seorang teman sebagai salah satu perusahaan bus yang memiliki armada dan pelayanan terbaik di Indonesia.

Begitu memasuki loket aku mulai ragu" masih ada tempat nggak" aku bergumam dalam hati, soalnya penumpang sudah begitu ramainya, maklum disamping karena bandara ditutup, hari itu juga bertepatan dengan hari pertama libur sekolah secara nasional.. Semua bangku diruang tunggu penuh terisi. Disetiap sudut terlihat koper dan kardus yang berisikan barang bawaan calon penumpang semrawut, bergeletakan dan membuat kaki sulit dilangkahkan.

"Abang mau kemana bang," suara lembut petugas loket menyambut kedatanganku. Dia duduk dibelakang meja panjang yang berbentuk siku siku, sehingga sekaligus menjadi pemisah antara petugas dengan para penumpang.
"Ke Jakarta dik, masih ada tempat nggak," aku menjawab sambil melirik belahan bajunnya yang sedikit terbuka. Persis di payudara kirinya tertulis namanya 'Sulistyowati'. Dik Sulis ini berwajah asli solo dengan kulit kuning langsat dan sangat serasi dengan seragam yang dia pakai yaitu kombinasi hijau, kuning dan ungu.
"Wah.. Abang sungguh beruntung"
"Maksudnya.."
"Tuh.. Ibu itu baru saja membatalkan keberangkatannya, kalau tidak, Abang kena menunggu tiga hari untuk dapat tiket," dia berkata sambil menujuk pada seorang Ibu yang baru saja lewat disampingku.
"Oh.. Terimakasih Dik Sulis," aku berkata sambil lebih mebungkukkan badan untuk dapat lebih jelas melihat belahan bajunya. Wouw dia punya payudara cukup subur, mungkin 36B kali.
"Nih tiketnya bang," dia menyerahkan tiket sambil menyebutkan ongkos yang mesti kubayar.

Cukup mahal memang, tetapi dibandingkan dengan tarif pesawat harganya tidaklah sampai tiga puluh persennya. Aku segera membayar harga tiket dan berlalu untuk mecari tempat duduk. Kulepaskan pandangan kesekeliling ruangan, tetapi semua bangku penuh, dan orang orang yang berdiri justru lebih banyak dari yang kebagian tempat duduk. Dalam hati aku berkata,

"Aduh.. Ini baru jam setengah tiga sedangkan jadwal busku jam empat, berdiri 1 jam setengah lumayan juga"

Aku mengoyang goyangkan kaki sambil mengamati tiketku. Rupanya bus yang akan kutumpangi betul betul bus yang istimewa. Mereka menamakannya bus" Super Executive". Sebuah sebutan yang pantas menurutku. Di jajaran sebelah kiri hanya ada satu tempat duduk berjejer kebelakang sedangkan disebelah kanan terdiri dari dua buah tempat duduk.

Bangku bangkunya dilengkapi dengan foot leg dan berbusa empuk persis seperti kursi executive class di pesawat. Di antara sisi tempat duduk dan kaca jendela dijepitkan beberapa bantal kecil berwarna biru muda. Disandaran kepala terdapat selimut hangat dengan warna mirip bendera Italy, merah, putih dan hijau. Persis diatas kepala terdapat dua buah ventilasi ac yang dapat dirubah baik volume maupun arah semprotannya.

Melengkapi itu semua adalah sebuah TV 17 inchi tergantung diplatfon disebelah kiri pengemudi, sehingga memungkinkan semua penumpang melihatnya dengan jelas. Audionya keluaran salah satu pabrik di Jerman, suaranya jernih dan lembut karena dilengkapi dengan subwoover.

Dibelakang tersedia sebuah toilet yang dilengkapi dengan tissue, air, gayung dan sebuah cermin kecil didindingnya, tetapi ini 'Hanya Untuk Buang Air Kecil' demikian sederet tulisan di depan pintu masuk. Tak lupa mereka juga memanjakan para perokok dengan menyediakan ruang khusus untuk merokok atau smoking area.

"Para penumpang jurusan Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya dipersilahkan menaiki kendaraan, karena bus anda akan segera diberangkatkan"

Lamunanku terputus dikejutkan oleh suara halus dari pengeras suara dan aku bergegas meninggalkan foto besar yang memamerkan interior bus yang tergantung didinding. Tiba tiba semua penumpang berdiri serentak dan suara suara yang keluar dari mulut mereka sungguh beraneka ragam.

"Oi capeklah baok barang tu.. A" Itu pasti orang Minang, yang populasinya didaerah Riau cukup besar.
"Wes sampeyan naek dulu.." Ini kayaknya dari Surabaya, orangnya kalem berjaket kulit warna hitam, sedangkan temannya memakai kaos warna hijau Persebaya dengan dua gigi emas yang sangat menonjol.
"Tos.. Teteh naik di payun atuh," nggak salah lagi urang Sunda, mungkin mau ke Bandung.

Aku yang tadinya mau buru buru naik ke atas bus jadi terkesima melihat kesibukan mereka. Ada yang bersalaman, berangkulan dan ada yang saling menggeserkan pipi mereka, bersalaman gaya Arab..

"Silahkan Bang" Si Sulis tersenyum sambil merentangkan tangannya..

Aku melangkah naik ke atas bus dengan menginjak keranjang plastik tempat teh botol sebagai alat bantu untuk mencapai tangga utama yang cukup tinggi. Dalam hati aku bertanya,"Tempat dudukku nomor berapa ya" memang dari tadi aku tidak sempat mencek hal itu. Rupanya aku harus duduk di kursi no. 4C, berarti deretan ke empat dari depan berada disisi sebelah kanan atau bangku dua dua dan persis dipinggir jendela. Wah kebetulan ini adalah tempat duduk favouritku kalau naik bus, karena dengan duduk disamping jendela aku bisa melepaskan pandangan kesegala arah sehingga perjalanan tidak terlalu membosankan.

Aku meletakkan tas ku dirak tepat diatas kepala dan memasukkan beberapa koran serta majalah ke dalam kantong pada bagian belakang, bangku depan.

"Bapak bapak dan Ibu ibu selamat datang di atas bus super executive kami, dan semoga perjalanan anda selamat sampai ditujuan". Sulis si cewek bertetek besar memberikan kata sambutan persis kayak pramugari dipesawat.
"Bus ini dilengkapi dengan AC, karena itu kami minta anda yang merokok untuk hanya menikmati rokoknya di smoking area yang telah kami sediakan."

Wah.. Si Sulis kembali melanjutkan kata pengantarnya sambil berjalan pelan ke arah tempat dudukku.

"Dibelakang juga tersedia toilet tetapi hanya dipergunakan untuk buang air kecil saja, kecuali jika anda semua sepakat untuk bersama sama menikmati bau e e.." Sulis tidak melanjutkan kalimatnya karena hampir semua penumpang tertawa terbahak bahak.
"A.. Indak do, indak talok dek awak manahan baun nyo do"

Ibu ibu dibelakangku memberikan komentarnya dalam bahasa Minang.

"Baiklah para penumpang sekalian, terimakasih atas pilihan anda terhadap armada kami dan selamat jalan"

Sulis segera meminta tanda tangan pengemudi sebagai pengesahan surat jalan dan meberikan beberapa copynya kepada kondektur untuk disimpan, kemudian dia menghadiahkan sejumput senyum manis ke arahku sambil melambaikan tangannya.

"Oh.. Sulis, seandainya aku punya sedikit waktu untuk bisa menginap di Pekanbaru, maka aku yakin kesuburan gunung payudaramu akan dapat kudaki, tetapi.. Yah.. Pekerjaan tidak mengenal waktu untuk menunggu"

Setelah kondektur bus selesai membagikan snack, kendaraan mulai bergerak menuju Jakarta dan kulihat jam tanganku persis menunjukkan pukul 4 sore. Wah.. Aku salut atas cara kerja yang profesional dari segenap crew dan pengurus bus, yang dapat mengalahkan perusahaan penerbangan dalam soal tepat waktu keberangkatan.

Lho ada yang aneh kok bangku disebelahku no. 4B masih kosong!!

"Bang ini bangku kosong ya" aku bertanya ke kondektur bus yang berseragam ungu kombinasi hijau.

"Tidaklah bang, mana ada tempat kosong sekarang ini, kayaknya penumpang pesawat tumplek semua kesini, apalagi kan libur sekolah!" dia berkata sambil membetulkan letak barang barang bawaan penumpang agar tidak terjatuh selama dalam perjalanan.
"Tapi.. Ini kosong kok" aku penasaran sambil menepuk nepuk bangku tersebut dengan tangan kiriku.
"Penumpangnya naik di Teratak Buluh" (nama sebuah kampung diluar kota Pekanbaru)
"Oh.." Aku terdiam sambil mengamati deretan toko toko yang berlalu satu persatu seiring dengan kecepatan bus yang makin meningkat.

Pekanbaru, ibukota propinsi Riau memang berkembang dengan pesatnya, maklum dengan kandungan minyak serta gas alam yang melimpah dan potensi hutan yang kaya dengan kayu untuk industri, maka tak heran bangunan bangunan baru seperti kantor pemerintah, ruko dan malah plaza plaza bermunculan dimana mana. Apalagi saat ini perkebunan kelapa sawit dalam skala besar sudah mulai menghasilkan minyak yang pada dasarnya juga akan ikut menaikkan PAD daerah dan memperkuat daya beli masyarakat.

Tetapi satu hal yang selalu menghantui fikiranku adalah" Apakah warga Pekanbaru asli akan bernasib sama dengan saudaranya orang Betawi yang tidak bisa menjadi tuan di tempat kelahirannya sendiri" Semoga tidak demikian, karena factor budaya dan adat istiadat meraka sangat berbeda, sehingga cara pandang mereka terhadap para pendatang juga sangat berbeda.

"When a man love a woman" alunan lembut suara serak Michael Bolton membuat fikir ku merasa rileks, apalagi didukung oleh tempat duduk yang sangat nyaman. Kurebahkan sandaran bangku kebelakang, foot leg kunaikkan selimut segera kututupkan kekaki karena dinginnya ac mulai terasa dan bantal kecil kupeluk buat menghangatkan bagian perut yang terasa kembung diterpa udara dingin

Wah aku betul betul surprise, nggak nyangka kalau ada bus yang demikian bagusnya, sehingga tempat duduknya bisa dirubah menjadi tempat tidur yang cukup memadai buat ditempati selama 36 jam kedepan. Pelan tetapi pasti, seiring alunan lagu dan buaiyan lenggak lenggok bus dalam menapaki setiap tikungan maka mataku mulai berat

"Tidur.. Ah.."

Aku nggak bisa ceritakan seperti apa aku tidur waktu itu.. He he he, yang pasti tidurku begitu nyenyaknya sehingga sama sekali aku tidak menyadari kalau disampingku sekarang telah duduk seorang gadis cantik yang rupanya naik di Teratak Buluh.

"Maaf Bang kalau tidurnya terganggu"
"Oh.. Nggak"

Aku bangun sambil memastikan tidak ada setetes ilerpun yang tak terkontrol sehingga keluar melampaui garis bibir dan dengan ujung telunjuk kubersihkan taik mata yang mungkin nongol disudut sudut mata. Syukur kali ini aku nggak tidur ngiler dan juga nggak ada taik mata, berarti tubuhku masih bisa menjaga martabat tuannya di depan seorang gadis cantik yang belum kukenal.

Kalaulah tadi aku tidur ngiler dan bangun dengan mata penuh dengan ampas airmata, waduh.. ajegile, tentu sigadis disebelah akan hilang selera buat kuajak berkenalan dan alangkah ruginya kalau sepanjang perjalanan 1350 km cuma bengong dan tidur aja.

"Wah jam berapa ini" Aku bertanya pada sendiri sambil melihat jam tangan, ternyata aku tertidur selama dua jam limabelas menit.
"Sekarang sudah jam enam sperempat bang" Gadis disebelahku berbaik hati memberi tahu sambil memandang dengan matanya yang teduh.
"Oh iya, saya kurang tidur semalam dan perjalanan dari Duri ke Pekanbaru sangat melelahkan karena ac mobilnya mati"

Aku memberikan sedikit keterangan tanpa peduli dia butuh atau tidak, hitung hitung balas jasalah karena dia sepertinya memberi perhatian sama aku.

"Pantas tidur abang lelap sekali"
"Oh iya.. Nama saya Dodo, Dodo Djauhari" aku megulurkan tangan untuk berkenalan
"Saya Rostiana, abang boleh panggil Ina saja"

Kami berjabatan tangan, tiba tiba bus menikung kekiri dalam kecepatan yang cukup tinggi akibatnya tubuh Ina terdorong ke arah ku, untung pembatas jok antara kami masih terpasang sehingga hanya kepalanya yang jatuh dalam dekapanku. Rambutnya hitam mengkilap dan menebarkan aroma khas yang memicu mesiu syahwat untuk menggerakkan jiwa dan vital kelelakianku agar bangkit dari tidurnya. Rambut itu begitu terawat, panjangnya hampir mencapai pingul, tetapi dijalin dua ala gadis tahun enampulahan.

"Oh.. Alangkah indahnya kalau rambut itu dibiarkan tergerai bebas dipunggung putih telanjang," pikiran ngeresku mulai keluar.

Kami sama sama tertawa.

"Ha ha.. Ina, sebaiknya pembatas ini kita angkat aja ya, agar bukan hanya kepala Ina yang bisa abang peluk!" Aku menggodanya sambil mendorong pelan tangannya agar dia bisa duduk dengan benar.
"Wah enak di abang nggak enak di Ina dong" Dia menanggapi godaanku sambil tersenyum.
"Tapi kalau abang berjanji nggak macam-macam, ok lah kita akan angkat pembatas ini.
"Abang janji lah.. Dek, abang tak akan macam macam," aku sengaja mengucapkan kata kata dek agar mendapat kesan lebih intim.
"Kalau begitu abang akat lah.. Masak Ina pula yang mesti angkat! logat Melayunya masih cukup kental."

Aku mengangkat balok busa yang memisahkan kursi kami berdua.

"Nah sekarang bangku kita jadi lebih lega kan"
"Betul bang.. Tapi abang sudah janjikan tidak akan macam-macam"
"Abang nih orang baik baik dek, pasti abang nggak bakalan macam macam, karena abang suka yang manis manis".

Ina tertawa keras sekali, dia merasa lucu dengan kata kataku yang sebetulnya nggak nyambung, tapi pengertiannya benar. Sebagian orang di pulau Sumatera menyebut rasa asam dengan macam.

"Oh.. Jadi abang tuh sukakan manisan ya!"
"Nggak juga.. Abang hanya suka gadis manis seperti dek Ina.."

Rudal rayuan mulai kulepas, dengan sasaran lubuk hati dan benteng cinta si Ina. Melihat gelagat dan cara penerimaan dan sikapnya yang lepas bebas begitu, aku yakin tinggal dalam hitungan jam kedepan aku akan berhasil mengakuisisi gadis manis ini.

"Sudah.. Mulai tuh merayu".

Dia berkata sambil melirik, wah.. Mata itu begitu bening dan teduh, aku berkata dalam hati, pasti akan sangat menyenangkan melihat mata itu dikala pemiliknya mulai horny. Sayu, teduh dan mengisyaratkan kepasrahan serta kenikmatan surgawi yang ingin segera dia reguk.

"Tidak.. Yang abang katakan benar adanya, kamu memang manis dan cantik kok"
"Ina tahu.. Lelaki tuh kalau sudah merayu pasti ada maunya"
"So pasti itu.."
"Terus terang aja Abang tuh maukan apa"
"Begini dek Ina, abang tadi dari Duri jam 11 pagi, karena buru buru abang minta sopir taksi untuk lansung tancap gas ke Pekanbaru."
"Sudah.. Jangan berbelit belit gitu lah, terus terang aja"

Tanpa sengaja tangannya menepuk pahaku, oh.. Tangan itu begitu halus membuat aku ingin ditepuk beribu kali lagi.

"Jadi abang tidak sempat makan siang! ha ha ha" Ina tertawa berderai sambil menutupi mukanya dengan kedua belah tangannya.
"Ina tahu sudah maksud abang, abang hendakkan kueh nih kan"
"Semoga Tuhan memberikan hidayahNya kepada orang orang yang mau memberikan makanan, ketika orang lain sedang lapar.. Amin"

Aku berpura pura berdoa sambil membentangkan kedua telapak tanganku.

"Wah menyenangkan sekali punya teman perjalanan seperti abang Dodo nih, kocak rupanya" Ina tersenyum sambil memberikan sepotong bolu gulung dengan selai nanas, yang aku rasa begitu nikmatnya, "Apa karena lapar kali ya!"

Hanya dalam hitungan detik bolu tersebut ludes sudah, tapi rupanya Ina betul betul mempersiapkan makanan yang cukup buat melakukan perjalanan jauh, dan seperti bisa membaca jalan fikiranku dia berkata.

"Bang kita nih kan mau menempuh perjalanan hapir dua hari, kalau mobil nih rusak di tengah hutan kemana kita nak cari makan! makanya Ina sudah siapkan rupa rupa penganan nih".
"Terimakasih Ina,".. Ya Tuhan kasihilah orang orang yang selalu membawa makanan yang banyak dalam tasnya dan dengan senang hati berbagi dengan orang disebelahnya" aku kembali pura pura berdoa.
"Sudahlah bang, aku sudah tahu abang nih banyak kali akal nya, nih yang terakhir buat cuci mulut." Ina memberikan sebuah jeruk yang cukup besar dan manis sekali, sepertinya ini adalah jeruk lokal tetapi rasanya begitu segar.

Demikianlah awal perkanalanku dengan Ina, katanya dia baru saja menamatkan sekolahnya disalah satu SLTA di Pekanbaru dan bermaksuk melanjutkan pendidikan disalah satu perguruan tinggi di Jakarta. Tapi aku sedikit ragu dengan apa yang dia bilang. Memang teteknya telah tumbuh dengan sempurna tetapi sikap kekanak kanakannya masih jelas tersisa, begitu juga dengan wajahnya masih begitu polos dan segar layaknya gadis kelas tiga SMP.

Hari itu dia hanya mengenakan baju kaos tanpa kerah berwarna putih dan ada strip coklat yang pas melewati kedua bukit indah di dadanya. Aku bertanya tanya dalam hati, "Kenapa dia tidak pakai celana jean tapi cuma pakai rok hitam setinggi lutut, padahal ac di mobil cukup dingin. Tetapi justru hal tersebut sangat menguntungkan aku beberapa jam kemudian.

TV sudah dinyalakan dan kondektur memutar sebuah video yang bercerita tentang hantu didalam sebuah mobil. Ina demikian ketakukan menyaksikan hantu tersebut sehingga tanpa sadar kadang kadang dia memeluk tubuhku. Kesempatan itu tidak kusia sia kan, semakin aku menakut nakuti dia dengan hantu itu semakin erat pula pelukannya. Pelan tapi pasti siku kiriku mulai merangsek menekan payudara kanannya. Ina seperti tak peduli dengan tanganku, setiap kali hantu itu keluar di layar TV maka dia akan memelukku, dan saat itu pula siku ku dapat menikmati kenyalnya payudara muda miliknya. Belahan dadanya begitu menonjol, karena dia mempunyai perut yang rata dan pinggang yang kecil, tetapi pantatnya bundar dan padat.. Betul betul seksi.

Jam demi jam terus berlalu, mungkin karena capek Ina tertidur pulas. Pada awalnya posisi tidurnya masih bersandar dengan mantap di sandaran bangku, tetapi akibat goyangan bus ketika melewati tikunungan, pelan pelan kepalanya mulai rebah kekanan dan akhinya mendarat dengan lembut di bahuku.

Nafasnya pelan tapi teratur, menandakan tidurnya sudah lelap sekali. Kembali siku kiriku kugeser sedikit demi sedikit agar tepat mengenai ujung lancip payudaranya dan aku menutup mata, pura pura tidur. Setiap kali mobil terguncang, tekanan siku ku semakin mantap, sehingga dapat kurasakan kehangatan yang mulai menjalari setiap nadiku dan membuat sesuatu bergerak secara otomatis, makin keras, makin keras dan oh.. Penisku sudah bangun.

Dengan lembut dan peerllahann.. Sekali kuraih tangan kanannya dan kuletak kan disela sela pahaku. Tangannya yang lembut tepat menimpa kejantananku dan aku terus berdoa agar bus lebih sering masuk lobang lobang kecil yang akan menimbulkan goncangan ketangan Ina, dan penisku bisa merasakan gesekan hangat tangannya.

Tubuh Ina tiba tiba bergerak dan mulutnya mengeluarkan gigauan yang tidak bisa kutangkap maknanya, tetapi tangannya mencengkram seperti mau memegang sesuatu dan oohh"yang dia pegang justru batang penisku yang sudah demikian tegangnya. Aku yakin Ina tidak sadar akan itu semua, tetapi bagaimanapun justru secara tak sengaja dia telah membangkitkan gairah birahiku yang paling dalam. Pantatku mulai kugerakkan turun naik agar batang penisku dapat merasakan sentuhan tangannya walaupun hanya dari balik celana.

Oh.. Makin lama semakin keras penisku dan aku mulai merasakan denyutan airbah spermaku mengalir dari zakar menuju batang penis dan terus ohh.. Aku mau keluar. Tiba tiba aku dikagetkan oleh lampu interior bus menyala serentak membuat suasana jadi terang benderang.
"Istirahat, istirahat, bagi yang mau mandi, sholat dan makan, kami sediakan waktu yang cukup"

Dalam hati aku mengumpat, "Sial.. Sudah mau orgasme jadi.. Terputus deh"

Rupanya bus sudah sampai disebuah rumah makan di daerah Gunung Medan. Ina rupanya terbangun karena silaunya cahaya lampu, mula mula matanya terbuka setengahnya, dia melihat ke arahku tetapi tidak bicara apa apa, sepertinya bengong.

"Hai bangun.. Kita harus makan dulu ntar kelaparan,"aku berkata sambil membelai rambutnya.

Dia kaget melihat posisi tidurnya yang sudah dalam pelukanku dan tangan kanannya masih tetap menekan penisku.

"Wah.. Aku kok jadi gini tidurnya"
"Tadi kamu rebah ke bahuku, aku mau bangunin tapi kulihat kamu nyeyak sekali.. Ya kubiarkan aja, kamu marah.."

Aku menerangkan apa yang terjadi, tapi tentu saja tidak semuanya, karena soal siku mendarat di payudara harus ditutup rapat dulu.

"Oh.. Maaf ya bang, Ina jadi membebani Abang"dia menjawab sambil bangkit dan terus mengambil sisir.
Dalam hati aku berkata, "Nggak tahu dia, memang itu yang kuharap"
"Ok mari kita turun, Ina Abang tunggu diruang makan ya.., e.. e.. mandinya jangan lama lama!, busnya cuma berhenti 30 menit"
"Iya bang" Ina berlalu menuju kamar mandi perempuan.

Perjalanan kembali dilanjutkan dengan sopir yang sudah berganti dan kulihat jam di dinding depan bus menunjukkan pukul 11 malam. Udara didalam bus semakin terasa menusuk tulang, padahal ac sudah di set oleh kondektur pada setting minimum. Namun yang pasti setelah makan malam aku dan Ina sudah semakin akrab, malah sewaktu keluar dari rumah makan dia sempat bergelayutan dipundakku.

Karena sama sama kedinginan secara reflex kami mulai saling merapatkan tubuh mencari kehangatan.

"Ina nggak bawa jaket," aku bertanya karena melihat dia sedikit mengigil kedinginan
"Lupa bang.. Padahal tadi sudah ditarok diatas meja, tapi tak apalah kan ada selimut hangat nih, Abang tak kedinginan"
"Sebetulnya dingin sih, Cuma jadi hangat karena duduk disamping Ina"
"Nah.. Jangan macam macam ya.. Kan sudah janji"dia seperti mengancam aku, tetapi justru duduknya semakin merapat.
"He he.."

Aku hanya menyeringai dan lansung meraih selimut buat menutupi kakiku. Kulihat Ina juga melakukan hal yang sama, akhirnya selimut tersebut bertaut menjadi satu menutupi bagian bawah tubuh kami. Lampu interior satu demi satu dimatikan, hanya lampu di pintu toilet yang masih menyala. Sungguh suasana yang sangat romantis, ditambah lagi dengan alunan lembut suara penyanyi dari sound sytem mobil 'When a Man Love a Woman'.

Kali ini jalan yang kami tempuh lebih banyak dalam kondisi lurus serta mulus sehingga memuat sang sopir betul betul memaksimalkan kecepatan busnya. Guncangan dan bantingan sudah jarang terjadi, akibatnya hampir sebagian besar penumpang tertidur dengan pulasnya. Tapi aku nggak bisa tidur, perasaanku begitu gelisah, hangatnya tubuh Ina telah membangkitkan gairahku. Apa yang harus kulakukan, ini didalam bus bukan dihotel! tapi bukanlah laki laki namanya kalau nggak berani mencoba dan berusaha.

"Ina.."
"Ya bang"
"Ina kedinginan ya"
"Iya bang"

Oouup! satu kesempatan terbuka sudah, dengan hati hati kuletakkan tanganku diatas pundak kirinya., lalu kutarik pelan tubuhnya sambil berkata.

"Mungking dengan begini Ina akan lebih hangat.."
"Ah.. Abang"

Dia seperti enggan kupeluk tetapi juga tidak berusaha untuk menolak, malu malu kucing kali. Sekarang tubuhnya telah dalam pelukanku, kepalanya bersandar dipundak kiriku, wangi rambutnya kembali membuka pintu syahwat seorang pejantan. Tangan kanannya kuraih dan jemari nya kegenggam dengan erat, Ina diam.. Hanya nafasnya yang terdengar menjadi lebih berat.

Kuremas tangan itu dan dia membalasya.. Wow.. Tubuhku seperti dialiri ribuan watt birahi elektrik. Nafasku mulai memburu dan sesuatu diselangkangan mulai mengejang, meregang tegang, akankah dia dapat jatah kepuasan malam ini. Aku semakin berani, tangannya kuletakkan dipahaku dan dia kurengkuh lebih erat. Aku ingin menciumnya tapi aku mesti plengak plengok dulu.

"Ada yang ngintip nggak ya!".

Orang orang disekelilingku ternyata sudah tidur semua, bunyi dengkur mereka bersahut sahutan, ada yang hanya mendesis laksana kobra, ada pula yang mencicit kayak bunyi tikus dan ada pula yang berat menderam seperti bunyi knalpot Honda tiger, atau jangan jangan sudah pada ngiler kali.

Wah kayaknya situasi sudah aman terkendali, sekaranglah saat yang tepat untuk memulai perang gerilya menyusuri bukit, lembah dan hutan lindungnya si Ina. Bahu kanannya kurengkuh lagi, sekarang wajah kami saling berhadapan, desahan nafas saling menghempas dan mata kami bertatapan dalam remang cahaya lampu mobil yang berpapasan.

"Ina.. Kalau Abang minta sesuatu.. Ina mau nggak!"

Aku berfikir, kalau menghadapi gadis yang bersifat terbuka seperti si Ina ini, lebih baik menerapkan strategi terus terang daripada terus tembak. Kalau terus tembak dan dia menolak, celaka lah kita.. Nggak bakal bisa diapa apain lagi. Tapi kalau kita minta dia nggak kasih.. Ya tinggal dirayu aja, toh masih ada waktu 29 jam lagi, masak nggak dapat sih!

"Abang mau minta apa, kue lagi"
"I yya.. Tapi kuenya lain"
"Kue apa yang Abang maksud..!"

Dia mengangkat kepala dan sorot matanya demikian seriusnya menanti jawabanku.

"Abang mau kan kue-kue itu tuh.."

Aku sengaja menurunkan tangan kananku sehingga menyentuh payudaranya.

"Kue yang mana bang?"

Dia lebih mendekatkan wajahnya kemukaku karena penasaran, saking dekatnya aku dapat mencium wangi bedak yang dia pakai, uh.. Libidoku laksana api disiram bensin, berkobar dan makin berkobar, oh akankah dia mau memadamkan gelora api asmara itu.

"Yang ini.. Ah"

Aku sengaja mengosokkan tangan kananku kepermukaan kedua payudaranya.

"Tuh kan.. Betul Abang mulai macam macam kan"

Dia berkata sambil mengerutkan jidatnya, tapi posisi tubuhnya sama sekali tidak berubah. Biasa.. Gadis gadis biasanya tidak akan mengatakan 'mau' ketika kita minta, hanya feeling sebagai lelakilah yang dapat menentukan dia mau atau menolak! Malam ini sepertinya salah satu malam keberungtungan dalam hidupku, aku tahu dengan pasti bahwa si Ina sudah jatuh dalam pelukanku. Aku makin mendekatkan wajah ku sehingga bibir kami saling bertemu. Kurasakan tubuhnya bergetar, nafasnya mulai sesak dan dia menarik tubuhnya kebelakang menjauhiku.

"Kenapa Ina"!"

Aku bertanya untuk menghilangkan kegugupannya

"Nggak papa bang.. Maaf ini baru pertama bibir Ina disentuh laki laki"
"Oh.."

Dalam hati aku berkata 'Hore' dapat perawan lagi nih.

"Abang juga minta maaf ya"

Aku memang minta maaf tapi pelukan semakin kupererat, sekarang bibirnya bukan hanya kusentuh tetapi mulai kukecup dengan lembut. Mula mula Ina diam saja, bibirnya bergetar tapi masih tertutup rapat. Kusentuhkan ujung lidahku diantara belahan bibirnya yang merah merekah tiba tiba.

"Oohh bang.. Ina"

Kata katanya tak terucap karena bibirnya mulai terbuka dan tanpa buang waktu segera kulumat dengan penuh perasaan.

"Bang.. Jangan.."
"Kenapa.. Sayang"
"Malu ntar dilihat orang"
"Kalau nggak ada yang lihat!"
"Ah.. Abang.."
"Ina.. Semua penumpang sudah tidur kok.. Nggak usah kawatir"

Kembali bibir kami berpagutan, lidahku segera kuberi tugas untuk melakukan penetrasi ke mulut Ina dan melakukan liukan demi liukan pemancing serta pembangkit nafsu si Ina. Ina mulai sedikit terangsang, kalau tadi dia cuma diam dan pasrah, sekarang pelan tapi masih malu malu ujung lidahnya terasa melayani lidahku, mereka beradu dan saling melilit, semakin membakar gairah kami. Tanganku mulai turun meraba payudara kanannya, kurasakan hentakan pada tubuh Ina ketika jari jemariku berhasil menyusup diantara branya. Oh.. Teteknya begitu kenyal dan halus.

"Abang.. Jangan.. Bang"

Ina mengeluh tanpa membuka matanya, aku tahu dia tidak sungguh sunguh berkata jangan. Bisa saja yang diamaksud dengan kata jangan adalah 'jangan berhenti bang'. Dalam keremangan aku menemukan pengait bra si Ina, rupanya bra itu punya pengait dibagian depan.

"Bret"

Sekali tarik pengait itu lepas dan oh.. dalam keremangan cahaya yang romatis, aku dapat melihat dengan jelas dua bulatan lonjong memanjang, tergantung didada Ina dengan anggunnya. Bajunya segera kusingkap ke atas dan tanpa dapat ditahan lagi bibir ku sudah mendarat diputing susunya.

"Ah.. Abang, jangan.. Bang.. Jangan.."

Hanya kata kata itu yang keluar dari mulut Ina ketika teteknya kuremas dan putingnya kuhisap sambil kujilat. Aku jadi begitu sibuk berpindah dari payudara kiri ke payudara kanan, meremas, membelai, menghisap, memlintir putingnya dan yang terdengar hanya erangan Ina serta bunyi cpet, cput sshh dari mulut ku yang bermain dipermukaan payudara si Ina.

Kuangkat kedua selimut kami agar tetap menutupi semua gerakan yang sedang kami lakukan. Mata sayu Ina sekarang semakin sayu dan redup, bebirnya merekah menunggu sergapan cinta birahiku. Pelan pelan tanganku mulai turun mencari ujung roknya, sambil membelai pahaya rok itu ku sibak sedikit demi sedikit. Ina tidak menyadari kalau tangan ku sudah tiba dipangkal pahanya, karena dia begitu terhanyut oleh nikmatnya hisapan bibirku diputing susunya. Permukaan tanganku sudah dapat merasakan cairan hangat yang menutupi permukaan vaginanya. Lembut vagina itu kusentuh dengan ujung telunjukku dan,

"Ah.. Abang jangan sentuh itu.. Bang.. Tolong jangan bang"
"Nggak apa apa kok sayang, Abang hanya menyentuhnya nggak lebih kok"

Karena kurasakan tidak ada penolakan dari Ina, aku semakin berani menggarap vaginanya. Aku meremasnya dengan penuh irama dan dari mulut Ina hanya lenguhan kenikmatan yang dapat kudengar.

"Ah.. Abang nakal sih"
"Iya Abang memang nakal, tapi Ina sukakan..!"
"Ah.. Jangan dibuka Bang, nanti.."

Kata katanya terputus karena clitorisnya kusentuh, tubuhnya kembali bergetar hebat dan pinggulnya mulai bergerak mengikuti irama jari jariku dipermukaan vaginanya. Pahanya sedikit kurenggangkan agar vagina Ina lebih terbuka. Ina tidak lagi peduli dengan orang orang disekitarnya, erangannya makin lama makin keras terdengar.

"Ina.. suaranya ditahan dikit.."
"Abang sih, nakal.."

Dia menjawab sambil melumat habis bibirku. Jariku mulai menyibak belahan vaginanya yang hangat dan terasa licin karena basah. Aku tahu dia masih perawan karena itu aku hanya membiarkan jari telunjukku membujur menutupi lobang vaginanya. Sesekali kugerakkan agar dapat menyentuh clitorisnya.

Erangan demi erangan lamat lamat terus terdengar dari mulut Ina, tapi sekarang tiba tiba dia diam menahan nafas, tubuhnya mengigil, tangannya erat merangkul pundakku.

"Kenapa Ina," aku bertanya.
"Bang.. Ina nggak tahan, sepertinya mau pipis, oh.. Enak bang.. Terus.. Sentuh lagi Bang, terus"

Aku dapat merasakan kalau Ina sudah mendekati orgasmenya yang pertama, jari jemariku semakin lincah bermain di permukaan vaginanya, puting susunya terus kuhisap dan kujilat, sedangkan tangan kiriku tak henti meremas payudara kirinya.

"Oh.. Abang.. Ina.. nggak.. Tahan"

Cengkraman tangannya terasa begitu kuat di pundakku, pinggulnya bergoyang hebat, matanya mendelik sehingga hanya putihnya yang kelihatan. Sementara itu tangan ku basah disirami tetes tetes cairan kenikmatan ketika Ina mencapai klimaksnya. Sekarang dia terdiam dengan nafas yang memburu, kepalanya tersandar didadaku. Gejolak birahiku makin menjadi, sambil menciumi rambut kepangnya aku membuka ruesleting celanaku. Tangan Ina kuraih dan kutuntun agar memegang penisku yang sudah tegang menantang.

"Oup"

Dia kaget dan geli ketika merasakan gerakan reflek penisku disaat kesentuh tangan halusnya.

"Nggak pa pa.. Ayo"

Kembali kutuntun tangannya, kali ini dia berani menggenggam bagian tengah penisku.

"Ina di kocok kocok dong"
"I.. I.. iih.. Ina geli bang"

Walupun dia bilang geli tetapi pegangannya tidak lepas dari penisku. Dia seperti anak kecil dapat mainan baru, sebentar pegangannya erat sebentar dia lepas, sebentar dia mengocok tapi tiba tiba berhenti. Justru cara dia seperti itulah yang membuat nafsuku merasuk sampai ke ubun ubun.

"Oh.. Ina.. Ujungnya dibelai sayang"
"Tapi basah bang"
"Iya.. Basah itu damai ee.. eh.. nikmat sayang"
"Ina pernah lihat orang beginian nggak sebelumnya"
"Pernah Bang hampir tiap hari, soalnya Ibu Ina kawin lagi dan suaminya lebih muda dari Ibu, Ina sering ngintip mereka begituan"
"Mereka ngapain aja In," kerongkongan ku tiba tiba terasa serak karena ditimpa nikmatnya elusan tangan halus si Ina di ujung penisku. Aku sengaja mengajak dia ngobrol untuk memperlambat ejakulasiku.

Dari tadi hentakan spermaku sudah mulai mengila ingin berlomba menempuh lubang penis dan saling berebut menyembur diujung lobang super nikmatku. Padahal aku ingin lebih lama merasakan nikmatnya sentuhan jari jemari si Ina, dan dengan sedikit memecah konsentrasi kuharap ledakan sperma dapat kuperlambat.

"Ya.. Kadang mereka langsung main aja, bapak tiriku diatas, kadang kadang mereka saling remas remasan dan pernah pula Ina lihat mereka main jilat jilatan."
"Ah.. jilat jilatan kayak apa In"
"Ibu menghisap punya papa tiriku, dan bapak tiriku menjilat punya Ibu.. Ya begitu"
"Emang bisa.. Punya laki laki dihisap In.."

Aku pura pura bego dalam rangka mencapai target berikutnya.

"Bisalah bang, nah kayak gini nih"

Ina menundukkan kepalanya diantara kedua pahaku, selimut kembali kutarik sehingga kepala Ina tidak lagi kelihatan dari luar, yang tampak hanya gerakan turun naik dibalik selimut. Ina mencoba memasukkan semua batang penisku kemulutnya, dia tersedak karena langit langit dan anak lidahnya tertusuk ujung penisku.

"Ina jangan dikulum semuanya, dihisap dan dijilat aja berulang ulang," aku memberikan petunjuk.
"Euh.. euh.."

Dia menjawab tapi nggak jelas karena penisku memenuhi rongga mulutnya, yang pasti dia mengerti dengan apa yang kumaksud. Kepalanya mulai turun naik, ujung penis ku dihisap berkali kali.

"Ohh Ina. Terus sayang.. terus.. Terus.." Dan tiba tiba kakiku kejang, mataku terpejam, tubuhku terasa melayang dan semprotan itupun terjadilah. Spermaku kuat menyemprot kedinding mulut si Ina, dia tidak menyangka kalau aku akan mengeluarkan cairan itu didalam mulutnya. Dia gelagapan dan..

"Uek.. uek.. Uek.." Ina muntah..!!

Cepat kulap mulutnya dengan ujung singletku, sisa sisa sperma yang berserakan diseputar bibirnya kuhapus dengan ujung selimut dan celanaku segera ku kancingkan lagi.

"Oi.. Mabuak dia"."

Ibu-ibu dibelakang bangkuku berdiri mendengar suara Ina yang muntah muntah.

"Ini nih ado kantong assoiy nih ambil, biar nggak berserakan muntahnya.. Apo perlu antimo ndak"
Ibu itu begitu baik menawarkan bantuannya.
"Makasih Bu, yang kami butuhkan tissue Bu, ada nggak.."
"Oh.. Ado, nih ambillah"

Memang yang kubutuhkan adalah tissue buat pembersih sperma yang tercecer dibaju Ina dan di celanaku. Orang Ina bukan mabuk darat kok tapi mabuk sperma. Yang dia butuh bukan antimo tapi antihamil. He.. he..

"Bang baunya anyir Bang, nggak mau hilang"
"Ok, sekarang Ina ke toilet aja dan cuci pakai sabun"
"Oh, iya deh bang"

Aku merasakan CDku basah berlepotan sperma, yah biarin lah yang penting nikmatnya sudah kuteguk.

Tak lama kemudian bus berhenti di pom bensin buat mengisi bahan bakar. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 3 dinihari dan ini kesempatan untuk membersihkan celana dan burungku yang habis muntah muntah. Menurut kondektur kami telah sampai diperbatasan Propinsi Jambi dan Sumatera Selatan.

Wah.. Sebuah perjalanan yang nyaman, nyaman dalam arti yang sebenarnya karena selama lima jam terakhir yang kami tempuh adalah jalan lurus dan mulus, hanya sesekali ada belokan dan itupun tidak begitu terasa karena pengemudinya begitu trampil mengatur kecepatan sewaktu menempuh tikungan.

Nyaman, karena ada si Ina disampingku dan kami sama sama menikmati kebersamaan kami. Saling menghangatkan, saling menerima dan saling meberi apa yang dapat kami nikmati. Perjalanan masih sangat jauh, sekian kota lagi yang mesti kami lewati tetapi karena ada si Ina disampingku perjalanan ini terasa indah dan cepat.

Perjalanan masih sangat jauh, sekian kota lagi yang mesti kami lewati tetapi karena ada si Ina disampingku perjalanan ini terasa indah dan cepat. Tak terasa kami sudah menyebrangi selat Sunda, seharusnya ferry kami langsung merapat tetapi ini sudah hampir 2 jam masih saja terapung apung menunggu giliran sandar. Rupanya di dermaga terjadi kerusakan akibatnya hanya satu dermaga yang berfungsi.

"Bang jam berapa kira kira kita sampai Jakarta!"
"Bisa bisa jam 12 malam.."
"Aduh kalau nggak ada yang jemput aku, gimana ya"

Ina baru pertama kali ke Jakarta dan keluarganya ada di Depok, memang mereka telah benjanji mau menjemput di Rawamangun, tapi kalau mereka lupa atau.. Itulah yang membuat Ina tampak gusar, dia berpegangan di ralling ferry sambil memandang jauh ke arah kerlap kerlip lampu Krakatau Steel.

"Begini, kalau nanti nggak ada yang jemput, Ina ikut Abang aja, besok pagi pagi sekali Ina Abang antar ke Depok.. Ok!"
"Ya.. Gimana ya.." Dia kelihatan ragu.
"Atau Ina mau menunggu mereka sampai pagi di Rawamangun"
"Enggaklah Bang.. Ngeri.. Katanya disitu banyak preman.."
"Makanya yang paling aman ikut Abang aja.. Nanti kita tidur di.."
"Ina.. Nggak mau tidur dipenginapan Bang, nggak mau.."
"Lho siapa yang mau ngajak Ina ke penginapan! Nggak lah, suer Abang janji, lagian penginapan kan biasanya kotor and jorok"

Kami saling menempelkan tangan kanan sebagai tanda setuju.

"Rawamangun.. Rawamangun.. Jakarta.. Jakarta.. sampai sampai"

Suara gaduh dan kilauan cahaya lampu membangun aku dari tidur nyenyak semenjak bus turun dari ferry di Merak.

"Ina.. Bangun kita sudah nyampe."

Kulihat jam ku sudah menunjukkan kukul 01.30 dinihari. Ternyata feeling Ina memang betul. Setelah hampir 15 menit mencari kesana kemari disekitar terminal, kami tidak menemukan saudara Ina yang katanya mau menjemput.

"Bang, gimana dong Bang, kok nggak ada yang jemput Ina."
"Ya sudah.. Ina ikut Abang aja ya"

Wah aku harus berfikir keras kemana si Ina harus kubawa malam ini, kerumah! Jelas nggak mungkin, kecuali mau perang bubat dengan mantan pacar. Nah! Aku ada ide.

"Bang ke Central Bang" Sopir taksi ternyata mengerti dengan apa yang kumaksud.
"Yang di jalan Pramuka Pak"
"Betul Bang"

Aku sengaja hanya menyebutkan nama sebuah hotel tanpa mendahuluinya dengan sebutan hotel supaya Ina tidak curiga. Di taksi Ina kembali tertidur pulas dan baru bangun setelah aku bangunkan untuk segera check in.

"Ina.. Ina, ayo bangun bangun.."
"Ouhh.. Kita dimana bang.."
"Ayo turun dulu"
"Wah.. Bang, Ina nggak mau kepenginapan.. Kok Abang malah"
"Ina.. Ini bukan penginapan tapi hotel, ayo.. malu tuh diliatin orang"

Dengan langkah gontai karena masih mengantuk Ina kutuntun menuju lantai 7 hotel tersebut.

"Bang Ina mau mandi dulu ya". Kayaknya badan Ina sudah gatal semua"
"Iya deh.. Abang pesan makanan ya"

Sebelum masuk ke kamar mandi Ina mengeluarkan semua isi katong roknya, isinya beberapa uang logam, permen yang tadi kami beli sewaktu di ferry tissue dan sebuah kartu pelajar. Segera kulihat dengan seksama kartu tersebut

Nama: Rostiana
Kelas: II B SMP Negeri

"Oh my God".
"Kali ini feelingku kembali terbukti, Ina bukan tamat SMU seperti yang dia bilang, nyatanya baru tamat SMP, tetapi kenapa dia mesti berbohong untuk itu".

Kalau dilihat dari penampilan, tak seorangpun akan menampik kalau dia sudah tamat SMU. Tinggi sekitar 162, berat sekitar 51 kg dan bra 36.., rambut panjang dikepang, yah.. Harus diakui Ina gadis yang cepat matang secara phisik.

"Ina.. Ayo kita istrirahat yok, pantat Abang rasanya pegal banget nih"
"Ayo bang"

Kami segera menuju satu satunya tempat tidur di kamar itu karena memang aku sengaja memesan kamar dengan single bed. Aku tahu Ina tadi tidak pakai kosmetik apa apa maklum sudah mau tidur, tetapi wangi asli tubuhnya jauh lebih merangsang dari pada parfum keluaran Paris sekalipun.

"Na.. Keramas ya!" aku bertanya sambli memeluk dan menciumi rambutnya.
"Iya.. Bang, kan katanya kalau habis gituan harus keramas"
"Lha, Ina kapan gituannya"
"Dasar Abang, sudah pikun kali ya"
"Tuh yang kemaren malam di bus kita ngapain.. Ayo.."
"Ee.. Eh iya. Maksud Abang kita kan hanya"

Aku sengaja tidak meneruskan kalimat, aku menunggu reaksi Ina.

"Tapi.. Ina kan keluar Bang. Dan Abang juga lho"

Aku nggak peduli lagi dengan kata katanya, karena wangi rambutnya telah membuat otak kanan dan kiriku, sekarang kompak memikirkan satu tujuan yaitu memberikan yang terindah buat kepala bawah alias penisku. Tubuh kami saling berhadapan ditempat tidur, sewaktu membalikkan badan, dada Ina sempat tersentuh oleh tangan ku dan aku dapat merasakan kalau Ina kali ini tidak lagi pakai bra.

Darahku berdesir tiba tiba, degup jantung ku menaik, kepala atas dan bawah mulai berdenyut. Kurengkuh pinggulmya dengan tangan kanan sehingga tubuh kami jadi berdempetan. Teteknya yang lembut dan padat terasa menekan dadaku dan paha kami saling menempel. Ina hanya pakai daster yang sangat longgar sedangkan aku sedari tadi sudah telanjang dada, hanya sehelai celana pendek tanpa CD yang saat ini kupakai.

Bibir kami saling bertemu, Ouuhh.. aku nggak sabar lagi, bibir merah itu lansung kulumat. Bibir kami saling berpagutan dan sekarang lidahku mulai keluar menjilat rata permukaan bibirnya.

"Oh.. Abang.. Jangan bang.."

Ina merintih, tetapi aku tahu pasti dia tidak bermaksud melarangku. Tangan kananku mulai turun menyingkap dasternya, oh.. paha dan pantatnya demikian mulus. Kuremas pantat itu dengan lembut serta kutarik CDnya dengan pelan. Bibirku tak puas hanya diatas, sekarang dia mulai turun meniti leher Ina yang jenjang terus ku geserkan kesela sela kupingnya. Dalam keremangan dapat kulihat bulu bulu halus di kuduknya pelan pelan berdiri karena rasa geli bercampur nikmat.

Kukecup leher Ina.. "Bang.. Hati hati.. Jangan dicupang, ntar kelihatan"
"I.. ya, jangan kua.. tiir"

Aku terus mengembara dengan bibirku, kecupan demi kecupan telah membuat Ina memejamkan matanya karena nikmat. Kugeser kepala ku sedikit kebawah dan oh.. Payudara itu demikian ranumnya. Semalam memang aku sudah meremas dan dan menghisapnya, tetapi baru kali ini aku dapat melihat bentuknya dengan jelas.

Payudara Ina putih sekali, saking putihnya aku dapat melihat urat urat kecil bewarna merah dan biru seperti menempel dipermukaan kulitnya. Putingnya kecil, runcing dan memanjang (pantas semalam enak banget ketika dikenyot) sekitar puting berwarna coklat muda dan di payudara kiri masih tersisa sedikit warna merah bekas kecupanku tadi malam.

Segera kubenamkan kepalaku diantara dua bukit indah tersebut, Ohh.. sungguh nikmat menancapkap bibir serta lidah di daging kenyal itu. Pelan kubelai pangakal payudara itu, terus, terus memutar pelan menuju putingnya. Tubuh Ina menggelinjang dan sekarang dia telentang, telanjang, mengangkang dan mengerang sambil menantang.

"Bang.. Ina.. Nggak tahan, sekarang terserah Abang aja."
"Iya sayang"
"Tetapi kenapa Ina bohong sama Abang"

Aku coba mencari tahu sambil terus turun menjilati perut dan pusarnya.

"Auh.. Abang.. ge.. geli.. Tapi.. Terus bang"

Pantat Ina mulai bergerak liar, membuat penisku tambah tegang dan mulai mengeluarkan lendir puith di ujungnya.

"Ina benci selalu dibilang masih kecil.. Sama bapak tiri Ina"
"Terus"
"Katanya sama Ibu, Anakmu itu kan masih kecil, ayo nggak apa apa kita main aja aku sudah nggak sabar kalau mesti nunggu dia tidur"
"Apa maksudnya dengan main ajaa.." kata kataku sedikit terputus karena aku berusaha melepaskan celana pendekku.
"Maksudnya, mereka langsung begituan, padahal kamarku cuma dibatasin triplek tanpa loteng"

Ina sekarang semakin erat memelukku, dibagian bawah aku dapat merasakan penisku tepat berada diatas bulu bulu halus vagina Ina yang tumbuh belum sempurna, geli dan.. sangat merangsang.

"Jadi Ina ngintip mereka"
"Mula mula nggak sih bang, tapi.. lama lama Ina dengar Ibu mengerang-mengerang dan berkata ou.. ou.. ou.. jangan dulu, jangan dulu. Oh.. aku nggak tahan.. ouh."

Sekarang batang penisku persis dibelahan vagina Ina. Vaginanya terasa hangat dan mulai berlendir.

"Ina penasaran. Eh rupanya Ibu telanjang dan diatasnya kulihat bapak tiriku lagi asyik menghisap puting payudara Ibu dan Ina mendegar bunyi aneh.. Klepok, klepok tiap kali pantat dan pinggul mereka beradu"
"Oh.. Ina yang mereka lakukan sama seperti apa yang sekarang kita rasakan"
"Iya Bang.. Ina bukan anak kecil lagi kan. Buktinya sekarang Ina sudah bisa kayak Ibu telanjang dan Abang diatas Ina."
"Iya sayang"

Bibirku sampai diperbukitan paling indah yang pernah aku lihat. Bulu vagina Ina masih sangat jarang, warnanyapun masih kemerah merahan. Semalam aku mengira dia mencukur bulu bulu itu, tetapi rupa rupanya bulu itu memang belum tumbuh dengan sempurna.

Kukecup bulu itu, turun menuju belahan vaginanya, ah.. warna merah muda menyembul ketika bibir vagina Ina kusibak dengan jariku. Bibir kiri dan kanan vaginanya sedikit bergelambir atau seperti ada sayatan kulit tipis persis dipinggir mulut vagina, segera kuhisap pelan clitorisnya.

"Bang.. Terus.. Bang.. oouueenak Bang"

Pinggul Ina mulai bergoyang dan pahanya terasa menjepit kepalaku sedangkan kedua tangannya mendorong agar kepalaku lebih dalam terbenam ke dalam vaginanya. Segera kujilat klitorisnya dan pelan pelan lobang vaginanya juga kujilat dengan ujung lidahku, cairan putih bening mulai mengalir dari dalam vagina yang masih tertutup rapat karena masih perawan.

"Ina, coba pahanya direnggangkan dikit"

Aku merubah posisiku sedikit lebih tegak dengan bertumpu pada kasur agar penisku bisa lebih leluasa bergerak dipermukaan vagina Ina.

"Abang, mau diapain Bang"
"Oh tolong payudara Abang dibelai belai, ayo sayang"

Oh.. Kenikmatan luar biasa segera menjalari setiap ruang pori poriku ketika payudaraku diplintir lembut oleh Ina, tidak itu saja, tiba tiba dia bangkit, sambil bergelantungan dipundakku Ina menghisap kedua tetekku bergantian.

"Oh.. Ina.. Pelan pelan sayang. Abang jadi nggak tahan"."

Kedua paha Ina sekarang terpentang lebar, vaginanya terbuka dan siap menerima tusukan tusukan penis yang menegang. Kugeser pinggulku ke atas dan kebawah lembut berirama, penisku bergerak seperti mencongkel clitoris Ina, Ina makin teransang. Sekarang tercapai sudah keinginanku melihat kedua mata sayu itu dalam keadaan horny, memang indah dan sangat merangsang.

Lendir semakin membasahi kedua kelamin kami, gerakan penisku semakin lancar dan lincah diatas permukaan licin vagina Ina. Tiba tiba dia memeluk erat pinggulku.

"Bang Ina ingin sekali jadi wanita yang sempurna"
"Maksud Ina"
"Ina mau, Abang masukkan penis Abang. Tapi Ina juga masih takut kehilangan perawan Ina, gimana nih bang, Ina nggak tahan"

Ina meminta dengan pasrah, kulihat bibirnya setengah terbuka menunggu lumatan dan matanya sayu terpejam lemah. Aku dapat merasakan getaran tubuhnya yang dahsyat karena itu gerakan pinggulku semakin kupercepat. Setelah 6 sampai 8 kali ujung penisku melindas clitorisnya Ina menjerit.

"A.. a.. a.. Abang, Ina lepaass lagi"

Pelukannya demikian erat dan pada saat itu pula penisku berdenyut keras sekali, air itu bergerak liar dari selangkanganku, kepangkal paha terus menuju batang penis yang berdiri tegak dan oh.. dia menyembur keluar.. lepas.. lepas..

Kupegang kepala penisku yang masih berdenyut dan menyemprot terpatah patah, kujepitkan diantara kedua payudara Ina, Ina senang sekali. Kedua teteknya dia jepit dengan tangannya sehingga menimbun hilang semua batang penis dipangkal payudara tambun itu.

"Bang, kenapa tadi Abang nggak masukkan aja"
"Ina, masa depanmu masih panjang sayang.. Kamu masih muda. Dunia memang berlaku tidak adil terhadap kaummu. Kami para lelaki dengan gampang bisa membuang keperjakaan dimana saja, di tempat lacur, di kamar mandi dikandang binatang, ya dimana saja kami suka. Tidak ada yang ribut."
"Maksud Abang?" Ina melap keringat yang menepel didahiku..
"Kebanyakan lelaki masih saja menuntut kamu perawan sampai ke malam pertama, Abang tahu ini sangat berat buat kalian para perempuan. Lihatlah godaan itu begitu banyak hampir disetiap sisi kehidupan."
"Jadi gimana dong bang. Aku kan kepingin nyoba juga"
"Ya.. Itu bukan berarti kamu nggak bisa mencobanya, kamu bisa melakukan dan merasakan kenikmatan sex itu tanpa harus kehilangan keperawananmu"
"Oh iya. Ina ngerti sekarang, thank you bang. Abang telah ngajarin Ina mencicipi kenikmatan itu dan Ina toh masih tetap perawan kan"
"Iya, tapi kamu mesti hati hati, kamu hanya boleh melakukannya dengan orang yang sudah bisa mengontrol emosinya, jangan lakukan dengan pacarmu yang sebaya"
"Emang kenapa bang.."
"Kalau saja tadi Abang nggak bisa menahan diri, ya.. Sekarang kamu sudah nggak gadis lagi, perawanmu tinggal kenangan.. He he.. he.." Aku mencium bibirnya yang setengah terbuka karena mau komplain.
"Jadi kalau gitu, Ina mesti lakukan dengan siapa dong kalau lagi kepengen"
"Ya sama Abanglah, jangan sama yang lain he.. he.. he"

Cubitan bertubi tubi mendarat dipingangku membuat aku harus lari dari tempat tidur ke kamar mandi dalam keadaan telanjang lancip eeh bulat.

"Ina"
"Ya.. Bang"
"Coba dengar lagu itu"

Saat itu kami berada didalam taksi menuju ke rumah saudaranya Ina di Depok, kebetulan dari radio terdengar sebuah lagu lama Crisye yang diaransement baru.

"Anak sekolah datang kembali dua atau tiga tahun lagi"
"Bang. Bang. Tukar aja stationnya bang"

Ina cemberut karena nggak mau dibilangin masih kecil

"Iya dik.."
"Eh Bang aku sudah besar tauk, jangan dipanggil dik, semalam aja aku sudah bisa"

Mulutnya langsung kubekap dengan tangan kananku, takut dia malah buka rahasia kami semalam. Sopir taksi cuma mesem mesem sambil memindahkan gelombang radio ke station lain.

"Ok para listener dimana saja anda berada, kami tahu sore ini macet terjadi dimana mana, kami minta anda bersabar dan untuk menemani perjalanan anda berikut sebuah nomor lama, 'When a Man Love a Wooman'"
"Tet.. tet.. Titt.. eh.. maju.. Oi.. Jangan tidur.."

Macet dipintu tol Rawamangun mulai mencair, kulihat gadis berkepang dua melambaikan tangannya dari atas bus dan masih saja senyum dikulum. Buat dia tidak ada yang perlu dipermasaalahkan tinggal duduk di bangku empuk bus super executive sambil menonton tayangan video. Lagu Michahel Bolton dan teriakan, serta suara gaduh klakson mobil telah merenggut khayalan indahku dengan si Ina. Semenjak itu aku hanya dapat berita bahwa dia pindah ke Surabaya ikut dengan Ibunya yang sudah bercerai dari bapak tirinya.

Buat adik adikku yang masih SMP atau SMU kalian boleh saja menikmati semua vasilitas atau fitur fitur sex yang ada pada tubuh kalian, tapi ingat masih banyak lelaki yang akan menuntut keperawanan disaat MP dengan kalian kelak. Namun itu tidak berarti kalian tidak bisa, toh seperti aku dan Ina". Kami sama sama puas dan bisa menikmati kebersamaan kami, tetapi itu bisa terjadi karena aku sudah berpengalaman dan bisa mengontrol diri.

Nah kalau kalian punya pengalaman seru seperti itu atau yang mirip mirip tapi nggak bisa bikin ceritanya, email aja aku, nanti kubuatkan cerita yang bagus buat kalian. Atau kalau ada yang sekalian mau belajar menikmati sex seperti si Ina. Dengan senag hati akan dilayani. he.. he..he.

Jakarta May 2004

E N D

Arti Sebuah Pertunangan

Sebulan sudah pertunangan Triana dengan Alfi berlalu, pertunangan yang sederhana dan hanya dihadiri oleh keluarga dan teman dekat termasuk aku dan pacarku Milla. Tergambar rasa bahagia pada raut wajah mereka berdua, senyuman selalu tersungging di bibir Anna, begitu kami biasa memanggil Triana.

"Selamat ya, Fi.."
"Makasih Rey, lu cepet dong nyusul, kapan lagi gue rasa Milla juga udah ngebet tuh pengen kawin"
"Ah, elu bisa aja Fi, nyantai aja tau-tau gue udah ngeduluin elu, gimana?"
"Wah bagus tuh, kalo gitu oke deh gue tunggu..?"

Keceriaan terpancar di wajah Alfi, betapa tidak kini ia tinggal selangkah lagi untuk membawa Anna kepelaminan. Ya, Anna seorang gadis cantik yang selalu dikejar-kejar cowok seluruh fakultas tempat Anna kuliah, maka dari itu Alfi merasa paling beruntung setelah berhasil membawa Anna ke ikatan pertunangan.

Perkenalan Alfi dan Anna sendiri terjadi saat ia diundang oleh Milla pacarku pada perayaan ulang tahunnya setahun yang lalu. Sedangkan aku sendiri sudah mengenal Anna jauh sebelum itu, karena memang Anna dan Milla adalah teman satu kampus pada salah satu universitas di Jakarta. Ku akui Anna memang mempunyai sosok yang begitu sempurna dengan postur 165 cm dan berat yang ideal membuat tubuhnya proporsional, kaki jenjang dan wajah yang cantik. Kalau saja aku belum punya Milla mungkin aku juga akan berusaha mengejar Anna, tapi aku lebih menyayangi Milla dengan keceriaan dan kecantikannya yang tidak kalah bila dibandingkan dengan Anna.Milla memang lebih periang dibandingkan Anna yang agak pendiam, Anna paling hanya tersenyum bila kami berempat bercanda dan berkelakar.

Milla sendiri telah menjadi pacarku selama kurang lebih dua tahun dengan berbagai pasang surutnya masa pacaran. Pernah kami putus untuk beberapa waktu lamanya tapi akhirnya kami saling menyadari kesalahan kami dan mulai komitmen untuk pacaran lagi. Pernah juga kuajak Milla untuk bertunangan tapi Milla menolak karena ia belum siap, ia ingin menyelesaikan kuliahnya dulu baru berpikir untuk kearah hubungan yang lebih jauh

"Sudahlah Mas Rey, lebih baik kita pacaran kaya gini aja, aku gak mau kita tunangan tapi putus di tengah jalan, toh kita bisa melakukan segalanya kan?"

Begitulah bila aku mulai membicarakan pertunangan dengan Milla, memang selama pacaran kami telah melakukan hal yang lebuh jauh dan hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang sudah resmi menikah. Tapi ini kami lakukan karena rasa cinta diantara kami dan Milla pun menyerahkan yang paling berharga dalam hidupnya sebagai seorang wanita dengan rela dan di dasari cinta diantara kami.

Untuk hal yang satu ini bagiku memang bukan yang pertama dengan Milla saja tetapi aku sudah pernah melakukannya dengan beberapa pacarku yang sebelumnya. Tapi dengan Milla aku menemukan sesuatu yang lain yang penuh arti dan penuh cinta dan aku kadang berjanji pada diri sendiri bahwa Milla adalah pelabuhan cintaku yang terakhir. Pertamanya kami hanya sebatas saling berciuman dan saling menjelajahi tubuh masing-masing, tapi pertemuan demi pertemuan kami mulai melangkah lebih jauh lagi hingga suatu ketika kami sudah bergumul di sebuah kamar hotel yang sengaja kami buking untuk bercengkrama.

Milla terlentang ditempat tidur, hanya tinggal celana dalamnya saja yang melekat menutupi daerah selangkangannya.Aku sendiri telah menanggalkan seluruh pakaianku sambil memeluk tubuh Milla yang terengah. Perlahan kukecup bibirnya, kubuka dan kujulurkan lidahku mengisi rongga mulutnya yang mulai terbuka, Milla menerimanya dengan dengan pagutan yang hebat pula. Aku mulai menempatkan tubuhku diatas tubuhnya dan terus memainkan ciumanku, kini bibirku merayap turun menuju leher dan terus bergerak untuk mencapai gumpalan daging yang membumbung diatas dada Milla.

"Akh.. Mas.. Rey.." Milla mendesah lirih saat lidahku yang basah mencapai puncak payudaranya yang merah dan menegang.

lama lidahku bermain disana, mengulum dan menggigit kecil tonjolan daging sebesar biji kacang di atas payudara Milla, diselingi remasan tanganku seakan aku tak pernah puas dengan benda ukuran 36b ini.Kini bibirku berada diatas perut Milla, kujelajahi lekuk pinggang Milla dengan lidahku, perlahan tanganku merayap menggeser celana dalam Milla dari tempatnya. Cengkrama lembut menahan tanganku untuk terus menarik kain tipis itu, ada keraguan pada diri Milla. Sejenak aku diam, dengan tengadah kutatap wajah Milla dengan penuh arti dan sesaat kemudian Milla mengangkat pantatnya memuluskan aku melepaskan kain pertahanan terakhir Milla dan melemparkannya ke lantai kamar itu. Dengan cepat Milla menutup daerah selangkangannya dengan kedua tangan, perlahan kutarik kedua tangan itu dan tersingkaplah benda yang selama ini menjadi impian setiap lelaki.

"Mas.. apa yang kau lakukan.. Ohh.." suara Milla tertahan ketika lidahku mulai menyapu daerah kewanitaannya dengan lembut, aku tahu ia merasakan sensasi yang begitu indah saat itu.

Desahan kecil keluar dari mumut Milla mengiringi sapuan lidahku yang basah. Aku semakin tegang, lama aku mempermainkan perasaan Milla melalui sapuan dan jilatan lidahku, terkadang gigitan kecil menambah sensasi yang tida taranya bagi Milla dan ini memang yang pertama ia rasakan dari seprang lelaki.

".. Suu.. Sudah.. Mas.. sudah.. hh.. aku gak kuat.."

Kurasakan tangan Milla menarik bahuku untuk meninggalkan selangkangannya, akupun beringsut naik sambil terus menyapukan lidahku kepermukaan kulitnya yang lembut. Kini tubuh kami sejajar, kurasakan penisku mengganjal diatas perut Milla, kembali kukecup bibirnya yang terbuka. Sesaat lamanya kami saling berpandangan dengan begitu dekat, saling meminta pengertian satu sama lain.Walaupun mau meledak rasanya, aku tak ingin merenggut sesuatu yang aku inginkan dari Milla dengan paksa.

"Milla sayang.. aku.. sayang kamu.."
"Mas Rey.." Milla mulai merenggangkan kedua kakinya dan aku mengerti bahwa ia siap menerimaku untuk memasuki dirinya.

Perlahan kuposisikan senjataku tepat didepan vaginanya, gesekan pelan mulai menyentuh kulit vagina yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu. Milla memejamkan matanya dan memeluk erat bahuku seakan takut untuk ditinggalkan. Dengan hati-hati ku tekan pantatku, perlahan senjataku menyeruak masuk menggesek bibir vagina yang sudah basah oleh lendir kenikmatan, sesaat kemudian kurasakan senjataku tertahan sesuatu yang tipis.

"Ohh.. Mass.." akhirnya dengan sedikit tekanan kecil amblaslah senjataku kedalam liang sorgawi Milla yang masih sangat rapat dan sempit.
Sesaat kudiamkan benda itu didalam sana, kulihat wajah Milla terpejam memerah merasakan sesuatu terjadi pada dirinya.
"Milla sayang.. aku mencintaimu.."
Kembali kukecup bibir wanita ini dan dengan sangat pelan aku mulai mengangkat pantatku.
"Jangan.. Mas.." Milla mungkin merasakan ada yang hilang dari dirinnya saat kuangkat penisku menjauh dari Vaginanya.
"Sabar sayang.. aku ga kemana.." lalu dengan pelan pula kudorong kembali pantatku menekan selangkangannya.
Dengan ritme yang beraturan kudorong dan kutarik pantatku dari selangkangan Milla. Dengan sedikit rasa sakit akhirnya Milla merasakan kenikmatan dari gesekan demi gesekan antara penisku dengan vaginanya.

Malam itu kami benar-benar merasakan sesuatu yang indah berdua, hentakan demi hentakan diringi dengan desahan yang keluar dari mulut kami mengiringi suara hembusan AC kamar hotel itu. Malam itu kami menumpahkan rasa cinta yang selama ini menggelora dan akhirnya tubuh kami terkulai lemas setelah merasakan orgasme yang tiada taranya.

"Terima kasih Milla sayang.."
"Makasih juga Mas Rey.." malam itu kami tidur dengan berpelukan hingga pagi, seakan tidak ingin terpisahkan lagi.

Sejak saat itu aku dan Milla sering melakukan lagi hal tersebut setiap ada kesempatan dan hubungan kamipun kian bertambah dekat saja. Kadang kami melakukannya di tempat kostnya Milla, tak jarang pula Milla mengunjungiku dirumahku dan kami tumpahkan hasrat cinta kami disana.

Seperti biasanya sore itu sehabis pulang dari kantor aku terlebih dulu ke kampusnya Milla unruk mengantarnya pulang ke tempat kosnya.Sesampainya disana kulihat Milla duduk menungguku dengan ditemani Anna.

"Hai..!" aku berjalan menghampiri mereka berdua sambil melambaikan tangan.
"Eh.. Mas Rey.. tumben lama Mas?" Milla berdiri sambil melihat kearah kedatanganku
"Sorry.. tadi Mas Rey dipanggil bos dulu sebelum pulang, Eh.. Anna apa kabar? Alfi belum datang?"
"Baik Mas, ah enggak kok, Anna lagi nunggu Mas Rey kok." jawab Anna yang berdiri mengikuti Milla dan berjalan menghampiriku.
"Iya Mas.., Mas Alfi katanya gak bisa jemput Anna, jadi ya Anna ikut kita" tambah Milla menjelaskan
"Ya udah!, ayo deh.."

Dengan agak heran akhirnya aku segera menuju mobil di parkiran kampus dengan di ikuti oleh Milla dan Anna di belakangku. Biasanya Alfi lebih dulu dariku menjemput Anna pulang kuliah tapi kali ini ternyata Anna ikut denganku, Komplek tempat Anna tinggal memang searah dengan rumahku.Sore itu Anna memang agak pendiam dari biasanya dan terlihat ada sesuatu yang lain yang seakan disembunyikan dari dirinya. Ada raut kegelisahan di raut wajah Anna yang kadang kulihat melalui kaca kecil didepan mobilku, terkadang ia tajam menatapku seakan ingin menyampaikan sesuatu tapi setelah lama menatapku akhirnya ia tertunduk dengan menghela nafas panjang seakan ingin menghilangkan beban berat yang menghimpitnya.

"Eh..pelan-pelan dong Mas, nanti kelewat lagi kayak kemaren" tiba-tiba Milla memecahkan pikiran yang ada di benakku.
"Oh iya, udah mau nyampe ya?", perlahan aku berhenti didepan sebuah rumah tempat kos-kosannya Milla.
"Mampir dulu Mas ya? "
"Ya.. Mas Rey sih terserah Anna, gimana?" sambil aku berbalik menoleh kearah Anna yang seakan baru tersadar dari lamunannya.
"Aduh.. sorry deh Mill, gue mau cepet balik niih"
"Ya udah deh sampe besok ya!, daah Mas Rey" Milla bergerak menjauh dan melambaikan tangannya.
"Ann, pindah depan ya?" tanpa menjawab Anna keluar dari mobil dan masuk lagi untuk pindah ke depan menggantikan tempat duduk Milla sebelumnya, disampingku. Perlahan mobilku bergerak lagi meninggalkan tempat kosnya Milla.
"Asyik dong Ann, sebentar lagi Anna jadi kawin sama Alfi" di perjalanan aku berusaha memecah kediaman Anna.
"Tinggal seminggu lagi kan?" tambahku lagi
"Iya Mas.."
"Lho kok calon pengantin kok lesu gitu, ceria dong!" Anna kembali diam dan hanya tersenyum memperlihatkan bentuk bibirnya yang lembut.

Wangi parfum yang di pakai Anna bercampur dengan keringat yang mengering tercium menggugah naluri kelelakianku, Anna begitu cantik hari ini. Balutan kaos berlengan pendek melekat ketat menonjolkan sepasang bukit yang menggumpal di dadanya, benda itu memang tidak sebesar kepunyaan Milla tapi itu pun cukup membuat lelaki ingin menjamahnya. Milla agak merebahkan jok mobil yang didudukinya dengan kaki yang saling menyilang sehingga belahan paha mulusnya dengan leluasa menghiasi ujung mataku yang kerap melirik ke arah situ. Saat itu muncullah pikiran gilaku untuk dapat mencurahkan hasratku pada tubuh sensual disampingku ini, padahal aku tahu ia teman dekat Milla kekasihku.

"Beruntung sekali Alfi, mendapatkan calon istri seperti kamu" kembali aku menghidupkan suasana.
"Orangnya cantik, keibuan dan pintar lagi" tambahku lagi
"Ah.. Mas Rey bisa aja kalo muji orang"
"Lho bener kok, kamu tahu gak, kadang Mas Rey berfikir kenapa yang bakal duduk dipelaminan mendampingi kamu itu, Alfi? kenapa gak Mas Rey sendiri?" perlahan aku melancarkan serangan dengan kata-kata manisku. Sambil terus diam Milla menegakan tubuhnya dan menatap kearahku, ia tersentak mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulutku. Akupun agak kaget dengan kata yang baru saja aku ucapkan, tapi untunglah mobilku sudah berada dipintu gerbang rumah besar kediaman Anna.
"Makasih ya Mas Rey, mampir dulu gak?"
"Ga usah deh Ann, Mas Rey juga mau buru-buru balik" Anna keluar dari mobilku
"Eh.. Ann, sorry ya kata-kata Mas Rey tadi agak.."
"Ah gak apa-apa kok Mas.."
"Kalo gitu sampai ketemu ya..!"
"Bye.."
"Huh.." aku menghela nafas panjang, hampir saja aku melakukan suatu kebodohan dengan mencoba merayu Anna, gadis pendiam sahabat kekasihku.

Siang itu aku baru saja mengantar Milla ke bandara, Milla sengaja pulang ke Surabaya setelah mendapat kabar ayahnya masuk rumah sakit karena serangan jantung. Sebenarnya aku ingin ikut tetapi Milla melarangku dengan alasan besok aku harus masuk kantor.

"Sudahlah Mas Rey, aku rasa papa ga apa-apa kok"
"Kalo gitu salam aja ya sama keluarga disana, semoga papa kamu cepet baik"
"Iya Mas nanti aku sampaikan", setelah kulihat Milla memasuki ruang tunggu keberangkatan akupun bergegas kembali kemobilku untuk kembali kekantor. Ditengah perjalanan tiba-tiba saja terdengar HP ku berbunyi tanda seseorang ingin bicara denganku.
"Ya..! hallo.. Anna ada apa? tumben nelpon?" ternyata Anna yang menelponku
"Anu Mas.. Aku pengen ketemu sama Mas Rey, Mas Rey lagi dimana?"
"Wah, penting banget nih kayaknya ada apa?, kebetulan Mas Rey lagi dijalan"
"Anna lagi di kantin kampus, Mas Rey mau kan jemput Anna, ada sesuatu yang ingin aku omongin Mas"
"Mm.. ya udah kalo gitu Mas langsung kesana deh, tunggu sebentar ya!"
"Baik Mas bye..!"
"Bye.." dengan penasaran ku arahkan mobilku menuju kampusnya Anna, rasanya agak aneh Anna ingin membicarakan sesuatu karena selama ini tempat curhat Anna hanyalah Milla dan Alfi.

Perlahan mobilku memasuki pelataran parkir universitas, baru saja aku hendak memarkirkan mobilku kulihat Anna setengah berlari menuju kearahku dan langsung masuk kemobil setelah aku berhenti didekatnya.
"Ayo Mas kita pergi dari sini"
"Kemana Ann? ada apa sebenarnya?" aku semakin penasaran dengan sikap Anna.
"Udah deh yang penting kita pergi dulu dari sini"
"Oke deh kalo gitu" tanpa bicara lagi kuputar mobilku meninggalkan pelataran parkir kampus itu.
Di dalam mobil kulihat Anna kembali dengan sikap diamnya.
"Ada apa Ann, mau kemana kita" tanyaku lagi.
"Terserah Mas Rey deh, yang jelas Anna pengen ngomuong penting sama Mas Rey" Akhirnya kami sepakat menuju sebuah kafe untuk bicara lebih rilex lagi.

Aku semakin penasaran, karena sesampanya di kafe tersebut dan memesan minuman, Anna tidak langsung bercerita tetapi malah diam seakan ragu mengatakan sesuatu.
"Nah sekarang kita cuma berdua dan udah minum, sekarang coba Anna cerita ada apa sebenarnya" lagi-lagi aku memulai obrolan lebih dulu"
"Eng.. Mhh.. anu Mas.., Milla udah berangkat Mas?" Anna berusaha mengalihkan perhatian, tapi aku tahu bukan maksudnya menanyakan kepergian Milla.
"Udah.. Barusan Ma antar ke bandara.., sekarang coba kamu cerita.. kamu lagi ada masalah ya sama Milla" aku mencoba menebak masalah yang ingin di bicarakan Anna.
"Enggak.. gak ada apa-apa kok Mas sama Milla"
"Atau sama Alfi, kamu beranter ya sama Alfi"
"Hh.. entahlah Mas." Anna menarik nafas panjang saat kusebut nama Alfi
"Anu Mas, sebenarnya Anna mau nanya sesuatu sama Mas Rey" sambung Anna lagi
"Soal apa?" aku semakin penasaran
"Anna pengen tahu, maksud kata-kata Mas Rey yang kemaren itu sebenarnya apa?" betapa terkejutnya aku mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Anna.
"Kata-kata yang mana Ann?" aku pura-pura tidak mengerti dengan yang baru saja Anna tanyakan.
"Kemaren Mas Rey bilang kalau seandainya Mas Rey menggantikan Mas Alfi duduk di pelaminan mendampingi Anna kan?, semalaman Anna gak bisa tidur Mas, Anna mau tahu yang sebenarnya" sejenak aku terdiam dan menatap Anna yang juga menatapku dengan penuh rasa penasaran. Aku ingin tahu apa sebenarnya yang ada dalam pikiran gadis cantik ini bertanya demikian.

Lama kutatap matanya, ada sesuatu yang tersimpan lain di dalam sana dan membuatku penasaran untuk dapat menyelaminya.
"Kalau Anna pengen tahu yang sebenarnya, kemarin Mas Rey ngomong sama Anna hal yang sebenarnya" dengan sikap serius aku mulai melontarkan kata-kata.
"Maksud Mas Rey.."
"Kalau saja kamu tidak menjadi tunangan Alfi dan Milla gak jadi pacar Mas Rey, mungkin Mas Rey yang mendampingi kamu karena Mas Rey akan terus mengejar kamu sampai kamu menerima cinta Mas Rey" kembali aku mengeluarkan kata-kata gombal yang selama ini hampir kulupakan.
"Jadi..?" Anna semakin penasaran.
"Sebenarnya sudah lam Mas Rey, jatuh cinta sama kamu Ann, tapi sudahlah itu gak mungkin" sambungku lagi.
"Mas.. Mas Rey tahu gak, kadang Anna iri sama Milla, Milla sering cerita tentang Mas Rey, kebaikan Mas Rey, sikap Mas rey dan itu Anna gak bisa dapetin dari Alfi".

Rupanya pancingan kata-kataku mulai merasuki pikiran gadis ini dan aku sendiri tidak menyangka ia akan berkata seperti itu. Anna terus bercerita tentang perlakuan Alfi selama ini yang memang kaku selama berpacaran dengannya. Alfi memang baik, tapi sebagai pacar Anna membutuhkan kasih sayang dan hal-hal romantis yang selalu didambakan setiap wanita. Milla ternyata sering bercerita ke sahabatnya ini bagaimana kami menghabiskan akhir pekan dan malam-malam penuh cinta dan romantis, sedangkan cara Anna berpacaran hanyalah sebatas berpegangan tangan dan berciuman bibir saja dan Anna ingin lebih dari itu.

"Mas.. kalau boleh aku ingin merasakan semua itu Mas.."
"Gila! kamu kan bisa minta semua itu dari Alfi Ann.." Seakan tak percaya aku mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Anna.
"Sebentar lagi kalian akan menikah dan bersatu selamanya "
"Oleh karena itu Mas aku mau merasakan semua yang di ceritakan Milla sebelum semuanya terikat ikatan perkawinan Mas, aku ga mau mengkhianati suamiku"
"Tapi.." seakan tidak mau aku berpura-pura menolaknya, padahal senang sekali rasanya aku mendengar gadis yang selama ini menjadi idamanku meminta sesuatu yang pasti kuberikan.
"Mas Rey mau kan?" aku mengangguk pelan tanda setuju membantunya.
"Tapi ada syaratnya Mas"
"Apa itu..?"
"Mas Rey jangan sampai merusak kesucianku, karena aku mau memberikan yang satu ini hanya untuk suamiku kelak"
"Jadi.. kita.." Dengan agak kecewa aku ingin tahu apa maksud semuanya.
"Ya.. aku ingin Mas Rey mencumbuiku tapi tanpa penetrasi, Mas Rey mesti janji dulu"
"Tapi Mas boleh ngapain aja kan selain yang satu itu?"
"Mmh.. iya Mas.. janji ya!"
"Ya baiklah Mas Rey janji.." entah apa yang kujanjikan yang jelas kesempatan emas untuk bercinta dengan gadis idamanku selama ini tak mungkin aku lewatkan begitu saja.

Entah apa yang ada dalam pikiran Anna waktu itu yang jelas mana mungkin aku menolak ajakannya untuk saling mencumbu. Setelah sepakat akhirnya kami meluncur kesebuah hotel di pinggiran kota, sengaja kami mencari tempat yang agak terpencil karwena tidak ingin siapapun tahu hal ini apalagi kalau sampai Alfi atau Milla tahu semua akan jadi berantakan. Akupun tak ingin mengganggu rencana pernikahan Anna dengan alfi yang hanya beberapa hari lagi.

Jam digital di dashboard mobilku menubjukan pukul 16:24 ketika mobil yang ku bawa memasuki garasi motel yang selanjutnya tertutup rapi setelah mobilku masuk dan berhenti. Dengan cepat aku segera mengurus administrasi ke bagian front office sedang Anna hanya menunggu di dalam mobil dan bergegas aku kembali setelah segalanya beres.
"Ayo Ann, kita masuk!" tanpa berkata-kata Anna keluar dari mobil dan berjalan disampingku memasuki sebuah kamar yang tersedia.
Ketegangan terlihat di wajah Anna ketiak kami mulai memasuki kamar dengan sebuah tempat tidur yang tertata rapi dan nyaman sekali kelihatannya. Kemudian Anna duduk di sofa kamar dan memandang ke arahku yang duduk bersandar di tempat tidur.

Lama kami saling diam seakan takut untuk memulai sesuatu.
"Ann, sebenarnya Mas Rey sangat memimpikan kesempatan seperti ini, hanya berdua dengan kamu" aku mulai mencairkan suasana yang menegang dari tadi.
"Kamu cantik Ann, bahagia sekali rasanya walaupun aku hanya dapat memeluk erat tubuh kamu, tapi yakin Anna mau melakukan ini, dari tadi kok diam aja?"
"Ma.. maaf.. Mas Anna gak tahu mesti ngapain?" perlahan kudekati Anna yang masih duduk di sofa, kugenggam kedua tangannya, kurasakan keringat dingin membasahi telapak tangan Anna, lalu kutarik sehingga kini Anna berdiri dan ku bawa menuju tempat tidur.
"Sekarang kamu rilex ya, sayang!" Anna memejamkan matanya saat aku mendekatkan wajahku ke wajahnya, tak ada penolakan dalam diri Anna.

Dengan lembut kukecup kening gadis ini, kurasakan remasan halus menggenggam tanganku yang masih memegang tangan Anna, lalu bibirku mulai berjalan mencium alis, matanya yang terpejam, dan kedua pipinya danterakhir berhenti di kedua belahan bibir mungil gadis cantik ini. Anna membalah kulumanku pada bibirnya dengan pagutan yang hangat pula lalu aku mulai membuka bibirku dan mengeluarkan lidahku mencari lidah yang lain disebrang sana. Tanganku mulai merayap menggerayangi tubuh Anna, perlahan menyusup ke balik kaos ketat yang melekat ditubuhnya, kini kurasakan halusnya kulit perut gadis ini.Ketika tanagnku mulai memasuki daerah dada untuk segera merasakan lembutnya daging kenyal yang menonjol, mendadak kedua tangan Anna menahan kedua tangan ku.

"Kenapa.. sayang..?" terpaksa aku menghentikan sejenak aksiku dan kutatap wajah sayu di hadapanku dengan tajam.
Kuberikan Anna kesempatan untuk berpikir sebelum semuanya terjadi, kulihat keraguan di matanya, tapi aku tahu ia sangat menginginkannya.
"Buka ya, sayang!" Anna mengangguk pelan, lalu dengan sangat hati-hati kutarik ujung T-shirt yang melekat di tubuh Anna dan meloloskannya melalui kedua tangannya. Kulempar t-shirt itu kelantai, kini di hadapanku terpampang tubuh padat ada yang setengah telanjang dengan dada berisi dan terlindungi BH warna putih.Sejenak kutatap gumpalan daging yang masih tertutup BH itu, perlahan ku rebahkan tubuh Anna ke atas tempat tidur.Kembali ku cumbu Anna yang terlentang pasrah, kukulum lagi bibir mungil itu lalu perlahan merayap menuju leher dan terus kebawah menuju gumpalan payudara yang berisi itu. Kujulurkan lidahku mengitari bukit itu sambil tanganku merayap menuju punggung tempat dimana kaitan BH itu direkatkan, kutarik pelan BH itu dari tubuh Anna dan ku lemparkan ke lantai.

"Mass..!"Anna berusaha menutup dadanya dengan kedua tangannya,
"Jangan sayang, Mas Rey ingin melihat keindahan bukit ini.."
Segera saja tanganku menahan kedua tangan Anna dan bawa keatas kepalanya sambil kusapukan lidahku yang basah kearah ketiaknya yang bersih dengan aroma yang menggugah hasrat lelaki.
"Akh.." Anna merintih kecil sambil terpejam, tanganku merayap lagi menuju dada yang kini terbuka, sentuhan melingkar menambah sensasi lain pada diri Anna dan akhirnya mulutku pun mendarat di belahan dada Anna.
"Oohh.. Maass.." mungkin baru kali ini Anna mendapat perlakuan seperti itu, desahan demi desahan mengiringi sapuan lidahku di kedua payudara yang masih keras ini, kurasa jarang sekali payudara indah ini mendapat sentuhan lelaki. Puting yang merah kecoklatan seakan tenggelam dan belumdapat muncul kepermukaan, kuhisap puting itu dengan penuh perasaan cinta agar Anna dapat menikmati setiap sentuhanku.

Sambil terus mengulum payudara itu dengan cekatan aku menanggalkan pakainku tanpa Anna menyadarinya, kini hanya celana dalam saja yang melekat ditubuhku melindungi senjataku yang sudah menegang dari tadi.Sekarang mulutku berada di atas pusar Anna yang dihiasi sebuah anting kecil membuatnya semakin indah, kujilat dan terus merayap sambil tanganku mulai menarik rok yang di kenakan Anna.Kali ini Anna mengangkat pantatnya memudahkan aku melepaskan penutup bagian bawah tubuhnya itu, kini aku dapat menikmati paha mulus yang dihiasi bulu-bulu halus yang menantang untuk segera disentuh.

"Jangan Mas, jangan dibuka" Anna mencengkram tanganku yang hendak menggusur kain tipis penutup daerah selangkangannya, sambil beringsut Anna menjauh dan bersandar di tempat tidur.
"Kenapa sayang.."
"Jangan Mas Rey!, Mas Rey kan udah janji"
"Iya sayang, Mas Rey ingat janji Mas Rey, tapi membuka CD kan bukan berarti mau dimasukin, iya kan?" aku berusaha tenang agar Anna merasa aman dengan perlakuanku
"Kamu nikmatin aja ya sayang!" kubelai pipi Anna lalu kucium keningnya, Anna menerimaku lagi dengan pagutan yang lebih membara saat mendaratkan ciumanku di atas bibirnya.

Sambil terus ku jelajahi dengan bibir dan lidahku perlahan aku mulai kembali menarik celana dalam itu, kali ini Anna mengangkat pantatnya dan terlepaslah pertahanan terakhir Anna. Gundukan bukit kecil dengan bulu-bulu halus yang tertata rapi menandakan Anna sangat memperhatikan daerah paling pribadinya ini, bibir vagina yang memerah dengan sebuah daging kecil tersembul di atasnya kini terpampang begitu dekat dihadapanku. Kutangkap tangan Anna yang berusaha menutupi benda indah itu, lalu kusentuh dengan sangat pelan dan penuh kelembutan. Anna mulai menikmati permainan ini, tubuhnya mulai rilex kembali tanda siap menerima aksi dariku yang selanjutnya.

Dengan pelan kubuka kedua paha Anna dengan tanganku lalu kutempatkan wajahku mengisi selangkangan itu, vagina itu begitu dekat dengan bibirku.
"Oohh.." Anna mendesis tangannya meremas rambutku yang berada diselangkangannya, ia begitu menikmati sapuan lidahku yang mengisi ruang kosong di antara kedua pahanya. Aroma vagina yang begitu kukenal membuatku semakin bernafsu ingin memberikan yang terbaik bagi gadis polos ini. Bulu-bulu halus disekitar bukit vagina menggelitik hidung dan bibirku, kucari dan kutemukan daging kecil pusat segala kenikmatan bagi Anna. Vagina itu begitu mungil dan indah dengan cairan hangat yang mulai keluar dari dalam rahim Anna dan bercampur dengan air liurku.Anna mendesah dan menggeliat merasakan sesuatu yang baru pertama ia rasakan dari seorang lelaki.

"Hoh.. Hoh.. Mass.. Anna ga tahan.. Udah Mas!" mulut Anna terus meracau, berbeda sekali dengan hari biasa yang memang begitu pendiam. Tiba-tiba saja Anna mencengkram erat rambutku dan membenamkan kepalaku lebih dalam ke selangkangannya, pantatnya mendongak keatas dan tubuhnya menegang. Sesaat kemudian kurasakan cairan hangat kembali keluar dari vaginanya dan kali ini lebih banyak dari sebelumnya.
"Mmas.. Reey.." aku tahu Anna mencapai orgamenya, dan aku terus saja menekan klitoris itu dengan lidahku, kulumat setiap tetesan cairan hangat yang keluar dari liang vagina itu. Cengkeraman Anna melemah dan akhirnya Anna terkulai lemas dengan nafas yang memburu, kulihat dada yang turun naik mengatur nafas dengan terengah. Kudekap erat tubuh Anna dan kembali kukecup kening gadis itu,
"Hh.. makasih Mas Rey.. tadi nikmat sekali.."

Beberapa saat lamanya ku dekap tubuh polos itu sambil terus tanganku memainkan puting susu yang mulai menegang kembali. Kini aku yang harus menikmati kehangatan itu, senjataku sangat tegang. Kalau saja aku tidak takut menyakiti perasaan Anna mungkin penisku sudah menyeruak masuk kedalam vagina sempit itu, tapi aku bersabar karena pada saatnya aku pasti mendapatkannya. Kubalikan tubuh Anna, sekarang tubuhnya menindih dan tengkurap diatas tubuhku, ia masih begitu lemas merasakan sisa kenikmatan yang baru saja ia alami. Ia tersentak kaget saat sesuatu yang tegang mengganjal tepat diperutnya
"Mas.. apa ini.. besar sekali.." Anna bergerak hendak menjauhkan tubuhnya dari tubuhku, tapi sebelum ia menyadarinya, tanganku mencengkram erat belahan pantatnya dan melingkarkan kedua kakiku menghimpit paha mulusnya.
"Jangan.. Mas.."
"Tenang sayang.. Mas Rey cuma mau merasakan yang seperti Anna rasakan, maukan Anna nolongin Mas Rey, please!" kembali ku kecup bibirnya.
"Mas Rey boleh kan ngapain aja? asal gak dimasukin kan?, Mas Rey bakal seneng banget kalo Anna mau mimi punya Mas Rey"

Anna menatapku, ia mengangguk kecil dan perlahan ia bergerak kebawah menuju perutku. Lama ia memandangi penisku yang semakin menegang saja, kemudian ia memegangnya dengan sangat hati-hati. Dengan agak ragu Anna mulai mencium kepala penisku lalu perlahan ia memasukan benda itu kemulutnya. Kakiku mengejang, darahku seakan mengalir lebih deras lagi saat kurasakan isapan demi isapan begitu nikmatnya. Anna berusaha memasukan penisku kedalam mulutnya tanpa canggung lagi, tapi penis itu begitu panjang sehingga ia hanya bisa mengulum setengahnya saja. Senjataku makin tegang tapi aku tak ingin segera mengakhiri permainan ini, kutahan dengan sekuat tenaga agar orgasmeku tidak datang terlalu dini.

"Mas.. kok gak keluar juga ya.." Anna menatap tajam mataku sambil melepaskan kulumannya.
"Kalo gitu udah dulu deh Ann, bibir kamu udah pegel kan, kita istirahat dulu deh" akhirnya kutarik tubuh Anna kembali sejajar terlentang dengan tubuhku.
"Sekarang Anna tengkurap deh, biar punya Mas Rey di gesekin ke pantat aja ya?" Anna membalikan tubuhnya dan tengkurap dengan memeluk bantal, sedangkan aku bergerak keatas tubuhnya dan menghimpitkan penisku ke belahan pantat kenyal itu.
Kutelusuri tengkuk indah itu dengan bibirku, ciuman dan gigitan kecil rupanya membangkitkan kembali gairah pada diri Anna, ia mulai mendesah kecil. Kadang kusapukan lidahku kearah ketiak dan dinding payudara sebelah luar. Kuposisikan penisku tepat di belahan pantat Anna lalu kugesek dan kugesek pelan.

Sebenarnya bisa saja aku mencapai orgasme dan memuntahkan cairan yang mendesak hendak keluar dari saluran penisku, tapi aku tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan yang mungkin hanya sekali seumur hidupku untuk mendapatkan keperawanan Anna yang masih suci. Naluri kelelakianku mengatakan aku harus menyelesaikan permainan ini dengan merasakan kelembutan himpitan kulit vagina gadis ini.

"Ann.. kayaknya gak mau keluar juga deh.. hh" Aku berbisik sambil terus mencumbu leher Anna.
"Ya.., gg.gimana dong Mas.."
"Ann, kalo kontol Mas Rey di gesekin ke memek kamu mungkin bisa cepet keluar, boleh ga?"
"Tapi di gesek aja.. Mas.. ya..jangan di masukin!"
"Iya.. sayang.." aku tidak tahu apa yang kujanjikan yang jelas Anna memberikan lampu hijau untuk aku bertindak lebih jauh.

Anna membuka kakinya sambil terus tengkurap dan aku mulai menurunkan kepala penisku menuju celah yang berada di sebelah dalam pantat kenyal itu. Gesekan lembut kepala penisku merayap menyentuh anus dan terus menggesek liang vagina yang basah itu. Bulu-bulu halus itu menambah sensasi kenikmatan yang kurasakan, lubang itu begitu licin dan basah.

Kini tubuh itu telah berada dalam kekuasaanku, desahan kecil kembali terdengar dari mulutnya, aku tahu ia begitu menikmati permainan ini dan menginginkan lebih dari sekedar gesekan kecil saja. Sambil tak henti tanganku memainkan gumpalam daging yang menonjol didada gadis ini perlahan ku balikan tubuh Anna, kini tubuh kami saling menyamping dengan posisi tubuhku tetap berada di belakangnya. Posisi ini memudahkan tanganku untuk lebih leluasa menjamah dan mengeksploitasi bagian depan tubuh gadis ini. Hembusan nafasku yang begitu dekat dengan telinga Anna membuat tubuhnya semakin merasakan sensasi kenikmatan. Tangan kananku merayap menuju vagina yang mulai terbuka, kusentuh dan ku cari lagi klitoris yang menyembul dalan liang itu. Tekanan jariku dari arah depan dibarengi dengan gesekan senjataku dari belakang yang gencar menyentuh belahan bibir vagina yangbasah itu.

"Mas.. sudah.. Mas.. jangan.., aku gak kuat lagi.." Anna merintih menyuruhku menyudahi permainan ini, tapi naluri kewanitaannya berkata lain karena dengan reflek ia semakin membuka lebar kedua pahanya. kuposisikan kaki kananku diantara kedua kakinya, sehingga kini selangkangan Anna terbuka dengan lebar.Kembali kugesekan kepala penisku menyentuh belahan vagina basah itu, tapi kali ini dengan sedikit dorongan yang mengarah keatas sehingga dengan perlahan kepala penis itu menyeruak memasuki belahan vagina Anna yang memang licin. Sesaat ujung penisku berada dalam himpitan lubang yang basah itu, lalu kutarik dan ku benamkan lagi dengan pelan, aku ingin mempermainkan rasa nikmat gadis ini. Mendapat perlakuan seperti itu Anna semakin mengejang kedua tangannya kini mencengkram erat rambutku yang masih berada di belakangnya.

"Hh.. Maas.." lenguhan panjang terdengar dan Anna mencengkram semakin kuat, rupanya ia tak tahan dengan perlakuanku yang memasukan kepala penisku saja karena saat kudorongkan kembali pantatku, Anna menyambutnya dengan lebih menyodorkan pantatnya ke belakang sehingga penisku amblas kedalam liang yang rapat itu. Berakhirlah pertahanan gadis suci ini, kurasakan sesuatu yang kenyal menahan ujung penisku, lalu penis itu menyeruak masuk mengisi liang itu. Setelah saling diam beberapa saat akupun mulai beraksi menyodok dan menarik penisku melalui vagina itu. Kocokan pelan dan berirama terkadang semakin cepat dan cepat lagi, nikmat dan rapat sekali vagina yang masih perawan ini kurasakan.

"Gimana sayang.. lebih nikmat kan?" Anna menjawab pekataanku dengan desahan yang semakin memburu.

Lalu kuganti posisi ku, dengan tanpa mencabut penisku kuputar tubuh kami sehingga kini aku berada diatas tubuh Anna. Anna memeluk dan mencengkram punggungku merasakan setiap sentakan dari pantatku, ia mulai paham dengan ikut menggoyangkan pantatnya seirama dengan sodokan pinggangku. Wajahnya memerah dan bibirnnya yang seksi terbuka lebar, segera kulumat bibir terbuka itu dengan pagutan dan iapun membalasnya dengan penuh nafsu.

" Hooh.. Mass.. Mass.."
"Kenapa sayang.. nikmat kan..?"
".. En.. enak.. Mas.." kuangkat dadaku dan ku topang dengan kedua tanganku menambah tenaga untuk kembali menyodok vagina itu, kulihat ekpresi Anna begitu cantik dengan mata terpejam dan bibir yang terkadang ia gigit kecil.

Gesekan demi gesekan semakin terasa nikmat, sesaat kemudan kulihat wajah Anna memerah, dan mendongak keatas, kurasakan kakinya melingkar erat dikedua pahaku, aku tahu ia akan segera mencapai klimax.
"..Tahan sayang.. sebentar lagi.."
"Aku.. aku gak kuat Mas.. aku mau.. kelluar..". kupercepat sodokan pantatku untuk segera mengimbangi orgasme yang dirasakan Anna. kupeluk erat tubuhnya kurasakan semburan hangat membanjir di selangkanganku dan setelah itu akupun menyemburkan lahar panas yang kutahan dari tadi.
"Oohh..!" lengkingan panjang keluar dari mulut kami secara bersamaan, cairan hangat membasahi rahim Anna dan akhirnya tubuhku terjerembab diatas tubuh Anna yang terkulai lemas.
"Terima kasih sayang.."

Lama kupeluk tubuh Anna sambil merasakan sisa kenikmatan yang baru saja kami alami,
"Maafkan Mas Rey sayang, Mas Rey gak bisa nepatin janji.." setengah merayu kubisikan kata-kata itu
"Gak apa-apa kok Mas, Anna juga salah.." masih saling berpelukan akhirnya kami tertidur dalam kelelahan.
Tengah malam aku terbangun dan kulihat tubuh polos Anna tertidur begitu cantik, cairan kental yang mulai mengering masih keluar perlahan melalui bibir vaginanya bercampur dengan tetes darah yang mengering.
"Maafkan aku sayang.." Kukecup dan kutinggalkan ketempat tidur untuk membersihkan sisa lendir yang melekat diselangkanganku. Baru saja aku hendak keluar kamar mandi setelah membersihkan diri, tiba-tiba Anna masuk dan memeluk tubuhku.
"Mas Rey jahat ninggalin Anna sendiri.."
"Ga pa pa sayang.. Mas ga kemana-mana kok" kembali kupeluk tubuh Anna dan kami mandi bersama.

Selesai mandi kami melakukannya lagi, kali ini Anna benar-benar menumpahkan segalanya. Berbagai posisi ia ingin mencobanya, segala apa yang ia lihat di film BF ia praktekan kepadaku malam itu. Seakan tak pernah puas akupun melayani gelora gadis ini. Jam sembilan pagi baru kami keluar dari hotel itu setelah terlebih dulu melakukan sex kilat dengan telah berpakaian rapi, kami melakukannya sambil berdiri dengan tubuh Anna bertumpu pada meja kamar hotel itu. Anna pulang dengan naik taksi dan aku sendiri membawa mobilku menuju rumah dengan senyuman kepuasan.

Seminggu sejak kejadian itu aku dan Milla menghadiri pesta pernikahan Anna dengan Alfi yang begitu meriah. Kulihat keceriaan di wajah kedua mempelai itu, tapi dibalik semua itu kulihat kegelisahan pada tatapan Anna saat aku memberikan ucapan selamat kepada keduanya.

E N D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar